Review

‘Gadis Kretek’ dari Sudut Pandang Bukan Perokok

4 Mins read

Saya bukan perokok. Meski begitu, saya menikmati serial web Gadis Kretek yang sedang booming satu pekan belakangan. Serial yang diangkat dari novel dengan judul yang sama ini menceritakan tentang perjalanan cinta dan kehidupan Dasiyah (Dian Sastrowardoyo), seorang gadis anak juragan Kota M yang berbakat meramu saus kretek. Tentu saja, dari judulnya kita bisa mengetahui bahwa serial ini tidak terpisahkan dari rokok—terkhusus kretek. Karena itu, saya tertarik untuk menulis Gadis Kretek dari sudut pandang bukan perokok.

Kualitas Akting dan Sinematika

Bagian terbaik dan paling dipuji dalam film Gadis Kretek adalah kualitas akting dan sinematika. Bagaimana tidak, serial ini melibatkan aktor Ario Bayu (Soeraja atau Raja) telah malang-melintang dalam dunia perfilman Indonesia. Selanjutnya ada Arya Saloka (Lebas) yang sangat dikenal dalam dunia sinetron.

Kemudian Arum diperankan Putri Marino, yang membuat geger seluruh Indonesia dengan perannya dalam serial web Layangan Putus. Lalu tentu saja pemeran utama Dian Sastrowardoyo yang telah dikenal sebagai pemeran utama Ada Apa Dengan Cinta, pemegang rekor film dengan penonton terbanyak Indonesia selama lebih dari satu lustrum. Nama terakhir bahkan memiliki jutaan penggemar militan baik laki-laki maupun perempuan.

Akting mereka harus diakui sangat ciamik. Arya Saloka berhasil membawakan karakter Lebas dan meninggalkan titel raja sinetron. Putri Marino memerankan Arum sebagai dokter yang memiliki masa lalu keluarga serba tidak jelas, hampir setiap kata dan ekspresi Arum dalam serial ini sangat menyayat hati. Ario Bayu memerankan Raja yang gagah, cerdas, sekaligus lugu. Sementara Dian Sastrowardoyo sebagai Dasiyah sudah jelas memukau dengan menggambarkan gadis desa yang menolak dibatasi urusan domestik masak, macak, dan manak.

Grafis dalam serial ini juga digarap dengan total oleh sutradara Kamila Andini dan Ifa Isfansyah. Plot menggambarkan keadaan Indonesia di era 1960-an dan 2000-an dengan berpusat pada tokoh Idroes yang sedang sakit keras dengan masa lalu yang belum tuntas. Baik plot tahun 1960-an maupun 2000-an digambarkan secara ciamik dalam serial ini, melengkapi kualitas akting jempolan dari para pemeran.

Baca Juga  Kasih Ibu Tidak Hanya Sepanjang Dalam Novel Terusir

Lebih jauh lagi, serial ini juga memiliki subtitle dan sulih suara dalam empat versi (Inggris, Spanyol, Spanyol [Amerika Latin], Portugis, dan Thailand). Sehingga serial ini menjadi satu dari sedikit serial Indonesia yang didistribusi oleh Netflix dan berpeluang menjadi wajah Indonesia yang bisa dikenal dunia. Bagi saya sebagai generasi yang di masa kecil-remaja hanya tahu film horor berkualitas rendah, tentu ini kabar sangat baik bagi Indonesia.

Gadis Kretek Membantu Mengingat Sejarah

Selain alur cerita seputar kretek, terdapat momen-momen penting dalam serial yang membuat pusaran interaksi pemeran kacau sekaligus menarik. Momen tersebut adalah penghilangan paksa partai merah oleh Pemerintah Indonesia. Kasus ini diangkat dari kisah nyata, yaitu extrajudicial killing dan penghilangan paksa orang-orang terkait PKI di tahun 1965-1966.

Gadis Kretek cukup berani menceritakan betapa penghilangan paksa ini tidak menggambarkan keadilan. Justru dilakukan dengan politis, sedikit bukti, serta tidak melalui proses pengadilan. Puncaknya, dalam serial digambarkan bahwa keluarga Idroes yang berjaya ditangkap, keluarga ini hancur lebur hanya karena difitnah oleh Djagad dan ditemukan dua slop kretek “Merah”. Tentu saja hubungan Raja dan Dasiyah berakhir, menambah kerumitan cerita.

Dengan mengangkat penghilangan paksa, serial Gadis Kretek membantu kita mengingat sejarah. Terlepas dari PKI yang bersalah, main hakim sendiri dan penghilangan paksa bukanlah cara yang tepat untuk menghukum mereka. Serial ini juga secara tidak langsung juga mengajak kita untuk berefleksi tentang asal-usul keluarga. Bisa jadi, asal-usul keluarga kita yang tidak jelas dan misterius terkait dengan konflik dan penghilangan paksa di masa lalu.

Mengingat sejarah memang seakan sepele di tengah nasib penyelesaian pelanggaran HAM berat yang sangat lambat serta nasib keturunan PKI yang tidak jelas. Tetapi dengan mengingat sejarah, kita bisa memiliki memori kolektif, bahwa extrajudicial killing tidak dibenarkan, bahwa penghilangan paksa bukan jalan yang tepat, dan bahwa setiap anak bangsa berhak untuk hidup damai dan sejahtera apapun latar belakangnya. Nantinya, entah cepat atau lambat, memori kolektif ini akan menjadi harapan untuk menyelesaikan masalah di masa lalu.

Baca Juga  Mengulas Doa, Manuskrip Digital dari Aceh

Kisah Cinta yang Rumit

Kembali ke alur cerita dalam serial, pusat dari serial Gadis Kretek adalah hubungan Dasiyah dan Raja yang sangat rumit. Setidaknya ada lima babak penuh konflik dalam hubungan Dasiyah dan Raja. Pertama, Dasiyah anak juragan kretek sedangkan Raja hanya pekerja dengan keluarga yang tidak jelas. Kedua, Raja terlambat mengungkapkan cintanya ketika Dasiyah sudah dipinang oleh Seno yang juga anak juragan kretek. Ketiga, Raja dan Dasiyah menjalin hubungan gelap, lalu dihajar kenyataan keluarga Idroes yang ditangkap oleh militer. Keempat, ketika Dasiyah bebas dari penahanan, Raja keburu bertunangan dengan Purwanti anak Djagad—yang juga memendam dendam pada keluarga Idroes. Akhirnya kelima, Dasiyah dan Raja menemui takdir yang berbeda, Raja menikah dengan Purwanti sementara Dasiyah menikah dengan Seno.

Sudah selesai sampai di situ? Belum. Seiring berjalannya waktu Seno yang merupakan tentara meninggal dalam tugas, kemudian secara kebetulan Dasiyah bertemu dengan Raja di Stasiun Kota M. Mereka pun kembali berjanji untuk bersatu, meski Raja masih terikat pernikahan dengan tiga anak dan Dasiyah telah menjanda dan memiliki satu anak.

Kisah ini sangat epik ketika dikemas dalam serial dengan alur cerita sedemikian rupa, ditambah dengan adegan percintaan yang tergolong berani untuk perfilman Indonesia. Meski harus diakui, dalam dunia nyata kisah semacam ini jarang terjadi.

Walaupun demikian, kerumitan kisah cinta dan masa lalu yang belum selesai benar-benar ada di sekitar kita. Kisah semacam ini bahkan juga diceritakan dalam beberapa novel maupun film, salah satu yang saya ingat adalah novel Laki-laki yang Keluar dari Rumah. Lebih dari itu, beberapa kerumitan rumah tangga di sekitar kita juga melibatkan cinta yang rumit serta masa lalu yang belum selesai.

Baca Juga  Berdakwah Melalui Film, Muhammadiyah Tidak Anti Seni

Terlepas dari keterhubungan dengan dunia nyata, kisah ini tetap sangat menarik bagi penonton. Gadis Kretek berhasil membuat penonton merasa bersimpati dengan kisah Arum, tercekat dengan pahitnya nasib Dasiyah, sekaligus menghujat habis Raja. Bahkan cukup banyak warganet platform X sepakat melabeli Raja sebagai tipikal lelaki red flag!

Romantisasi Rokok

Satu hal yang disesali dari Gadis Kretek adalah kisah sebagus ini dengan pemeran yang sangat luar biasa membuka peluang untuk anak muda mulai merokok. Karena mereka terbuai dengan romantisasi rokok yang memang sangat kental dalam serial ini. Sebagian warganet pun sangat memuji serial ini namun menyesali romantisasi rokok di dalamnya. Beberapa penelitian pun mengonfirmasi asosiasi adegan merokok dalam film dengan dorongan merokok pada dewasa muda.

Lalu bagaimana dengan saya sendiri? Saya sih menganggap merokok atau tidak merupakan hak, selama saling menghargai dan beretika, juga selama telah memahami konsekuensinya. Tapi jangan dilupakan bahwa serial ini menggambarkan kerumitan hidup Dasiyah karena rokok, Raja terjebak karena rokok, Idroes dan keluarga ditangkap karena rokok, bahkan nuansa suram setiap episode termasuk nestapa Arum dan keturunan Idroes juga disebabkan oleh rokok!

Jadi, pikirkanlah kembali jika tergoda untuk merokok karena serial ini, hehehe….

Editor: Daib

Avatar
20 posts

About author
Mahasiswa UGM. CEO IBTimes.ID
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

1 Comment

  • Avatar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *