Perkembangan Kulliyatul Muballighin Padang Panjang tidak lepas dari perkembangan Muhammadiyah di Minangkabau pada masa itu. Secara administrasi, organisasi cabang Muhammadiyah pertama yang mendapat pengesahan dari hoofdbestuur Muhammadiyah Yogyakarta adalah Muhammadiyah Cabang Padang Panjang dengan besluit Hoofdbestuur No. 36 tanggal 20 Juli 1927 (Deliar Noer, 1996).
Sejak itu, Muhammadiyah Padang Panjang tidak henti-hentinya mengembangkan amal usaha untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Tamimy dan Hadikusumo, 1972: 19). Amal usaha pendidikan pertama yang dirintis di Kauman Padang Panjang adalah Holland Indlansche School Met de Qoran (Mardjohan, 2006).
Pasca gegap gempita Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi, Konsul Muhammadiyah Minangkabau yang dipimpin Sutan Mansur– membeli Hotel Merapi seharga f 250 di Guguk Malintang. Kompleks Hotel Merapi terdiri dari bangunan dan tanah seluas dua hektar itu, sekarang dikenal dengan nama Kompleks Perguruan Muhammadiyah Kauman Padang Panjang (Sufyan, 2014).
Langkah berikut yang dilakukan persyarikatan adalah membangun Tabligh School Muhammadiyah khusus putra tahun 1931 (Hasan Ahmad, 1973). Sekolah ini didirikan berdasarkan permintaan beberapa daerah seperti Aceh, Tapanuli, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan untuk mengirim calon-calon pendidik dan pemimpin yang mampu menggerakan amal usaha Muhammadiyah. Direktur pertama di sekolah menengah Muhammadiyah ini adalah Hamka.
Pada tahun 1935, beberapa orang alumni Thawalib dan Diniyah School Padang Panjang menemui Hamka, seperti Abdullah Kamil, dan Rasyid Idris Dt. Sinaro Panjang. Mereka meminta Hamka untuk mengaktifkan kembali Tabligh School Muhammadiyah.
Pesatnya perkembangan Tabligh School, mendorong Konferensi Muhammadiyah ke-11 di Maninjau mengubah nama sekolah ini menjadi Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah, kemudian diresmikan tanggal 2 Februari 1936. Alumni pertama Tabligh School yang direkrut sebagai staf pengajar di Kulliyatul Muballighin adalah Malik Ahmad (Buletin Soeara Moehammadijah April tahun 1937:127).
Pada November 1937, seluruh alumni Madrasah Muallimin (khusus putri) menyampaikan aspirasinya pada Ketua Muhammadiyah Cabang Padang Panjang, Saalah Yusuf Sutan Mangkuto. Mereka menuntut persyarikatan merintis sekolah lanjutan khusus putri.
Melalui keputusan pimpinan Cabang Muhammadiyah, didirikan Tabligh School Istri pada tanggal 16 Januari 1938, dan Malik Ahmad bertindak selaku direktur sekolah (Sufyan, 2010). Staf pengajar masa itu adalah Malik Ahmad, Haroun el-Maany, Badaruddin Zen, Zahrial, Malik Thaher, dan Djohan Nurdin. Adapun materi yang diajarkan adalah akidah, akhlak, fiqh, Bahasa Arab, pengetahuan umum, pengetahuan administrasi, organisasi, serta kursus keputrian.
Bisa dibayangkan, pada usia 25 tahun, Malik Ahmad dituntut profesionalismenya sebagai leader sekolah lanjutan khusus putri itu. Untuk membiayai administrasi sekolah dan honor guru, setiap siswi dibebani uang pendaftaran f 2,5 dan uang sekolah sebesar f 2. Selama menuntut ilmu, siswi-siswi itu diajarkan mandiri, serta dibekali berbagai keterampilan. Saaalah Yusuf Sutan Mangkuto, juga menyediakan internaat (asrama) khusus putri, untuk siswi yang berasal dari luar Padang Panjang.
Pada tahun 1939 Tabligh School Istri meluluskan 15 orang alumni pertamanya. Setelah tamat, mereka kembali ke daerahnya masing-masing untuk memimpin dan menggerakkan amal usaha Aisyiyah.
Sejak itu, minat calon pelajarnya pun makin meningkat. Tingginya minat siswi Tabligh School Istri, pada akhir 1939 tercatat berjumlah 57 orang. Untuk mengatasi minimnya guru di Tabligh School Istri, Malik Ahmad mendatangkan tiga orang pengajar yakni, Bakhtiar Djalil, Aslam Zakaria, dan Datuk Penghulu Besar. Selain itu, menunjang proses pembelajaran dibentuk badan kurikulum yang diketuai Abdullah Kamil.
Pada tahun 1941, seiring dengan perkembangan dan bertambahnya siswi, sekolah itu berganti nama menjadi Kulliyatul Muballighat. Setelah tiga tahun memimpin, tanggal 15 Juli 1941 Malik Ahmad pun meletakkan jabatannya. Ia beralasan ingin kosentrasi mengajar di Kulliyatul Muballighin. Sebagai penggan-tinya, ditunjuk Iskandar Zulqarnaini sampai datangnya tentara pendudukan Jepang.
Selanjutnya, pada tahun 1950 terjadi pengintegrasian Kulliyatul Muballighin dan Kulliyatul Muballighat menjadi Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah Padang Panjang dengan direktur pertama Haroun el-Maany. Meskipun telah berada dalam institusi pendidikan yang sama, murid laki-laki dan perempuan tetap dipisahkan.
Adapun staf pengajar Kulliyatul Muballighin dalam kurun waktu 1937-1950 antara lain: H. Abdul Karim Amrullah, AR Sutan Mansur, Syech Daud Rasjidi, SJ Sutan Mangkuto, Ya’kub Rasjid, Abdullah Kamil, A. Malik Ahmad, Harun el-Maany, Zainal Abidin Syuaib, Falizir Haflil, dan lain sebagainya (Daftar Guru-guru Kulliyatul Muballighin/Muballighat Muhammadiyah Padang Panjang tahun 1937-1950).
Mata pelajaran yang diberikan di Kulliyatul Muballighin hingga tahun 1974 terdiri dari: mata pelajaran pokok (tauhid, Al-Quran/tafsir, Hadist, Fiqhi, Ushul Fiqhi, Kemuhammadiyahan, Dakwah wal Irsyad, Organisasi dan Administrasi Muhammadiyah), mata pelajaran penting (hafzul Quran, Muhadatsah, Balaghah, Sejarah Kebangsaan, Tarikh Islam, Ilmu Pendidik, Al-Adyan, Ilmu Jiwa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris), mata pelajaran pelengkap (ilmu falak, ethnologi, khath Quran, olah raga dan keterampilan).
Demikian kompleksnya kurikulum yang ditawarkan, sehingga sekolah ini banyak diminati oleh siswa yang tidak saja berasal dari Sumatera, namun juga dari Jawa dan Sulawesi (Suara Muhammadiyah No.5/63 tahun 1982). Siswa-siswa ini selanjutnya digembleng dengan sungguh-sungguh yang kemudian menjadi kader-kader militan yang menggerakkan Muhammadiyah dan amal usahanya. Maka tidak mengherankan dari sekolah ini bermunculan arbituren (alumni) yang merambah di dunia akademisi, birokrasi, militer.
Pada tahun 1951 Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah mendapat penghargaan dari pemerintah RI, yakni mensejajarkan status Kulliyatul Muballighin dengan SLTA lainnya di Indonesia. Kemudian kurikulum yang dipakai pun disejajarkan dengan sekolah negeri lainnya. Tidak hanya itu, ijasah lulusan Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah juga disejajarkan dengan ijasah sekolah negeri berdasarkan surat Menteri PP&K RI No. 17737/C/V tanggal 17 Juli 1951.
Dengan status pengakuan dari Menteri PP&K tersebut, arbituren Kulliyatul Muballighin Muhammadiyah (KMM) dapat langsung mengajar di seluruh sekolah-sekolah yang di kelola Muhammadiyah. Arbituren KMM tidak saja mampu berdakwah, namun juga memiliki kompetensi untuk mengajar di sekolah-sekolah. Dari uraian di atas terlihat peranan KMM Padang Panjang pada masa lalu, baik dari segi pengakuan pemerintah maupun prestasi yang dicapai oleh arbiturennya.
Editor: Arif