Inspiring

Mengenang Pak Malik Fadjar: “Ambil Sendiri di Dompet, Sisain 50 untuk Naik Bis”

2 Mins read

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kabar meninggalnya tokoh Muhammadiyah Prof. Malik Fadjar segera menyebar di berbagai grup WA. Pak Malik meninggal pada usia 81 tahun di RS Mayapada Jakarta, Senin (7/9/2020) pukul 19.00 WIB.

Pak Malik Fadjar Seorang Perokok

Ada dua hal yang menarik dari Pak Malik, tentu itu hanya secuil dari sekian banyak cerita tentang lelaki bertubuh tinggi besar itu. Pertama, beliau perokok berat. Padahal orang-orang Muhammadiyah kebanyakan tidak merokok.

Banyak teman-teman saya, aktivis Muhammadiyah juga, bahkan pimpinan, masih klepas-klepus saat berkegiatan. Tidak hanya anak-anak muda yang aktif di ortom, yang senior-senior juga sama, tak bisa meninggalkan rokok.

Walaupun ada yang mengharamkan, mereka ya tetap saja, merokok. Cuma kalau ada bapak-bapak dan ibu-ibu pimpinan, mereka kadang menjaga diri dengan tidak secara demonstratif menikmati nikotin.

Kembali soal Pak Malik yang juga suka kretek. Ada humor soal beliau yang saya kutip dari website Muhammadiyah Garis Lucu. Ceritanya, beliau tengah menikmati rokok di sudut sebuah bandara. Kebetulan, tokoh NU K.H. Hasyim Muzadi, menyaksikan itu dan menegur, “Loh, sampean Muhammadiyah kok merokok?”

Pak Malik menjawab, ”Oh ya, aku sedang pindah NU.”

Sebagaimana kita ketahui, NU tidak mengharamkan rokok. Kiai-kiai NU banyak yang suka udut, berbeda dengan ustaz atau kiai Muhammadiyah. Lalu Kiai Hasyim Muzadi bertanya lagi, “Loh, nanti kalau rokoknya sudah habis?”

“Ya, pindah Muhammadiyah lagi” ucap Pak Malik.

Pak Malik Fadjar Seorang Alumnus HMI

Hal kedua, beliau itu alumnus HMI. Aktivis hingga pimpinan Muhammadiyah dari ranting hingga pusat sebagian disokong oleh alumni HMI. Ada kedekatan psikologis antara alumni HMI dengan Muhammadiyah. Beliau aktif di HMI saat kuliah di IAIN Sunan Ampel di Malang. Awalnya, beliau adalah guru agama di Sekolah Rakyat Negeri di Taliwang, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Juga  Aceng Zakaria, Ulama Jago Baca Kitab Kuning dengan Segudang Karya

Saat kuliah lagi di IAIN Sunan Ampel pada 1963, dia masuk HMI. Bisa jadi Pak Malik seangkatan dengan Nurcholish Madjid (Cak Nur) ketika aktif di HMI. Di dunia pendidikan Muhammadiyah, beliau ini tergolong tokoh. Muhammadiyah itu organisasi yang identik dengan ormas yang berkhidmat di bidang pendidikan. Jadi, salah satu tokoh pendidikan Muhammadiyah ya beliau.

Pak Malik pernah menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), bahkan kemudian merangkap sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Kini, kedua perguruan tinggi Muhammadiyah itu diperhitungkan di Indonesia. Beliau juga pernah menjabat Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Nasional.

“Sisain 50 ya, Buat Naik Bis ke Malang”

Senior saya, Mas Harsono Hadi, bercerita saat aktif di HMI Cabang Solo. Saat itu, Pak Malik berkantor di Kampus UMS. Seperti biasa, saat mau mengadakan Latihan Kader (LK) II, Mas Harsono menemui beliau untuk memintanya menjadi pembicara sekaligus “nyadong tampah” alias meminta sumbangan untuk acara itu.

Aneh yaa, jadi pembicara tetapi malah dimintai bantuan hahahahaha. Itulah tradisi junior kepada senior. Masih menurut Mas Harsono, awalnya beliau dengan berapi-api mengkritisi kemunduran tradisi intelektual di HMI. Mas Harsono hanya manggut-manggut mendengarkan wejangan senior.

Setelah itu, beliau mengeluarkan dompet dari kantongnya, menyerahkan kepada Mas Harsono. Beliau meminta Mas Harsono mengambil sendiri uang di dompet. Wow.

“Sisain 50 ya, buat naik bis ke Malang,” ujar beliau. Waktu itu, Pak Malik harus membagi waktu antara tinggal di Malang dan Solo, mengurusi UMM sekaligus UMS.

Saya sempat bertanya kepada Mas Harsono, berapa uang yang diambil dari dompet itu. “Seingatku 150 (maksudnya Rp150.000),” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) yang kini menjadi konsultan manajemen di Jakarta itu.

Baca Juga  Penundaan Muktamar Muhammadiyah Ketiga Kalinya dalam Sejarah

Kalau Rp150.000 yang diambil Mas Harsono, lalu disisain Rp50.000, jadi, uang di dompet beliau saat itu Rp200.000. Lucu juga ya gaya Pak Malik memberi sumbangan.

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Redaktur Solo Pos
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…