Tafsir

Kata al-Nahr dalam Al-Qur’an, Apa Maknanya?

3 Mins read

Salah satu ayat yang dihubungkan dengan ajaran kurban adalah QS. Al-Kautsar: 2. Pada ayat tersebut tertulis fa shalli li rabbika wanhar, “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”.

Surat al-Kautsar diberi makna dalam bahasa Indonesia “pemberian yang banyak”. Hal ini dihubungkan dengan kata pada ayat pertama yaitu al-kautsar yang diberi arti nikmat yang besar dan pemberian yang banyak. Dan juga, salah satu entitas al-kautsar adalah sebuah telaga di surga yang setiap mukmin akan minum di telaga tersebut.

Kata al-Nahr

Kata al-nahr ditemukan pada ayat kedua. Lafal al-nahr disebutkan dengan wanhar dari gabungan wa (huruf ‘athaf) dan inhar dengan bentuk amar kepada Nabi Muhammad Saw. Sehingga dimaknai berkurbanlah.

Dalam Tafsir Wajiz Kementerian Agama (2019), ayat ini diberi makna: karena itu, sebagai rasa syukurmu kepada Tuhanmu, maka laksanakanlah salat dengan ikhlas semata-mata karena Tuhanmu, bukan dengan tujuan ria; dan berkurbanlah demi Allah Swt dengan menyembelih hewan sebagai ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Redaksi makna ini menyandingkan salat dengan kurban. Begitu pula kata kurban dihubungkan dengan penyembelihan hewan. Kurban sebagai bentuk upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt dilakukan dengan menyembelih hewan.

Secara rinci, masih dalam Tafsir Kementerian Agama (2019), ayat ini ditafsirkan, dalam ayat ini, Allah Swt memerintahkan Nabi Muhammad Saw agar mengerjakan salat dan menyembelih hewan kurban karena Allah Swt semata. Karena Dia sajalah yang mendidiknya dan melimpahkan karunia-Nya.

Ayat ini memiliki hubungan makna dengan:

 قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ١٦٢ لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ ١٦٣

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim). (QS. Al-An’am/6: 162-163)

Baca Juga  Memahami Genealogi Studi Tafsir Al-Qur'an di Indonesia

Kata al-Dzibh, al-Nahr, dan al-Dzakat

Ketiga kata ini, di Bahasa Indonesia dipadankan dengan penyembelihan. Dalam bahasa Inggris, kata ini diartikan dengan slaughter. Kata ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, hadis, juga dalam kitab-kitab fikih.

Karena, salah satu kajian yang penting dikaji dalam fikih adalah penyembelihan. Penyembelihan yang sesuai dengan tuntutan syariat. Penyembelihan dengan atas nama Allah Swt, bukan atas nama sesembahan lainnya. Tak hanya itu, dalam fikih penyembelihan dijelaskan syarat hewan sembelihan, proses penyembelihan, keabsahan penyembelihan, juga distribusi daging sembelihan untuk sesama muslim.

Dalam kitab-kitab fikih, banyak digunakan kata al-dzabah dari kata jamak al-dzibh yaitu memotong. Kata al-dzibh dimaknai memotong karena banyaknya alat yang dapat digunakan untuk menyembelih hewan.

Al-Dzakat asalnya berarti Al-Tathayyub. Kata ini dimaknai bau yang sedap. Az-Dzibh dinamai dengan kata ini (al- dzakat), sebab syariat membuatnya menjadi baik, harum, dan sedap. Dikatakan pula, al-dzakat berarti al-tatmim (penyempurnaan).

Penyembelihan hewan atau memotongnya yaitu dengan jalan memotong tenggorokannya, atau organ untuk perjalanan makanan dan minumannya. Oleh karena hewan yang dihalalkan dimakan sekalipun, tetap tidak bisa dimakan kecuali dengan melalui pemotongan, selain ikan dan belalang. Demikian menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah.

Masih menurut Sayyid Sabiq, hal penting ini bertujuan untuk mematikan binatang sehingga dapat dimakan dengan cara baik. Al-dzibh diartikan memotong batang leher sebelah atas hewan untuk disembelih dengan persyaratan tertentu.

Begitu pula kata al-Nahr yaitu memotong batang leher sebelah bawah hewan. Cara ini disunatkan untuk menyembelih unta. Sedangkan hewan lainnya seperti sapi, kambing, dan sejenisnya harus disembelih pada batang leher sebelah atas.

Dalam fikih, disebutkan pula udhhiyah dan dhahiyyah. Kata ini diarahkan bagi unta, sapi, dan kambing yang disembelih pada hari Nahr (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ketiga kata ini, meskipun penyebutannya berbeda, namun maknanya sama dan memiliki arah yang sama yaitu penyembelihan.

Baca Juga  Empat Hadits Dha’if tentang Pencegahan Virus Corona
***

Kata wanhar dimaknai berkurbanlah dihubungkan dengan kurban Nabi Saw dengan unta. Namuun, menyembelih unta sama dengan menyembelih sapi dan domba. Dalam salah satu riwayat, Nabi Muhammad Saw menyembelih 100 ekor unta saat haji perpisahan di pagi hari di Mina.

Tujuh puluh di tangannya yang dermawan, dan tiga puluh di tangan Ali ra. Nabi Muhammad Saw mengagungkan salat dan kurban. Sebab, salat adalah rukun ibadah dan tiang agama, dan berkurban berhubungan dengan memberi makan sesama. Tidak ada keraguan bahwa keduanya adalah pemenuhan hak-hak hamba.

Dalam tafsir al-Bahr al-Muhith, Abu Hayyan menjelaskan terdapat penyebutan dua kata yang penting dikaji, yaitu salat dan kurban. Salat terdiri dari yang wajib dan sunat. Sementara kurban dimaknai pada penyembelihan dan persembahan.

Anas bin Malik menurutnya menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Saw diperintahkan salat dan kurban pada hari penyembelihan. Kata li rabbika pada ayat ini menjadi peringatan bagi orang kafir yang doa dan kurbannya ditujukan pada berhala.

Pengabdian dan Kepedulian

Proses penyembelihan harus dikaitkan dengan nama Allah Swt. Penyembelihan semata-mata untuk Allah Swt. Dalam hal ini, penyembelihan tidak sah apabila tidak menyebutkan nama Allah Swt. Ini sebagai bukti bahwa apa yang disembelih berupa hewan ternak tetap dikaitkan dengan Allah Swt, bukan dengan yang lainnya.

Sebab, Allah Swt yang menjadi al-Khalik dan memberikan nikmat yang banyak. Bersyukur atas segala nikmat diwujudkan dengan berkurban.

Daging sembelihan tidak dimakan sendiri. Ia dibagikan pada sesama terutama pada mereka yang sangat membutuhkan. Kurban menyimpan makna kepedulian terhadap sesama. Pengabdian kepada-Nya bersentuhan dengan kepedulian terhadap sesama. Dalam kurban terdapat sisi ketundukan dan kepedulian. Wallahu A’lam.

Editor: Yahya FR

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *