Tarikh

Jamaluddin Al-Afghani (6): Berjuang di Bawah Tirani Mamluk

4 Mins read

Oleh: Djarnawi Hadikusuma

Kerajaan Mesir memang bernaung di bawah pemerintahan Sultan Turki yang bertindak selaku Khalifah dari seluruh negara-negara Islam. Raja Mesir yang bergelar ”Khadewi” adalah bangsa Turki dan dalam pengangkatan pejabat-pejabat tinggi lebih mengutamakan mereka yang berketurunan Turki. Dengan demikian, keadaan negeri Mesir seolah-olah terjajah oleh bangsa Turki.

Dinasti Mamluk

Pada tahun 1250, Mesir diperintah oleh dinasti Mamluk, yaitu kaum budak-belian yang berhasil merebut kekuasaan. Tetapi, pada tahun 1517, kerajaan Turki di bawah perintah Sultan Salim II menundukkan Mesir dan menjadikan negara itu di bawah naungannya dan kaum Mamluk dibiarkan terus berkuasa dengan membayar upeti kepada Turki.

Bagi Turki, Mesir digunakan untuk menjadi pangkalan armada yang menjaga kelangsungan kekuasaannya atas Syria dan Arabia. Ketika Napoleon menduduki Mesir, pada tahun 1798, dengan alasan untuk mengawasi kaum Mamluk yang dianggap membahayakan terhadap keselamatan bangsa Perancis yang berada di sana, Sultan Salim III mengirimkan tentaranya ke Mesir dengan beberapa buah kapal. Dalam tentara itu terdapat seorang yang bernama Muhammad Ali. Karena keberanian dan jasa-jasanya, ia diangkat menjadi perwira dan ikut memegang pimpinan.

Tahun 1801, Napoleon beserta tentaranya berhasil dienyahkan. Muhammad Ali anak seorang Wakil Gubernur di Kavala yang terletak di pantai Macedonia, dilahirkan pada bulan Januari 1769. Ambisinya terlalu besar untuk mencapai kekuasaan. Dengan segala muslihat dan daya-upayanya, ia berhasil menguasai Mesir dan Sultan terpaksa mengangkat dia sebagai Wali Negeri.

Kaum Mamluk diizinkan memerintah di pedalaman dengan membayar upeti yang tinggi. Tetapi, pada tahun 1811, mereka ditumpas dan sejak itu Muhammad Ali menjadi satu-satunya penguasa di seluruh Mesir. Tetapi, ambisinya tidak berhenti di situ saja. Putranya yang bernama Tusun diutus dengan bala tentara untuk menaklukkan Madinah, Makkah, dan Thaif. Seorang putranya lagi, Ibrahim, menaklukkan Syria.

Baca Juga  Jamaluddin Al-Afghani (4): Perjuangan dan Fitnah dari Istambul

Muhammad Ali

Muhammad Ali seorang terpelajar. Dalam pemerintahannya, Mesir mencapai kemajuan pesat. Kota Kairo bertambah besar dan indah dengan pembangunan gedung-gedung yang megah, demikian Iskandariyah yang juga merupakan kota besar. Di sana ia membangun sebuah pelabuhan. Sebuah kanal digalinya untuk menghubungkan pelabuhan itu dengan Sungai Nil. Pertanian bertambah maju pula dan ini meningkatkan hasil produksi Mesir, yang pemasarannya dia memegang monopoli sebagai Wakil Negeri. Secara tidak langsung berlakulah nasionalisasi di negeri itu. Pada tahun 1822 dimulainya menanam kapas yang didatangkan dari Sudan.

Dibentuknya Kementerian Pendidikan, mendirikan Sekolah Teknik untuk pertama kalinya pada tahun 1816. Pada tahun 1827, dibukanya Sekolah Kedokteran, Professor, dan dokter-dokternya didatangkan dari Prancis. Dikirimnya mahasiswa ke Eropa atas biaya pemerintah. Surat kabar yang pertama yang diterbitkan oleh Muhammad Ali pada tahun 1828, sebagai suara resmi dengan nama Al-Waqai’ul-Mishriyyah.

Muhammad Ali wafat pada tahun 1848 dan digantikan oleh putranya, Abbas Pasya, seorang yang sangat fanatik dan sangat membenci peradaban Barat. Sekolah-sekolah yang bersifat baru ditutupnya dan banyak tenaga ahli asing dipulangkan ke negerinya. Pada tahun 1854, Abbas meninggal dan digantikan oleh Said, putra Muhammad Ali yang keempat. Pada bulan Desember 1856, ia berikan wewenang kepada Ferdenand de Lessepsuntuk menggali Terusan Suez. De Lesseps pernah menjabat Konsul Perancis untuk Mesir dan berkenalan baik dengan dia.

Modernisasi Mesir

Said wafat pada tanggal 17 Januari 1863 dan digantikan oleh Ismail, putra Ibrahim, seorang yang terpelajar dan berpikiran maju, tetapi juga seorang yang gemar kemegahan dan kemewahan lagi pemboros. Sifatnya sangat tamak akan kekuasaan dan peluasan daerah. Dipandang dari satu segi memang dia berhasil dalam pembangunan negerinya. Dialirkannya Sungai Nil melalui kanal-kanal yang digalinya untuk kepentingan irigasi, didirikannya perindustrian gula untuk pertama kalinya. Meningkatkan kelancaran lalu-lintas dengan membuka jalan kereta api baru dan memodernisasi sistem hubungan pos.

Baca Juga  Khalifah Ali (18): Kufah dan Muawiyah, Oposisi Baru

Kota-kota seperti Kairo, Iskandariyah, dan Suez diberinya aliran penerangan gas dan aliran air minum. Dalam bidang pendidikan pun amat besar jasanya. Selama pemerintahannya, jumlah sekolah yang dahulunya hanya 185 meningkat menjadi 4.817 buah. Dalam sejarah Mesir, dialah yang memelopori sekolah khusus untuk anak-anak perempuan.

Dalam masa pemerintahannya itulah, Terusan Suez diselesaikan. Terusan itu panjangnya 100 mil dan menelan biaya 20 juta pond, terdiri saham-saham yang umumnya dimiliki oleh pengusaha-pengusaha Eropa, terutama di Prancis. Peresmian Terusan Suez pada tahun 1868 membuka sejarah baru bagi Mesir sebagai negara yang memegang peranan penting dalam perdagangan serta percaturan politik internasional.

Kebangkrutan Mesir

Dan Ismail rupanya belum puas. Ambisinya yang terlalu besar mendorong dia memerangi dan menaklukkan negeri Darfur dan Massawa yang berbatasan dengan kerajaan Abyssinia. Seterusnya, dalam tiga kali penyerangan ke Abyssinia, tentaranya menderita kekalahan. Untuk mengambil hati Sultan, dia menaikkan upetinya kepada Kerajaan Turki dua kali ganda, yang karena itu Sultan menganugerahkan kepadanya gelar ”Khadewi” atau ”Penguasa.”

Peperangan yang menghabiskan biaya yang tidak sedikit, tabiatnya yang pemboros dan suka bermewah-mewahan, pembangunan gedung-gedung yang kurang perlu, menyebabkan keuangan negara bangkrut. Pajak petani dinaikkan lipat dua. Dibuatnya hutang ke luar negeri hingga bertumpuk-tumpuk, belum lagi dihitung hutang pemerintah Mesir kepada Inggris sebesar 3 juta pond ketika Said berkuasa.

Akhirnya, pada bulan November 1875, sahamnya atas Terusan Suez yang seharga 4 juta pond dijualnya kepada Inggris. Pada tahun 1876, hutangnya ke luar negeri hampir mencapai 100 juta pond, dan selama tiga bulan tidak membayar bunga atas pinjaman negara dan pinjaman pribadinya. Pengadilan negara-negara Eropa di Iskandariyah yang telah disahkan Sultan menghukum Khadewi untuk membayar hutangnya dan menyita istananya di Ramlah. Inggris dan Prancis membentuk panitia untuk memeriksa keuangan Mesir. Ini memaksa dia dan keluarganya untuk menyerahkan sebagian besar perkebuanannya kepada negara.

Baca Juga  Rasyid Ridla (4): Pengaruh Pemikiran Ibnu Taimiyah di Majalah Al-Mannar

Pengaruh Jamaluddin Al-Afghani

Keadaan tidak mungkin tertolong lagi. Rakyat yang tertindas tidak sabar dan bertambah insaf karena ceramah-ceramah Jamaluddin Al-Afghani. Pangeran Taufik yang sangat ingin menggantikan ayahnya mendekati Jamaluddin Al-Afghani menyatakan kesediannya membantu serta menjanjikan, apabila dia nanti telah naik tahta akan memperbaiki nasib rakyat dan memberikan demokrasi penuh.

Dengan bantuan pangeran ini, gerakan Jamaluddin Al-Afghani semakin meluas. Rakyat bertambah panas di dalam negara yang sedang menuju kehancuran ekonomi dan keuangan. Maka, pada tanggal 26 Juni 1879, datanglah perintah Sultan memecat Khadewi Ismail Pasya dan mengangkat putra sulungnya Pangeran Taufik sebagai Khadewi. (Bersambung)

Sumber: buku Aliran Pembaruan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id lewat penyuntingan

Editor: Arif

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *