Jauh sebelum “kelas pekerja” (buruh) menjadi salah satu pembahasan ilmu sosial modern, Ibnu Khaldun (1406 M) sudah menuliskan hasil pengamatannya tentang dunia kerja. Dia menuangkan hasil observasinya itu ke dalam pembukaan kitab sejarahnya yang terkenal. Kita kemudian tahu judul pengantar itu dengan “Muqaddimah Ibnu Khaldun“.
Kata pengantar itu memuat penjelasan, di antaranya, tentang bagaimana sistem peradaban terbentuk. Sebuah peradaban ada karena komponen sosial yang kompleks menjadi satu kesatuan. Salah satu komponen peradaban, menurut Ibnu Khaldun, adalah adanya dunia usaha dan kerja.
Memahami hakikat dunia kerja barangkali menjadi sesuatu yang relevan untuk para pekerja. Semua orang di dunia kerja tentu ingin jalan karirnya sukses. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang konsep rezeki dalam kaitannya dengan dunia kerja menjadi sangat penting.
Konsep Rezeki Menurut Ibnu Khaldun
Adanya kebutuhan mendasar terhadap pangan, pakaian, dan tempat tinggal menjadikan pola hubungan manusia satu sama lain terjalin, salah satunya dalam relasi pencarian nafkah. Inilah apa yang disebut Ibnu Khaldun sebagai hakikat rezeki.
Jadi, walaupun Allah telah menciptakan alam dan seisinya untuk kehidupan manusia, mereka tetap harus memiliki kesadaran bahwa rezeki bukan diberikan secara langsung. Ada usaha dan kinerja yang harus ditempuh untuk mendapatkan itu. Hubungan antar manusia menjadi kerangka utama bagaimana rezeki, keuntungan, dan kesuksesan disebarkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa kepada ciptaan-Nya. Di sinilah kunci rezeki terletak.
Dalam hal ini, Ibnu Khaldun merumuskan sebuah kaidah penting, yakni “keuntungan diperoleh manusia berdasarkan kinerja.” Ini rumus pertama yang harus disadari orang-orang yang ingin sukses dan beruntung dalam pekerjaanya.
Seberapa mudah atau sulit jalan karir pekerja tergantung pada kinerjanya. Kuat dan besarnya kinerja seseorang dapat mengantarkannya pada kekayaan, walaupun dia terlahir sebagai miskin. Sebaliknya, lemahnya kinerja seseorang dapat menyebabkan kemiskinan, meskipun dia lahir dengan privilej kekayaan berlimpah.
Di sini, Ibnu Khaldun seolah menegasikan peran privilej dalam upaya manusia menciptakan kesuksesan dan kebahagian. Artinya, privilej tidak termasuk dalam kategori pencapaian rezeki. Kinerja manusia-lah yang menjadi asas pencapaian rezeki
Hubungan antara privilej dan kekayaan tidaklah linier. Privilej adalah bawaan tapi bukan sesuatu yang dihasilkan dengan kinerja. Kekayaan yang menempel pada orang sejak lahir sebenarnya adalah hasil kinerja orang tua atau leluhurnya. Jadi privilej bukanlah penghasilan, tetapi faktor bawaan yang tidak berhubungan dengan konsep rezeki berperadaban ala Ibnu Khaldun.
Jika bisa dirumuskan secara sederhana, privilej bukanlah kinerja. Jadi privilej bukan faktor penentu seseorang memperoleh keuntungan, walaupun privilej berguna untuk melipatgandakan kekayaan bawaan asalkan dilakukan dengan kinerja tertentu.
Pegawai Negara dan Buruh: Sama Saja!
Metode menghasilkan rezeki, menurut Ibnu Khaldun, sangat bervariasi. Ada yang dicapai dengan kekuasaan untuk mengambil dari orang lain, tetapi dengan norma yang berlaku. Ini seperti pungutan dan pajak yang dilakukan penguasa. Kelas pekerja tidak punya relevansi untuk menghasilkan kekayaan dari proyek yang demikian.
Industri agrikultur, kerajinan, atau manufaktur yang lain telah menciptakan pasar, sistem dimana kelas pekerja memiliki celah untuk mencari nafkah. Juga, tata kelola pemerintahan juga menciptakan lapangan pekerjaan untuk misalnya administrator, tantara, dan polisi.
Namun, di era sekarang, telah terjadi dikotomi besar antara pegawai negara dan pekerja swasta atau buruh. Pegawai negara lebih dekat dengan kemakmuran dibanding kelas pekerja, meskipun sama-sama menjadi pembantu sebuah institusi kerja.
Terlepas dari dikotomi itu, Ibnu Khaldun memberikan garis prinsip bagaimana umumnya kesuksesan dan kebahagian digapai oleh kelas pekerja. Di sini Ibnu Khaldun tidak membedakan antara pegawai negeri atau buruh swasta. Umumnya, pekerja apapun akan sukses dengan prinsip sukses di dunia kerja sebagai berikut:
Rumus Bahagia dan Cepat Sukses sebagai Pekerja
Ibnu Khaldun dalam Syarah dari Kitab Al-Muqoddimah Ibnu Khaldun, Cetakan 1, (Dar el-Fikr: Lebanon, 1981), Bab 5, hlm. 476-488 membuat sebuah kaidah yang sedikit menggelikan, tetapi masih sangat relevan hingga saat ini. Kelas pekerja dan pegawai yang ingin lebih sukses bisa menerapkan kaidah ini untuk menunjang peningkatan karir kerjanya.
Ibnu Khaldun mengatakan:
أن السعادة والكسب إنما يحصل غالبا لأهل الخضوع والتملق وان هذا الخلق من أسباب السعادة
“Bahwa kebahagiaan dan kesuksesan umumnya dicapai oleh orang-orang yang menggunakan ketaatan dan sanjungan. Dan sesungguhnya karakter demikian adalah salah satu sebab kesuksesan.”
Jika Anda menjadi pekerja, Anda bisa menggunakan rumus di atas. Jadilah pekerja atau pegawai yang taat. Ini berarti mengikuti segala macam aturan dan budaya kerja di tempat Anda mencari penghasilan.
Di samping itu, Anda juga perlu menggunakan sanjungan untuk diberikan kepada pimpinan kerja, manajer atau supervisor yang mengatasi Anda. Berikan juga sanjungan untuk perusahaan tempat Anda kerja. Sanjungan berguna sebagai kesan bahwa Anda adalah pegawai yang loyal.
Sanjungan di sini bukanlah sesuatu yang sama dengan sikap “menjilat.” Orang menjilat menggunakan pujian dan sanjungan untuk menutupi lemah kinerjanya. Sanjungan hanya digunakan penjilat untuk mengesankan loyalitas semu.
Kinerja bagus seseorang pada dasarnya sudah dapat membuktikan bahwa dia loyal. Tetapi dia perlu memberikan sanjungan untuk pimpinannya demi nilai tambah berupa kepuasan dan kepercayaan pimpinan.
Ketaatan dan sanjungan menjadi kesatuan untuk menjadi kelas pekerja yang ingin cepat sukses. Banyak pekerja dan pegawai taat tetapi kalah sukses dengan mereka yang memuji-muji pimpinan dan menunjukkan loyalitas tanpa kinerja yang bagus. Itu karena mungkin pimpinan tidak melihat kinerja.
Sanjungan saja juga tidak cukup untuk mempertahankan karir kerja Anda tanpa ditopang kinerja yang bagus. Bos dan pimpinan akan lebih memprioritaskan karyawan dengan kinerja bagus daripada pegawai yang hanya bisa menjilat tapi tidak menunjukkan kinerja yang baik.
Kenaikan karir berkorelasi positif dengan kinerja dan sanjungan yang diberikan pegawai kepada instansi kerjanya. Jika tidak demikian, mungkin ada anomali yang tidak beres di perusahaan itu. Dan perusahaan yang mengesampingkan pentingnya kinerja karyawan biasanya juga akan menunjukkan kinerja perusahaan yang tidak bagus.
Setidaknya, itulah gambaran tentang jalan sukses menuju pencapaian karir pekerja. Rumus dan kaidah yang diberikan Ibnu Khaldun dapat digunakan untuk mengarungi dunia kerja yang kompleks. Persaingan kerja yang kompetitif menuntut para pekerja membuktikan kecakapan kinerja dan loyalitasnya.
Bagi yang belum bekerja, atau sedang mencari pekerjaan. Rumus bahagia dan sukses ala Ibnu Khaldun ini berguna untuk memetakan strategi agar lamaran kerja Anda diterima.
Ingat yang pertama Anda harus sadar bahwa kinerja adalah nomor satu. Yang kedua berikan kesan positif Anda terhadap perusahaan dan bos-bos yang menyediakan pekerjaan untuk Anda tekuni. Itulah karakter pembeda antara pekerja yang cepat sukses dan tidak, dan antara pekerja sungguhan dan yang hanya sekadar menjilat.
Editor: Soleh