Perspektif

Innalillahi, Kenaikan BPJS Menabrak Putusan MA

3 Mins read

Innalillahi, mungkin kata yang seorang muslim ucapkan ketika melihat musibah, seperti tabrakan, kebakaran, dan musibah lainnya. Begitu juga BPJS yang melaju kencang lalu “menabrak” putusan MA. Bahkan menyebabkan ribuan korban jiwa setelah “kecelakaan” itu terjadi.

Kompas.com (2020) merilis bahwa naiknya BPJS diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Peraturan yang ditandatangani tanggal 5 Mei 2020 itu mengatur kenaikan peserta segmen Peserta Bukan Penerima Upah PBPU dan juga Bukan Pekerja (BP).

Ada selisih tarif sebesar Rp. 10.000 pada tarif kelas 1 dan kelas 2, untuk kelas 3 harga kenaikan sama dan pemerintah memberikan subsidi terhadap kenaikan tersebut. Naiknya iuran BPJS ini banyak direspons oleh berbagai elemen. Karena kenaikan iuran tidak tepat di tengah pandemi ini, ditambah dengan hasil putusan MA yang menolak Perpres sebelumnya.

Kronologi Kenaikan BPJS

Pembahasan BPJS di DPR RI dimulai sejak tahun 2019, namun ramai perdebatan dalam rapat Komisi IX bersama Menteri Kesehatan dan juga Direktur BPJS sepanjang akhir 2019. Di beberapa media dan juga akun resmi DPR RI yang menayangkan rapat Komisi IX menyatakan, bahwa Komisi IX meminta BJPS untuk menunda kenaikan hingga perbaikan data Penerima Bantuan Iuran (PBI) selesai.

Karena tidak sedikit data PBI yang salah sasaran, sehingga banyak orang yang sebenarnya berkecukupan, menerima bantuan iuran ini. Rilis dari aman dpr.go.id (2020) Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengatakan rapat pertama pada 7 November 2019, seluruh fraksi di Komisi IX tetap konsisten menolak kenaikan tarif iuran kelas III bagi PBPU dan BP.

Selanjutnya, DPR RI menawarkan tiga pilihan alternatif terhadap kenaikan BPJS. Alternatif yang disepakati oleh DPR RI dan pemerintah adalah pemerintah akan tetap menaikan BPJS namun harus memberikan subsidi kepada PBPU dan BP.

Baca Juga  Kala Orientalis Meragukan Keotentikan Al-Qur'an, Begini Jawaban Logis dari Ulama Muslim

Namun dari hasil rapat tersebut, pemerintah tetap menaikan tarif iuran BPJS pada 1 Januari 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 atas perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Kenaikan pada awal Januari tahun 2020 tentu menjadi perdebatan khususnya DPR RI Komisi IX yang menolak kenaikan BPJS.

Setelah iuran BPJS resmi naik, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengajukan keberatan atas kenaikan BPJS yang tertera pada Perpres Nomor 75 tahun 2019. Lalu MA mengeluarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020. MA telah menyatakan pemerintah seharusnya tak membebankan masyarakat atas defisit BPJS kesehatan.

Karena defisit terjadi yang diakibatkan oleh kesalahan dan kecurangan dalam pengelolaan BPJS, selain itu majelis hakim menyatakan bahwa dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2019,  tidak mempertimbangkan kemampuan masyarakat dalam untuk membayar kenaikan iuran BPJS (cnnindonesia.com, 2020).

Kenaikan BPJS di Tengah Pandemi

Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 menurut sebagian ahli adalah bentuk pembangkangan Presiden terhadap putusan MA, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta (cnnindonesia.com, 2020) mengatakan kenaikan kembali BPJS merupakan bentuk pembangkangan terhadap hukum dan bermain-main dengan putusan MA.

LBH Jakarta meminta pemerintah menghentikan seluruh tindakan, kebijakan, atau manuver politik yang semakin memiskinkan rakyat kecil di tengah darurat kesehatan Covid-19.

Dalam rilis yang sama, Asisten Peneliti dari Lokataru, Fian Alaydrus menilai pemerintah sedang mempermainkan warga dengan menaikan kembali iuran BPJS. Kebijakan yang ngotot menaikan iuran yang sudah dibatalkan MA adalah sebuah tabiat yang tak terpuji dalam demokrasi dan kehidupan bernegara.

Menurut Fian, penaikan iuran BPJS Kesehatan hanya bertujuan untuk menambal defisit, bukan untuk memperbaiki manajemen lembaga tersebut. Tata kelola BPJS Kesehatan penuh kesemrawutan serta tidak ada ketegasan bagi peserta yang melenggar.

Baca Juga  Mu’allimin dan Pendidikan yang Memerdekakan

Fokus terhadap Pandemi

Polemik BPJS Kesehatan ini seperti drama Korea yang sedang viral saat ini. Menjadi tontonan menarik bagi sebagian orang, tetapi juga membuat sebagian orang kesal. Karena kenaikan BPJS ini seperti sebuah permainan antara elit politik.

Pemerintah seperti tidak memperhatikan jumlah masyarakat menengah ke bawah semakin tersiksa di tengah pandemi. Walaupun ada subsidi yang disediakan pemerintah, tetapi menaikkan BPJS di tengah kondisi darurat kesehatan saat ini, pemerintah terkesan buru-buru terhadap kebijakan tersebut.

Pemerintah harus melakukan; pertama, menunda kenaikan iuran BPJS Kesehatan minimal hingga pandemi selesai, walaupun kondisi negara sedang sulit. Negara harus hadir untuk tetap menjamin keberlangsungan hidup seluruh warganya.

Tidak sedikit peserta kelas 1 dan kelas 2 yang terkena dampak Covid-19 ini, apalagi tidak sedikit karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang harus mengubah status kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi BP.

Jika pemerintah memaksakan naiknya iuran BPJS Kesehatan saat ini, BPJS Justru akan mengalami penambahan defisit karena kondisi ekonomi di masyarakat yang sedang mengalami penurunan, terutama di sektor-sektor ekonomi yang sangat terkena dampaknya.

Kedua, pemerintah harus fokus memperhatikan seluruh masyarakat yang terkena dampak Covid-19 ini. Jika kemarin Presiden Jokowi mengatakan akan memberikan bantuan kepada masyarakat, maka harus diawasi dengan cermat. Karena fakta di lapangan masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan bantuan tersebut.

Selain itu, pemerintah harus bisa mengambil kebijakan dengan analisa yang tepat untuk mengurangi penyebaran Virus Covid-19 ini. Tidak berjalannya PSBB di beberapa daerah, serta kebijakan membuka kembali akses transportasi, merupakan bukti pemerintah belum serius menghadapi pandemi ini.

Penulis berharap pemerintah beserta seluruh jajarannya bisa melakukan evaluasi serta menunda kenaikan BPJS dan melindungi seluruh warga negara Indonesia yang sangat terkena dampak wabah ini. Karena sejatinya, masyarakat menunggu hadirnya kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat.

Baca Juga  Kadang Islam Perlu Menjadi Oposisi Penguasa
Editor: Yahya FR
Avatar
17 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *