Perspektif

Kapan Seseorang Wajib Membayar Zakat Penghasilan?

2 Mins read

Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang tidak hanya berdimensi keimanan tapi juga berdimensi sosial. Secara individu, zakat merupakan wujud keyakinan muslim yang berzakat (muzakki) kepada Tuhan dan secara sosial, zakat memberikan dampak kesejahteraan bagi muslim yang menerima zakat (mustahiq).

Setiap muslim yang memiliki harta dengan kepemilikan sempurna pada batas jumlah tertentu (nisab) dan telah bertahan satu tahun (haul) maka diwajibkan menunaikan zakatnya. Dua tujuan mulia ditunaikan zakat adalah untuk membersihkan harta dan mensucikan jiwa.

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah 103).

Dalam konteks zakat maal atau harta benda pada umumnya (selain ternak, hasil pertanian dan harta temuan) diqiyaskan pada emas dan perak, termasuk diantaranya adalah zakat penghasilan, deposito, tabungan, dan lain-lain. Mari kita mengambil contoh zakat penghasilan.

Seseorang dikatakan telah wajib membayarkan zakat penghasilan apabila pendapatannya telah mencapai nisab sebesar 85 gram emas per tahun dan kadar zakatnya sebesar 2,5%. Hal ini berkesesuaian dengan SK Ketua BAZNAS Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Nilai Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa Tahun 2024, bahwa; Nisab zakat pendapatan/penghasilan pada tahun 2024 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp 82.312.725,- (delapan puluh dua juta tiga ratus dua belas ribu tujuh ratus dua puluh lima rupiah) per tahun atau Rp 6.859.394,- (enam juta delapan ratus lima puluh sembilan ribu tiga ratus sembilan puluh empat rupiah) per bulan.

Baca Juga  Mencari Titik Temu Kepemimpinan Milenial

Telaah Matematis Nisab Emas dan Kadar Zakatnya

Pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana telaah matematis atas penentuan 85 gram emas tersebut? dan bagaimana munculnya 2,5% sebagai kadar zakat penghasilan?

Jawaban atas kedua pertanyaan tersebut bersumber dari hadits shahih dari Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan, dikutip dan diviralkan oleh Abu Dawud.

عن علي -رضي الله عنه- قال: ((…….فإذا كانت لك مائتا درهم، وحال عليها الحول؛ فعليها خمسة دراهم، وليس على شيء -يعني في الذهب- حتى يكون لك عشرون دينارا، فإذا كان لك عشرون دينارا وحال عليها الحول؛ ففيها نصف دينار)) ((صحيح سنن أبي داود))

 Artinya: “Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nisab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”.

Hadits di atas mengisyaratkan bahwa batas bawah (nisab) seorang muslim terkena wajib zakat adalah 20 Dinar. Ketentuan tersebut terpenuhi jika harta yang dimiliki telah mencapai satu tahun (haul). Satu dinar yang notabene merupakan logam mulia memiliki berat 1 mitsqal atau 1/7 tray ounce (satuan mashur dalam perhitungan logam mulia yang ditemukan sejak abad pertengahan di Troyes Perancis) atau senilai 4,25 gram. Dengan demikian 20 Dinar setara dengan 20×4,25= 85 gram logam mulia.

Selanjutnya hadits di atas juga mengindikasikan kadar zakat yang harus ditunaikan yaitu 0,5÷20=1÷40=0.025=2,5%. Sedangkan sepengetahuan penulis, tidak ada dalil naqli yang secara spesifik menjelaskan nisab 85 gram emas dan kadar zakat 2,5%. Penentuan numerik di atas sejatinya merupakan hasil penafsiran hadits dari para ulama terdahulu dalam kerangka fiqih kontemporer. Wallahua’lam.

Editor: Soleh

Baca Juga  Lazismu, Negeri Sepa, dan Mas Agus Edy Santoso
Noor Saif Muhammad Mussafi
3 posts

About author
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *