Inspiring

Memahami Akal Merdeka ala M. Natsir

2 Mins read

M. Natsir terlahir dari rahim Khadijah pada 17 Juli 1908 di Jembatan Berukir Alahan Panjang, Solok, Sumatra Barat. Atau bertepatan pada hari Jum’at, 17 Jumadil Akhir 1936 Hijriah. Mohammad Idris Sutan Saripado adalah Ayah kandungnya yang merupakan seorang pegawai rendah dan pernah menjadi juru tulis di kantor Kontroler, Maninjau.

Di usia remaja, M. Natsir mengalami kehidupan yang begitu berat dan penuh dengan perjuangan. Akan tetapi, keadaan inilah yang menurutnya dapat menimbulkan kesadaran bagi dirinya. Kesadaran bahwa rasa bahagia tidak terletak pada kemewahan dan serba kecukupan semata. Rasa bahagia terletak pada kepuasan hati tanpa ada tekanan dan bebas. Berani mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, tidak mengalah pada keadaan, tidak berputus asa dan percaya pada kekuatan dan kemampuan yang ada pada diri sendiri.

Membuka Ruang Berfikir

Dalam artikelnya yang berjudul Sikap Islam terhadap Kemerdekaan Berpikir, Tradisi, dan Disiplin yang dimuat Pandji Islam, April-Juni 1940, M. Natsir mencoba membuka ruang berfikir dan menempatkan posisi Islam terhadap kemerdekaan berpikir. Ia mengatakan, “akal merdeka telah memerdekakan kaum Muslimin dari kekolotan yang membekukan otak dan akal merdeka telah melepaskan kaum Muslimin dari gedachte-indolentie dalam kemalasan berpikir”.

Dalam memperkuat argumennya, ia juga mencontohkan beberapa tokoh mutakallim yang karena akal merdeka pulalah dapat melahirkan orang-orang hebat. Seperti Fakhrudin Al-Razi yang menulis tafsir Al-Qur’an tetap up to date hingga sekarang. Lalu Al-Asy’ari yang berani membantah ajaran rasional Mu’tazilah dan keluar darinya, Imam Al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah, Muhammad Abduh dan lain-lain.

Akan tetapi dalam satu tarikan nafas pula, M. Natsir juga mengingatkan bahwa “lantaran akal merdeka pula telah timbul ‘itikad pantheisme di kalangan ahli tasawuf. Seperti ditulis Lukman Hakiem (2019), lantaran akal merdeka yang tidak mau tahu dengan aturan-aturan pengambilan Qur’an dan hadits. Terjadi pula membolak-balikkan makna Al-Qur’an dan Hadits itu sebagaimana yang cocok dengan si akal merdeka itu sendiri pula.

Baca Juga  Grebeg Syawal, Simbol Kearifan Yogyakarta

Bagi M. Natsir, akal merdeka ibarat api yang mungkin berbentuk lampu yang gemerlapan memimpin kita dari gelap gulita kepada terang-benderang. Tetapi sering kali pula ia menyala berkobar-kobar membakar rumah atau gedung. Agama datang membangunkan akal dan membangkitkan akal itu. Serta menggemarkan agar manusia memakai akalnya dengan sebaik-baiknya sebagai suatu nikmat Ilahi yang maha indah.

Akal Merdeka

Agama Islam akan hanya ada jasadnya saja, rohnya hilang apabila akal merdeka dibiarkan merasionalisasikan agama tanpa mengenal batas (motode/cara berfikir), melepaskan semua kriterium, dan melepaskan semua ukuran keagamaan. Serta berhakim kepada diri sendiri, riwayat atau histori semata.

Seperti kasus Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada pekan lalu. Dilansir portalsulut.com, pada Jum’at 28 November 2020 sekitar pukul 08.00 WITA. Kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora menyerang permukiman warga transmigrasi dan membunuh empat orang serta membakar beberapa rumah di Dusun Lima Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi.

Kasus tersebut jelas sudah merupakan tindak kriminal yang diusung dari persoalan agama dipahami dengan bebas makna yakni menggunakan akal merdeka tidak sesuai degan kriteria agama. Kasus lain pun juga turut berdatangan seperti banyak beredar video adzan bersama jama’ah yang membawa pedang dan celurit. Parahnya lagi, hayya ‘ala shola di ganti dengan hayya ‘ala jihad.

Dengan tegas M. Natsir berkata bahwa “yang dihajatkan manusia ialah suatu agama yang agama itu menjadi kriterium, menjadi hakim, menjadi ukuran absolut, menentukan apakah segala sesuatunya benar atau salah. Di sini terletak keperluan kita kepada agama.” Dengan ini tersirat bahwasannya agama menjadi sebuah patokan atas akal merdeka.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Baca Juga  Muhammad Ali Pasha, Penggagas Modernisasi Pendidikan di Mesir
Avatar
4 posts

About author
PD IPM KOMAL
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *