Perspektif

Maulid: Momentum Menggali Nilai-Nilai Politik Nabi Muhammad Saw

5 Mins read

Tahun ini, kembali kita memperingati sebuah peringatan sakral terkait lahirnya manusia pilihan. Seorang Insan yang dipilih oleh Allah pembawa risalah kenabian untuk membawa umat manusia menjadi hamba yang berbudi luhur dan beradab.

Momentum peringatan maulid tahun ini cukup istimewa dan akan lebih meriah. Hal ini tidak lain karena beberapa bulan kedepan kita bangsa Indonesia akan melakukan pesta demokrasi lima tahunan, yakni pesta pemilihan umum (Pemilu) yang memilih anggota dewan legislatif untuk semua tingkatan. Mulai tingkat kabupaten hingga tingkat Pusat. Sekaligus juga pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan juga Pemilihan Presiden beserta dengan wakilnya.

Kegiatan maulid yang diadakan di setiap level masyarakat, mulai tingkat RT hingga Istana, pedesaan hingga perkotaan, keluarga biasa hingga keluarga sultan sedikit banyak akan berpengaruh dalam iklim suasana politik pemilu yang waktunya tidak lama lagi. Acara-acara maulid hampir pasti akan menjadi sarana sekaligus wahana untuk saling menarik perhatian masyarakat luas. Terutama bagi setiap calon yang akan ikut berkontestasi dalam pesta lima tahunan ini.

Tentu hal tersebut menjadi sah-sah saja, selama dilakukan dengan elegan, mengikuti aturan dan tetap bertanggung jawab. Namun akan lebih menarik apabila momentum Maulid ini juga kita menggali nilai-nilai politik yang pernah dipraktekkan oleh kanjeng Nabi Muhammad shallahu alaihi wassalam. Terutama bagaimana dalam berpolitik tetap mengedapankan nilai-nilai keadaban. Di antara pelajaran yang penting terkait politik yang beradab tersebut adalah sebagai berikut:   

Politik yang Menjunjung Tinggi Nilai Kejujuran

Nabi Muhammad Saw sangat menekankan kepada setiap insan untuk selalu berlaku jujur. Jujur dalam perkataan sekaligus perbuatan. Kejujuran merupakan mutiara bagi setiap manusia yang merasa diri beriman. Jujur pasti akan membawa kepada kebaikan dan membuka segala kebaikan yang lainnya.

Pola perilaku politisi kita saat ini sudah sangat memuakkan. Dimana sulit sekali kita menemukan mereka yang konsisten dan sejalan antara janji dan realitanya. Menjadi sebuah hal yang lumrah seorang politisi ketika hendak maju sebagai calon, baik sebagai calon legislatif maupun eksekutif, berbagai janji diumbar dan dengan narasi indah sehingga orang mudah untuk terbuai untuk memilihnya.

Namun apa daya, ketika telah terpilih, semua janji tinggal janji. Berjanji akan mensejahterakan rakyat, realitanya yang sejahtera hanya diri, keluarga, dan kelompoknya saja. Janjinya akan menegakkan keadilan, nyatanya keadilan hanya berlaku untuk lawan politik dan di luar golongannya. Hukumnya hanya tegak dan runcing kepada kalangan lemah, namun lumpuh dan tumpul untuk kalangan pejabat dan orang yang berduit.

Baca Juga  Reasons why Islam is Widely Accepted in the West

Jujur merupakan modal besar untuk membangun sebuah bangsa yang beradab. Darinyalah sumber-sumber kebaikan akan terwujud. Segala proses politik yang terbangun dari nilai-nilai kejujuran, maka akan melahirkan kepemimpinan yang amanah. Kepemimpinan yang amanah akan mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan berkemakmuran.

Demikian pula sebaliknya, segala proses politik yang terlahir dari segala macam kebohongan, kedustaan, kepalsuan, serta tipu-tipu, ujungnya  hanya akan melahirkan kepemimpinan yang buruk. Kepemimpinan yang buruk, hanya akan mewujudkan kemakmuran bagi para penjahat, dan memberikan kesengsaraan bagi para masyarakat.

Politik yang Mewujudkan Keadilan Merata

Salah satu pesan politik Nabi Muhammad Saw yang mesti teraktualisasikan dalam kehidupan berbangsa adalah mewujudkan keadilan. Penyebab terbesar pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kehidupan masyarakat adalah ketika keadilan sudah mulai pincang. Kemakmuran yang tidak merata, kesejahteraan hanya milik segelintir golongan tertentu, dan hukum yang dipermainkan, runcing kebawah namun tumpul ke atas.

Begitu pentingnya keadilan, Al-Qur’an sebagai sumber rujukan utama umat manusia, menyebutkan kata adil dengan jumlah yang cukup banyak.  Kata al-Adl, dalam berbagai bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 28 kali. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an membicarakan keadilan sekaligus memberi khabar bahwa Allah Swt adalah sumber keadilan. Dia memerintahkan untuk menegakkan keadilan di dunia ini kepada para rasul-Nya dan seluruh umat manusia. Bahkan salah satu sifat Allah yang disebut dalam al-Asma al-Husna, nama Allah salah satunya adalah al-‘Adl,  tepatnya di asma yang ke- 30 dari 99 al-Asma al-Husna.

Rasulullah sebagai pemimpin juga memberikan keteladanan dalam menegakkan keadilan. Dalam menegakkan keadilan hukum misalnya, Nabi mengingatkan kepada sahabat dan kepada kita semua untuk menegakkan keadilan hukum secara merata kepada siapa pun. Jangan sampai karena punya kedudukan, jabatan dan berharta hukum menjadi tumpul, dan baru akan tajam kepada rakyat biasa yang tidak punya apa-apa. Hal ini sebagaimana peringatan beliau dalam sabdanya:

Baca Juga  Politik Identitas No, Politik Programatik Yes

“Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum). Namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari).

Hadis ini sangat tegas, dimana Nabi memberi peringatan keras kepada kita bahwa, binasanya sebuah bangsa ketika keadilan tidak ditegakkan secara adil dan merata. Lebih lagi apabila yang melanggar adalah orang berpunya, atau istilah saat ini anak sultan, keluarga pak lurah atau orang dalam, terkadang hukum sulit untuk tegak lurus, dia loyo tumpul dan tidak berdaya. Namun ketika yang melanggar rakyat biasa, hukum akan cepat tegak, perkasa dan bertenaga untuk segera memberikan vonis.

Rasulullah langsung memberikan contoh serta memberikan jaminan, sekiranya anak kandungnya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, beliaulah yang akan mengeksekusi langsung penegakan hukumnya. Inilah yang disebut keadilan yang otentik, tegak lurus, menghukum kepada siapa saja yang melanggar, tanpa memandang siapa dan punya apa.

Politik yang Menghadirkan Persaudaraan

Satu hal penting yang mesti menjadi perhatian ketika pesta demokrasi, baik ketika pemilihan anggota legislatif, kepala daerah, hingga presiden, yang selalu muncul adalah dukung mendukung. Munculnya kubu yang memiliki calon masing-masing sehingga sering memicu terjadinya perselisihan hingga perpecahan. Hal ini sering sekali kita temui di masyarakat. Bahkan perpecahan ini terus berlanjut meskipun pemilihan sudah selesai.

Tentu ini menjadi sebuah preseden yang buruk. Politik hadir bukan untuk saling memecah, namun untuk saling bersama. Politik hadir bukan untuk saling bermusuhan, namun untuk saling bersaudara. Pilihan boleh berbeda, namun persaudaraan tetap menjadi hal utama. Inilah yang menjadi tugas utama bagi setiap kita untuk menjadikan ajang pesta politik mesti menjadi ajang menguatkan tali persaudaraan sebagai anak bangsa yang memiliki cita-cita yang sama untuk memajukan negeri.

Menghadirkan persaudaraan juga dicontohkan oleh Nabi ketika peristiwa hijrah ke Madinah. Sebagai modal awal membangun masyarakat, Nabi mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Mereka yang memiliki perbedaan latar belakang suku, ras,  namun oleh Nabi mereka dipersaudarakan. Nabi paham betul bahwa mustahil membangun sebuah negara bila penduduknya tidak bersatu. Mempersaudarakan dua kaum ini, menjadi modal awal sekaligus langkah strategis untuk melakukan langkah-langkah perjuangan besar selanjutnya.

Baca Juga  Politik Islam dan Makna Kemaslahatan

Hasil dari didikan persaudaraan yang dilakukan oleh Nabi, dalam tempo waktu yang tidak terlalu lama, menjadi sebuah kekuatan yang tak tertandingi. Bagaikan  sebuah bangunan yang tersusun rapi, kuat dan tidak mudah untuk goyah apalagi roboh. Hasil didikan persaudaraan inilah yang kemudian menghasilkan orang-orang pilihan yang terus menyebarkan risalah Islam ke seantero dunia.

Perjalanan panjang bangsa kita dalam setiap pergelaran pesta demokrasi, selalu miris diakibatkan seringnya muncul perpecahan antar kubu. Munculnya kelompok yang saling mencela, saling membenci saling fitnah bahkan tidak sedikit yang beradu fisik menjadi konsumsi kita setiap ajang pemilihan.

Saatnya kita berubah, politik yang memecah belah dan saling membenci mesti segera kita akhiri. Pesta politik kita mesti menjadi sebuah pesta yang bermartabat, elegan, dan berkemajuan. Kesadaran besar bahwa apabila kita kuat, bangsa kita pun akan menjadi kuat wajib terus untuk digelorakan. Demikian pula sebaliknya, bila kita terpecah, negeri tercinta akan menjadi negeri yang lemah, mudah diadu domba, dan akhirnya bisa terjadi disintegrasi bangsa.

Momentum maulid mesti menjadi momentum terbaik kita ditahun ini dalam rangka menyongsong  tahun politik di tahun 2024. Maulid tahun ini  yang diperingati mulai dari tingkat RT hingga istana negara wajib menjadi spirit dan inspirasi. Pesan bahwa kita akan berpolitik sesuai dengan politik adiluhung yang telah dicontohkan oleh kanjeng Nabi. Politik yang menjunjung tinggi kejujuran, menegakkan keadilan dan menghasilkan kekuatan persaudaraan antar anak bangsa.

Dengan modal inilah, saya sangat yakin negeri kita Indonesia yang kita cintai bersama, akan mampu menjadi sebuah negara yang maju, berkemajuan, dibingkai dengan nilai akhlak dan adab, sehingga mampu menjadi sebuah negara bangsa yang berperadaban.

Editor: Soleh

Furqan Mawardi
16 posts

About author
Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Pengasuh Pondok MBS At-Tanwir Muhammadiyah Mamuju
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *