Robin Wall Kimmerer, seorang ibu sekaligus ahli botani dari suku asli Potawatomi di pedalaman Amerika, membagikan perspektif unik dalam bukunya Braiding Sweetgrass. Ia mengajak pembaca untuk memandang pohon bukan sebagai objek mati, melainkan sebagai makhluk hidup yang setara dengan manusia. Artikel ini akan mengulas mengenai pandangan Ustaz Hanan Attaki terkait perspektif beliau mengenai pesan Al-Qur’an untuk merawat dan menjaga alam.
Perspektif ini sejatinya merupakan kebijaksanaan turun-temurun suku Potawatomi. Kimmerer, yang pernah menerima National Humanities Medal dari pemerintah AS atas kontribusinya di bidang lingkungan, menjelaskan bahwa dalam bahasa Potawatomi, pohon tidak disebut dengan kata ganti “it” (seperti untuk benda mati), melainkan “He/She/They“—sama seperti penyebutan untuk manusia.
Dengan demikian, bahasa Potawatomi mengajarkan bahwa pohon adalah makhluk yang bisa diajak berbicara, dihormati, dan didengarkan, layaknya interaksi antarmanusia.
Hanan Attaki: Alam Bukan Benda Mati
Nasihat serupa disampaikan oleh Ustaz Hanan Attaki kepada para santri di 20 Mind High School. Pesantren tersebut akan melakukan penebangan pohon di lingkungannya untuk keperluan tertentu, dan Ustaz Hanan mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem.
“Pohon yang lebih beragam, yang akan kita tanam ulang nanti, akan menjadi rumah bagi lebih banyak fauna,” ujarnya, menekankan pentingnya keanekaragaman hayati (biodiversity).
Sebelum menebang, ia pun berpesan:
“Coba kalian minta maaf dulu pada pohon-pohon ini. Jangan disalahartikan ya, nanti muncul berita aneh-aneh lagi: santri 20 Mind High School kedapatan sedang berbicara dengan pohon.”
Kalimat ini disambut gelak tawa peserta kajian Sarung Time, namun mengandung pesan mendalam: alam bukanlah benda mati yang bisa diperlakukan semena-mena.
Hanan Attaki: Alam Sejatinya adalah Makhluk Hidup
Poin utama yang disampaikan Ustaz Hanan bukan sekadar “berbicara dengan pohon,” melainkan mengajak kita memandang alam sebagai makhluk hidup—sebagaimana diajarkan suku Potawatomi dalam buku Kimmerer (Learning the Grammar of Animacy).
Perspektif ini penting karena kerusakan alam—seperti penebangan liar—sering terjadi akibat anggapan keliru bahwa alam hanyalah objek tak bernyawa. Ketika manusia memandang alam sebagai “benda,” mereka merasa bebas mengeksploitasinya tanpa adab dan rasa hormat.
Padahal, Al-Qur’an sejak lama telah mengajarkan bahwa alam adalah entitas yang hidup, bertasbih, dan tunduk kepada Sang Pencipta.
Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Alam sebagai Makhluk Hidup
Ironisnya, kesadaran ini justru banyak dipopulerkan oleh ilmuwan seperti Kimmerer, sementara umat Muslim sendiri kerap lupa akan ajaran kitab sucinya. Ustaz Hanan pun mengingatkan beberapa ayat Al-Qur’an yang selaras dengan pemikiran ini, antara lain:
“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS Al-Isra: 44)
“Jika Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada gunung, pasti engkau akan melihatnya tunduk terpecah karena takut kepada Allah.” (QS Al-Hasyr: 21)
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.” (QS Ibrahim: 24-25)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa alam—langit, bumi, gunung, bahkan pohon—adalah makhluk yang hidup, bertasbih, dan tunduk kepada Allah. Mereka bukan sekadar “benda,” melainkan “dia” yang layak dihormati.
Merubah Cara Pandang terhadap Alam
Mulai sekarang, mari biasakan memandang alam sebagai makhluk hidup. Gunakan kata ganti yang penuh penghormatan, dan perlakukan mereka dengan adab yang baik. Perubahan kecil dalam perspektif ini bisa menjadi langkah awal mencegah kerusakan lingkungan.
Peralihan tema dakwah Ustaz Hanan Attaki—dari pembahasan fikih konvensional ke isu lingkungan—patut diapresiasi. Di tengah banyaknya ustaz yang lebih memilih tema populer demi popularitas, beliau justru berani membahas isu strategis seperti lingkungan hidup, yang menjadi kegelisahan global sejak Kesepakatan Paris 2015. Salut untuk kepedulian dan keberanian Ustaz Hanan dalam mengangkat tema yang relevan sekaligus penuh hikmah ini!
Editor: Assalimi