Inspiring

Mustafa al-Siba’i, Ulama dan Politikus Asal Damaskus

4 Mins read

Salah satu ulama hadis kontemporer yang konsistensi dengan kaidah ulama terdahulu adalah Mustafa al-Ṣiba’i. Beliau memiliki nama lengkap Muṣṭafa bin Ḥusni Abu Ḥasan al-Ṣiba’i. Lahir pada tahun 1334 H/1915 M di Homs, Damaskus, Suriah. Al-Ṣiba’i tumbuh besar di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ia mempelajari dan memperdalam agama langsung dari ayahnya yang merupakan ulama terpandang, yakni Syaikh Ḥusni al-Ṣiba’i. Tak heran, jika di usianya yang masih terbilang muda, al-Ṣiba’i telah selesai menghafalkan 30 juz al-Qur’an.

Selain itu, ayahnya juga memiliki sebuah majelis ilmu yang membahas berbagai permasalahan fikih sesuai dengan mazhabnya. Majelis tersebut berisikan orang-orang fakih dari Madinah. Dalam majelis tersebut juga, al-Ṣiba’i senantiasa diajak oleh ayahnya dengan tujuan menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu. Oleh karena itu, ketika sudah waktunya menerima ilmu, al-Ṣiba’i diarahkan oleh ayahnya untuk mendalami ilmu syariat, khususnya fikih perbandingan atau fiqh al-muqaran dan bagaimana cara ulama berijtihad.

Karir Politik Mustafa Al-Siba’i

Tidak berhenti sampai di situ, al-Ṣiba’i juga banyak menggali ilmu dari para intelektual muslim dan ulama besar di Damaskus. Lebih jauh lagi, al-Ṣiba’i tidak hanya memiliki daya intelektual yang luar biasa tetapi juga memiliki kecakapan dan retorika berbicara di depan publik yang menarik. Hal ini terbukti ketika menginjak usianya yang ke enam belas tahun tepatnya pada tahun 1931 M, bersamaan dengan keadaan negara yang sedang dalam masa penjajahan Prancis. Al-Ṣiba’i turut serta melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Al-Ṣiba’i melakukan perlawanan dengan berorasi, memimpin demonstrasi, berpidato serta membagi-bagikan selebaran.

Pada tahun 1931 M ini pula al-Ṣiba’i merasakan masuk ke dalam jeruji besi untuk pertama kalinya. Aksinya dalam menentang penjajahan membuat orang-orang Prancis merasa terancam. Selebaran-selebaran yang dibagikan oleh al-Ṣiba’i dituduh sebagai anti politik Prancis. Lebih daripada itu, pidato terakhir al-Ṣiba’i ketika ia berkhutbah di Hims dilanjutkan dengan penembakan kepada orang-orang Prancis sebagai bentuk pembalasan atas penjajahan yang dilakukan. 

Baca Juga  Pemikiran Jalaludin Rakhmat (1): Peran Agama di Era Modern

Selanjutnya pada tahun 1933 M, al-Ṣiba’i melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Universitas al-Azhar Mesir. Ia terdaftar di Fakultas Syari’ah, jurusan al-Fikih dan al-Uṣul. Selain itu, al-Ṣiba’i juga aktif berkecimpung dalam demonstrasi melawan penjajahan Inggris. Al-Ṣiba’i bergabung dalam gerakan Ikhwan al-Muslimin dan turut serta mendukung revolusi Rashid Ali al-Gaylani dalam aksi melawan Inggris di Irak.

Karena aksinya ini pula, al-Ṣiba’i kembali mendekap di penjara selama empat bulan yang kemudian dibebaskan. Akan tetapi setelah itu, al-Ṣiba’i dipindahkan ke Palestina dan kemudian baru dibebaskan dengan jaminan. Di Palestina, al-Ṣiba’i ditahan selama empat bulan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1941 M. Disebabkan oleh hal ini juga, al-Ṣiba’i tidak diperkenankan untuk kembali ke Mesir karena dianggap sebagai pemicu gerakan anti Inggris.

Setelah itu, pada tahun 1942 M al-Ṣiba’i kembali ke Suriah dan mendirikan jamaah Ikhwan al-Muslimin di bawah pimpinan Hasan al-Banna. Adapun pertemuannya dengan Hasan al-Banna terjadi ketika al-Ṣiba’i masih mengenyam pendidikan di al-Azhar dan keduanya berhubungan sangat baik. Selanjutnya pada tahun 1945, al-Ṣiba’i dinobatkan sebagai Muraqib ‘Am Ikhwan al-Muslimin Suriah. Tidak kalah penting juga, dengan semangat jihadnya, al-Ṣiba’i bersama-sama pasukan Ikhwan al-Muslimin dari Irak, Mesir dan Yordania, turut andil melawan Yahudi dalam jihad Palestina pada tahun 1948 M.

Dengan berbagai perjalanan dan dinamika kehidupan politik yang melingkupinya, pada tahun 1949 M aṣ-Ṣiba’i terpilih sebagai wakil dalam Dewan Konstituante di pemerintahan Damaskus. Terpilihnya al-Ṣiba’i menjadi awal mula karirnya melejit dan semakin meningkat ketika bergabung sebagai anggota parlemen rakyat. Integritas dan kecakapan berpolitik serta sikapnya yang merakyat menjadi pusat perhatian masyarakat.

Akhir Perjalanan Karir Al-Siba’i

Selain itu, Mustafa al-Ṣiba’i juga menjadi anggota komisi perumusan perundangan-undangan sekaligus menjadi salah satu anggota penulisnya. Lebih daripada itu, bahkan ia diberi tawaran-tawaran yang menggiurkan untuk masuk ke Departemen Pemerintah. Kendati demikian, dengan semangat jihadnya yang tinggi, al-Ṣiba’i tetap memilih memprioritaskan rakyat dengan mengabdikan dirinya dalam memecahkan berbagai problematika masyarakat. Oleh karena itu, tawaran-tawaran yang diberikan ditolak dengan tegas oleh al-Ṣiba’i.

Baca Juga  Politik Islam dan Makna Kemaslahatan

Pada tahun 1949 M ini juga, al-Ṣiba’i menyelesaikan program doktoralnya dalam bidang Usul al-Fiqh dan Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy di Universitas al-Azhar. Dalam disertasinya tersebut, al-Ṣibāʻi menulis tentang al-Sunnah wa Makānatuhā fī at-Tasyrī’ al-Islāmi yang selesai pada tanggal 4 Mei 1949 M dan disidangkan pada tanggal 12 April 1950 M. Penulisan disertasinya ini kemudian menjadi karya pertama al-Ṣiba’i dalam bidang fikih sekaligus hadis.

Selanjutnya, pada tahun 1950 M al-Ṣiba’i diberikan amanah untuk menjadi guru besar Fakultas Hukum di Universitas Damaskus Suriah. Bersama rekan-rekannya, al-Ṣiba’i berhasil menjauhkan cara pandang sekuler dari undang-undang dan melegitimasi ajaran Islam dalam hukum-hukum primer. Satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1951 M al-Ṣiba’i menghadiri acara muktamar umum Islam dan melaksanakan ibadah haji untuk yang kedua kalinya.

Setelah itu, pada tahun 1952 M al-Ṣiba’i bersama rekan-rekannya meminta izin kepada pemerintahan Suriah untuk berpartisipasi memerangi Inggris di Terusan Suez. Akan tetapi, permohonan izin tersebut tidak diterima oleh pemerintahan Suriah dan justru berakhir dengan penjeblosan al-Ṣiba’i dan rekan-rekannya ke dalam penjara serta pembubaran jamaah Ikhwan al-Muslimin. Bahkan ia juga dipecat dari Universitas Suriah dan dideportasi ke Lebanon.

Kendati demikian, selepas dari itu semua al-Ṣiba’i terus aktif menghadiri muktamar umum Islam maupun muktamar Islam Kristen dari tahun ke tahun. Berangkat dari keaktifannya ini pula al-Ṣiba’i kembali menemukan rekan-rekan sejalannya yang baru. Kemudian pada tahun 1955 M mereka bersama-sama menerbitkan majalah mingguan bernama asy-Syihab dan bertahan sampai tahun 1958 M. Sebelumnya, majalah tersebut diganti dengan nama Ḥaḍarah al-Islam dan menjadi majalah bulanan. Penerbitan majalah tersebut kemudian diserahkan kepada Adib al-Ṣalih akan tetapi tidak berlangsung lama dan sempat dikelola oleh al-Ṣiba’i sebelum ia meninggal dunia.

Baca Juga  Muhammad Ali Taher, Politikus Dermawan Muhammadiyah

Adapun wafatnya al-Ṣiba’i pada 20 Jumadil Awal 1384 H bertepatan dengan tanggal 30 Oktober 1964 M. Sebelumnya, al-Ṣiba’i mengalami kelumpuhan dan sakit parah. Namun, masa-masa ketika ia sakit parah tidak menghalanginya untuk tetap produktif menorehkan gagasan pemikirannya.

Referensi

Al-Aqil, Abdullah, Mereka Yang Telah Pergi, Jakarta Timur : al-I’tishom Cahaya Umat, 2010.

Al-Ṣibāʻi,Muṣṭafā bin Ḥusni, as-Sunnah wa Makānatuhā fī at-Tasyrī’ al-Islāmi, Beirut: al-Maktabah al- Islāmi, tt.

Zarzur, Adnan Muhammad, Muṣṭafā aṣ-Ṣibāʻi al-Da’iyah al-Mujaddid, Damaskus: Dar al-Qalam, 2000.

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *