Sejarah Kekaisaran Ottoman menyaksikan berbagai cerita kehidupan menarik. Di antara cerita orang-orang yang hidup pada adalah kehidupan Mesih Pasha, seorang pria yang lahir dalam keluarga bangsawan kekaisaran sebagai Palaiologos. Mesiḥ dan kakak laki-lakinya Khass Murad adalah putra dari saudara laki-laki Kaisar Konstantinus IX Palaiologos.
Menurut kronik Ecthesis Chronica abad ke-16, ia adalah putra dari Gidos Palaiologos, yang dalam catatan Historia Turchesca ditulis sebagai saudara seorang kaisar Bizantium. Kaisar ini umumnya dianggap sebagai Konstantinus XI Palaiologos, kaisar Bizantium terakhir, yang terbunuh selama Kejatuhan Konstantinopel ke tangan Sultan Ottoman Mehmed II pada tahun 1453. Penulis sejarah berdarah Bizantium-Italia, Theodore Spandounes, mengklaim bahwa Mesih adalah saudara dari nenek dari pihak ayahnya sendiri. Spandounes menulis bahwa Mesih berusia 10 tahun pada saat jatuhnya Konstantinopel.
Jika benar, karena Konstantinus XI meninggal tanpa anak, dan jika Ottoman gagal menaklukkan Konstantinopel, Mesih atau saudaranya Hass Murad Pasha, mungkin akan menggantikannya. Sebaliknya, Mesih muncul menjadi salah satu orang paling berkuasa di negara yang menghancurkan Kekaisaran Bizantium.
***
Sejak kemunduran Romawi Timur hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453, banyak anak bangsawan Balkan yang dibawa kedalam pemerintahan Ottoman. Mesih, bersama saudaranya, kemungkinan termasuk di antara para tawanan ini. Seperti yang umum terjadi pada tawanan Kristen yang lahir dari keluarga bangsawan, ia dilantik ke dalam sistem devshirme, masuk Islam, dan dibesarkan di jajaran elit masyarakat Ottoman.
Dididik dan dilatih di istana Ottoman, ia naik dengan cepat dalam berbagai jabatan militer dan administratif. Mesih Pasha pertama kali muncul dalam catatan pada tahun 1470 sebagai sanjak-bey Gallipoli, markas utama angkatan laut. Di bawah Sultan Mehmed II Sang Penakluk dan kemudian di bawah Bayezid II, Mesih memegang peran kunci dalam membentuk kebijakan kekaisaran, strategi angkatan laut, dan urusan diplomatik.
Sebagai pangkalan angkatan laut utama Ottoman, jabatan Mesih juga mencakup komando atas sebagian besar armada Ottoman. Dalam jabatannya ini, ia menonjolkan diri dalam penaklukan pulau Euboea oleh Ottoman dari Republik Venesia selama Perang Ottoman-Venesia tahun 1463–1479. Mesih Pasha kemudian diangkat menjadi wazir sekitar tahun 1476/1477. Sebagai Wazir, ia memimpin pengepungan Rhodes yang tidak berhasil. Kegagalan tersebut mengakibatkan pemecatannya dari jabatan wazir, meskipun ia tetap menjadi kepala angkatan laut.
Di bawah Bayezid II, Mesih ikut menjadi bagian dari faksi devşirme yang mendukung kenaikan takhta Bayezid. Ia dengan terampil menavigasi krisis politik, termasuk menenangkan pemberontakan Janissari pada tahun 1482. Mesih menangani secara diplomatis krisis Cem Sultan, yang meningkatkan kedudukannya. Ia naik menjadi wazir kedua pada awal tahun 1483.
***
Mesih Pasha berperan penting dalam menghentikan invasi Polandia ke Moldavia selama Perang Polandia-Utsmaniyah (1485–1503), dan mendapatkan kembali dukungan kekaisaran dengan mengirim para bangsawan Polandia yang ditawan dan 29 panji yang direbut kepada Sultan Bayezid.
Setelah kemenangannya, Mesih menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1499. Perjalanan ibadah haji hampir tidak dilakukan wazir atau sultan Utsmaniyah lain pada masanya, karena tuntutan jabatan yang berat. Selain itu, seperti yang dikemukakan Halil Inalcik, ibadah haji merupakan alasan yang sangat bagus untuk meninggalkan jabatannya dan mengunjungi Konstantinopel, tempat ia bekerja untuk pemanggilannya kembali. Dengan meletusnya perang Ottoman–Venesia 1499-1503, keahlian Mesih di bidang angkatan laut dan pengetahuannya tentang Venesia membuat ia diangkat kembali sebagai wazir kedua di bawah Wazir Agung Yakub Pasha sekembalinya dari Mekkah.
Mesih Pasha kemudian dianggat menjadi Wazir Agung di bawah Sultan Bayezid II pada tahun 1501, posisi kedua setelah sultan sendiri. Ia menumpas pemberontakan suku Warsak di Anatolia yang mendukung Mustafa Beg dari dinasti Karamanid. Dengan kemampuan diplomatiknya, Mesih mampu membujuk suku Warsak untuk mengakhiri dukungan mereka terhadap Mustafa.
Sekembalinya ke Konstantinopel, invasi pasukan Prancis-Venesia ke pulau Lesbos terjadi. Berita ini membuat Bayezid sangat marah sehingga ia memukul Mesih dengan busurnya. Tak lama kemudian, Mesih terluka saat mengawasi pemadaman kebakaran di Galata. Mesih Pasha meninggal karena luka-lukanya pada bulan November 1501. Ia dimakamkan di sebuah masjid yang didirikan oleh Hass Murad di distrik Aksaray di Konstantinopel, yang telah dirampungkan Mesih setelah kematian Hass Murad dalam sebuah pertempuran.
***
Kehidupan Mesih Pasha adalah kisah yang menarik tentang pertemuan budaya dan politik dua dunia–Bizantium dan Ottoman–serta tentang kejatuhan sebuah kekaisaran dan kebangkitan kekaisaran baru. Identitas ganda Mesih Pasha sebagai mantan bangsawan Kristen Romawi dan negarawan Muslim Ottoman, sangat penting dalam memahami realitas politik yang cair di Mediterania Timur abad ke-15.
Sebagai seorang keturunan dinasti Palaiologos mungkin telah membantu klaim dinasti Osman sebagai penerus sah tradisi Romawi dan Bizantium. Sultan Mehmed II sendiri menyebut dirinya sebagai “Kayser-i Rum” (Kaisar Romawi), dan tokoh-tokoh seperti Mesih membantu menjembatani budaya dan administratif antara kekaisaran lama dan baru. Keberadaan Mesih Pasha memberi aura legitimasi dan pengetahuan bawaan tentang budaya istana Bizantium, dua aset yang ingin dimanfaatkan oleh Ottoman.
Meskipun kariernya sebagai negarawan sangat panjang, kisah Mesih Pasa sebagian besar diabaikan dalam historiografi Islam tradisional, mungkin karena identitasnya yang kompleks dan kecenderungan Kekaisaran Ottoman di kemudian hari untuk meminimalkan asal-usul non-Turki dan non-Muslim dari para elitnya. Kehidupan Mesih Pasha merupakan bukti hibriditas budaya dan sistem politik adaptif yang menjadi ciri pemerintahan Ottoman awal. Kariernya menunjukkan cara-cara yang dilakukan Kekaisaran Ottoman dalam menyerap bakat, tradisi, dan elit kekaisaran Bizantium yang runtuh.
Editor: Soleh