Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan khazanah budaya peninggalan masa lampau. Salah satu di antaranya adalah peninggalan dalam bentuk manuskrip yang merupakan hasil tulisan tangan dari para leluhur bangsa. Naskah peninggalan masa lampau tersebut dapat dijumpai hampir di setiap daerah dalam jumlah yang tidak sedikit dan jenisnya sangat bervariasi.
Digitalisasi Naskah Kuno Nusantara
Sebagai warisan leluhur, manuskrip merupakan salah satu peninggalan yang banyak di Aceh dan dapat diperoleh di beragam kolektor saat ini. Naskah kuno atau manuskrip adalah dokumen dalam bentuk apa pun yang ditulis dengan tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih (UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab I Pasal 2).
Dengan aturan tersebut, tidak sulit bagi Aceh untuk menentukan naskah kuno sebagai dokumen berharga. Faktanya, disebabkan minimnya sosialisasi yang dilakukan membuat masyarakat kurang mengerti status tersebut, khususnya di pedalaman Aceh. Perihal tersebut membuat banyak naskah di Aceh terpendam dalam gudang, sudut meunasah (balai), pondok dayah (pesantren), dan beragam tempat yang kurang layak untuk penyimpanan naskah.
Namun, keberadaan naskah kuno yang tersebar di Nusantara ini keadaan media fisiknya sangat menghawatirkan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Maka dari itu, pada era perkembangan zaman ini, naskah manuskrip dapat kita temukan dengan mudah; yaitu melalui proses digitalisasi naskah.
Digitalisasi manuskrip adalah proses pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan milik Kementerian Agama RI merupakan salah satu web jika kita ingin menelusuri manuskrip dalam bentuk digital.
Manuskrip Hasil Digitalisasi: Doa
Pada web tersebut, saya menemukan salah satu manuskrip yang diberi judul Doa. Naskah ini menurut saya sangat unik, karena naskah ini terdiri dari tiga teks. Naskah ini berasal dari Aceh, dan terdaftar di web naskah dengan kode LKK_Aceh2015_MKR26.
Pasca 2004, geliat inventarisasi naskah di Aceh semakin berkembang, termasuk di dalamnya penyusunan katalog buku dan online, sehingga jumlah naskah mencapai 4000 buah naskah. Tumbuhnya kesadaran tersebut juga dialami di kalangan masyarakat Aceh dalam melestarikan warisannya, sebagaimana disinggung di atas terhadap tipe para kolektor di masyarakat yang mulai beralih fungsi.
Kembali lagi ke naskah yang dibahas, sebenarnya naskah ini tidak memiliki judul, karena dari naskah ini berisikan doa-doa, maka diberi judul Doa. Naskah ini lengkap memiliki halaman awal dan akhir, namun informasi tahun penulisan dan penulisnya tidak diketahui. Naskah ini awalnya disimpan oleh Teungku Muhammad, Jurong Pande, Pidie. Sekarang, naskah ini merupakan koleksi Masykur yang berlokasi di Gampong Blang Glong, Bandar Baru Pidie Jaya.
Naskah ini berjumlah 62 halaman dengan jumlah baris pada setiap halaman dengan jumlah baris pada setiap halamannya 12 baris. Naskah ini berukuran 17 x 11.5 cm dan ukuran teksnya 15 x 10 cm. Manuskrip ditulis dalam Bahasa Arab dan Melayu dengan menggunakan aksara Arab dan Jawi. Bentuk tulisan pada manuskrip ini yaitu prosa, sedangkan alas naskah yang digunakan yaitu kertas Eropa dengan garis halus dan tebal di dalamnya. Naskah ini ditulis dengan tinta hitam dan merah.
Walaupun kondisi naskah sudah bolong-bolong, tetapi isinya dapat dibaca dengan baik. Kertasnya juga masih bagus, meskipun warna kertas sudah mulai berubah menjadi kecoklatan, dan terdapat bekas air. Naskah ini tidak memiliki sampul dan jilidan naskah ini masih diikat benang, sehingga lembarannya masih teratur.
Isi Naskah Manuskrip Digital Doa
Naskah ini berisikan doa-doa yang diperuntukkan pada suatu waktu tertentu. Selain itu, manfaat dan cara membaca doa juga diuraikan lengkap di dalam teks.
Adapun kutipan teks awal adalah: “Fā’idah iżā qālahu syakhṣun alḥanafī wa uqida ‘alā imra’atin fī mażhabi ṡumma ṭallaqaha falahur rujῡ‘i an taqlidihi wa taqlīdi mażhab gairihi…“
Artinya: “Kaidah apabila berkata seseorang penganut madzhab hanafi dan telah diakadkan atas wanita dalam madzab, kemudian talak maka kembali kepada taqlidnya dan taqlid madzabnya.“
Kutipan akhir teks: “…lam pandangan ureung Irak empunya syuhud nyan keutuhan qadim sedia sidro ma‘bud hana laen sekiranya yang maksud.“
Artinya: “Dalam pandangan orang irak empunya syuhud, dia nya adalah keutuhan qadim sedia seorang ma’bud tidak ada yang lain sekiranya yg dimaksud.“
Kutipan teks awal tersebut memang membicarakan tentang akad dan talak, namun tidak hanya membicarakan tentang hal itu saja. Karena dalam manuskrip ini, berisikan bermacam-macam doa lainnya yang diperuntukkan pada waktu tertentu.
Editor: Zahra