Perspektif

Melawan Aturan Demi Tradisi

3 Mins read

Ahad, 24 Mei 2020 adalah hari istimewa bagi umat muslim. Disebut istimewa karena biasanya dimaknai sebagai raya syukur atas  kemenangan umat muslim setelah melaksanakan puasa di bulan Ramadan. Hari kemenangan ini biasa dikenal masyarakat Indonesia sebagai hari raya Idulfitri, dan bertepatan dengan datangnya bulan Syawal. Namun muncul fenomena melawan aturan demi tradisi.

Melawan Aturan Demi Tradisi

Idulfitri dan datangnya bulan Syawal merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan, ada banyak kegiatan yang dipersiapkan dan dilaksanakan dalam menyambutnya. Bahkan kegiatan-kegiatan ini kini bisa dikatakan sebuah kewajiban di Indonesia.

Kewajiban ini melekat dengan berbagai tradisi di setiap daerahnya. Namun, yang paling umum dilakukan orang adalah pergi bersilaturahmi ke tetangga, teman, dan saudara untuk saling bermaaf-maafan, bersalam-salaman, hingga mudik ke kampung halaman.

Namun, pasca pandemi yang menginfeksi berbagai negara, pemandangan hari raya Idulfitri kali ini sangat berbeda dari perayaan Idulfitri sebelum-sebelumnya. Semua tradisi yang biasa dilihat saat hari raya Idulfitri pun tidak dapat dilihat sebagai mana tradisi tersebut biasa dilaksanakan.

Melihat banyaknya masyarakat yang terinfeksi Covid-19, Covid-19 berkamuflase menjadi penyakit yang mengerikan. Beberapa bulan lalu, informasi terkait virus ini bermunculan di stasiun televisi, surat kabar cetak maupun online. Virus ini pertama kali muncul di Cina, tepatnya disalah satu pasar ikan Wuhan.

Hal yang menjadi ketakutan terbesar semua orang adalah proses infeksi ke tubuh manusia. Virus ini termasuk pintar, karena mampu menyamar pada sistem imun tubuh manusia yang sehat sehingga sulit dilacak. Sasarannya pun tidak pandang bulu, dari mulai orang dewasa, lansia, anak-anak bahkan bayi pun dapat terinfeksi Covid-19..

Dampak dari penyebaran Covid-19 yang sangat cepat hingga ke berbagai macam belahan dunia tidak terkecuali Indonesia membuat seluruh kegiatan yang biasa dilaksanakan menjadi tertunda bahkan tidak terlaksana. Salah satu kegiatan yang terkendala adalah tradisi-tradisi yang biasa dilaksanakan saat mendekati Idulfitri dan saat hari raya Idulfitri.

Baca Juga  Bagaimana Sikap Buya HAMKA Terhadap Filsafat?

Tradisi yang biasa dilakukan masyarakat menjadi tertunda karena terdapat berbagai macam aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah. Aturan ini dibuat sebagai cara menghentikan penyebaran Covid-19 semakin meluas, aturan itu berupa larangan mudik, PSBB, hingga social distancing. Sayangnya banyak yang melawan aturan demi tradisi.

PSBB, Social Distancing, dan Larangan Mudik

PSBB, social distancing dan larangan mudik adalah aturan-aturan pemerintah yang dibuat sebagai cara untuk memutus tali penyebaran Covid-19. Tetapi, peraturan yang dibuat pemerintah ini berdampak kepada tradisi yang biasa di lakukan oleh masyarakat.

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) adalah salah satu aturan yang dibuat pemerintah. Aturan ini dibuat dengan ketentuan menjaga wilayah yang termasuk ke dalam zona merah dimasuki orang dari luar daerah dan sebaliknya, hal ini menjaga agar penyebaran virus corona tidak semakin meluas.

Social distancing adalah aturan yang dibuat pemerintah dengan memberlakukan aturan jaga jarak sosial antar masyarakat. Peraturan ini dibuat karena penyebaran virus ini yang dapat melalui apapun membuat masyarakat harus menjaga jarak antar sesama

Larangan mudik menjadi salah satu aturan yang ditetapkan pemerintah sebagai upaya memutus penyebaran Covid-19 tidak sampai ke daerah-daerah tujuan para  pemudik. Karena hampir seluruh pasien yang terinfeksi virus corona berasal dari kota.

Pembuatan aturan yang cukup ketat ini, tidak lain karena penyebaran virus corona yang semakin tidak terkendali. Penyebaran yang semakin tidak terkendali itulah yang mendorong pemerintah membuat aturan yang cukup ketat sebagai upaya menanggulangi virus ini.

Aturan yang Dilanggar

Penerapan aturan-aturan yang dibuat pemerintah membuat pelaksanaan tradisi yang biasa dijalankan oleh masyarakat menjelang hari raya menjadi terhambat. Larangan mudik dan PSBB membuat masyarakat di kota  tidak dapat pergi ke kampung halaman.

Baca Juga  Covidiot: Kaum Keras Kepala

Pemberlakuan sosial distancing juga berpengaruh terhadap tradisi yang biasa dilakukan seperti bersilaturahmi ke rumah tetangga hingga saudara. Padahal tradisi pergi bersilaturahmi kerumah tetangga hingga saudara sudah lazim dilakukan masyarakat saat hari raya  Idulfitri.

Pada dasarnya pemerintah memberlakukan semua aturan yang dibuatnnya untuk kebaikan bersama, demi tidak menyebarnya covid-19 ini. Tetapi, berlakunya peraturan yang dibuat, tidak membuat semua masyarakat mengikuti peraturan yang ada, banyak masyarakat yang lebih memilih tradisi mereka daripada kesehatan semua pihak.

Pada aturan larangan mudik sudah jelas bahwa masyarakat dilarang untuk mudik ke kampung halamannya. Tetapi banyak masyarakat yang tidak mengindahkan aturan tersebut, banyak dari masyarakat yang tetap nekat untuk pergi ke kampung halamannya masing-masing.

Aturan sosial distancing pun banyak disepelekan oleh masyarakat, bahkan banyak juga yang tidak memperdulikan hal tersebut. Padahal menjaga jarak antar individu sebagai salah satu cara untuk mengatasi penyebaran Covid-19.

Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat tidak lain karena mereka lebih mementingkan tradisi yang biasa mereka jalani setiap tahunnya dari pada kesehatan mereka. Mereka meyakini bahwa hidup, mati, sehat dan sakit seseorang datangnya dari Tuhan, sehingga mereka mengabaikan semua aturan-aturan yang berlaku.

***

Sebenarnya apa yang dilakukan masyarakat dengan melanggar aturan-aturan yang ada sangatlah tidak dibenarkan. Masih banyak cara untuk mereka dapat bersilaturahmi dan melepas rindu kepada saudara dikampung tanpa  harus bertemu secara langsung.

Seperti anjuran pemerintah, semua hal tersebut dapat diganti menjadi secara virtual. Kita dapat bersilaturahmi secara virtual, bisa melepas rindu recara virtual, dan masih banyak lagi yang dapat kita lakukan tanpa harus melanggar peraturan yang telah dibuat.

Seharusnya apa yang sudah menjadi aturan, haruslah kita laksanakan. Walaupun sebuah tradisi tersebut adalah sesuatu yang harus dilakukan. Sebuah tradisi masih dapat kita tunda tetapi kesehatan adalah anugerah dari Tuhan yang tidak dapat kita tunda apapun alasannya.

Baca Juga  Sungguh, Saya Tidak Suka Kuliah Daring!

Editor: Nabhan


Iklan kemitraan Lazismu.org

Avatar
1 posts

About author
Ahmadar Ega Pratama, biasa dipanggil ega. Lahir tanggal 21 Februari 1999 di Jakarta. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Jakarta.
Articles
Related posts
Perspektif

Kacamata Maqashid Syariah: Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi

3 Mins read
Kekerasan Seksual yang Menghantui Kehidupan Kasus kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual menjadi suatu PR besar hingga saat ini. Berbagai kasus terus bertambah…
Perspektif

Ghasab dan Tata Cara Pengelolaan Tanah dalam Islam

3 Mins read
عَنْ سَعِيدِ بنِ زَيْدِ اللهُ أَنَّ رَسُولَ الله ﷺ قَالَ: «مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهِ إِيَّاهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ…
Perspektif

Kritik Ivan Illich Terhadap Pendidikan Masa Kini

4 Mins read
Sejak bulan lalu, saya sedang tertarik membaca beberapa topik terkait pendidikan kritis. Akhirnya, guna memfasilitasi ketertarikan saya itu, saya mengumpulkan beberapa buku….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds