Perspektif

Nasib Pilkada Lanjutan dan Perppu Uji Coba

4 Mins read

Virus Corona (Covid-19) sudah hadir dan menetap sementara di Indonesia selama 2 bulan sejak Presiden Indonesia, Joko Widodo, mengumumkan pasien pertama pada tanggal 2 Maret lalu. Hingga kini jumlah pasien yang positif terus bertambah, semula hanya menyebar di beberapa provinsi, sekarang sudah di 34 provinsi. Baik tua maupun muda, yang kaya maupun miskin, pejabat maupun rakyat kecil bisa menjadi pasien dari virus ini. Nasib Pilkada lanjutan pun dipengaruhi pandemi ini.

Nasib Pilkada Lanjutan

Dampak Covid-19 bukan hanya berdampak pada salah satu sektor saja. Melainkan juga berdampak kepada perjalanan demokrasi lokal kita, yaitu pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020.

Setelah presiden mengumumkan pasien pertama bulan Maret lalu, sejumlah lembaga kepemiluan seperti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk segera mengkaji pelaksanaan Pilkada 2020 yang tahapannya sudah berjalan.

Melalui keputusan KPU RI Nomor: 179/PL.02.Kpt/01/KPU/III/2020 dan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 Komisi Pemilihan Umum telah mengambil keputusan untuk menunda beberapa tahapan pilkada, yaitu pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP), serta pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.

Tahapan-tahapan yang ditunda oleh KPU merupakan tahapan yang berjalan sesuai dengan masa darurat yang telah ditetapkan oleh pemerintah (sampai 29 Mei 2020). Langkah penundaan yang dilakukan oleh KPU sudah sangat tepat tapi dilakukan secara salah. Karena penundaan tahapan pada pilkada harus berjenjang.

Hal ini tertuang pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 122 yang menyebutkan bahwa pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan dilaksanakan setelah penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan diterbitkan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota atas usulan PPK, KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota, Menteri atas usul KPU Provinsi, dan Gubernur atas usul KPU Kabupate/Kota.

Oleh karena itu, tidak aneh jika masyarakat sipil mendesak kepada pemerintah agar secepat mungkin mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai pengganti kekosongan hukum. Di mana Undang-undang Pilkada tidak mengatur penundaan Pilkada secara nasional oleh KPU RI. Agar nasib pilkada lanjutan menjadi jelas.

Baca Juga  Pilkada di Tengah Covid-19: Ilusi dan Dosa Sosial

Risiko Pilkada Ditunda

Dengan adanya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 maka dapat dipastikan bahwa Pemilihan Serentak ditunda pemungutannya sampai Bulan Desember 2020. Penundaan tahapan pemilihan ini tentunya akan berdampak pada beberapa hal dan akan sangat berisiko bagi perjalanan demokrasi lokal jika penyelenggara pemilu tidak melakukan persiapan yang matang.

Risiko yang pertama muncul adalah pelantikan PPS, yang dimana kita tidak tahu apakah PPS yang seharusnya dilantik masih hidup atau tidak. Oleh karena itu, penyelenggara harus mempunyai persiapan yang matang dalam menghadapi ini.

Kedua, risiko yang terjadi atas penundaan tahapan pemilihan ini adalah terkait verifikasi faktual calon perseorangan yang dimana apakah dokumen-dokumen yang sudah diberikan oleh calon kepada penyelenggara aman disimpan. Karena apabila penyelenggara memutuskan calon perseorangan tidak lolos verifikasi faktual disebabkan dokumennya kurang atau adanya data fiktif (seperti Kartu Tanda Penduduk orang yang sudah pindah tempat tinggal) maka calon tersebut akan berdalih bahwa dokumen yang diberikan sudah sesuai dengan syarat-syarat.

Resiko yang ketiga adalah adanya penambahan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang sudah diberikan oleh Kemendagri kepada KPU. Keempat, adanya penyelewengan penggunaan dana Pilkada untuk penanganan Covid-19 untuk kampanye-kampanye ‘colongan’ oleh petahana.

Risiko selanjutnya adalah akan adanya kekurangan anggaran didaerah untuk melanjutkan Pemilihan Lanjutan. Oleh karena itu, seharusnya pada Perppu yang sudah dikeluarkan (harapan saya) juga mengatur terkait anggaran Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan pada APBN.

Perppu ‘Coba-coba’?

Setelah sekian lama saya menunggu kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait penundaan Pilkada akhirnya pemerintah telah menerbitkan Perppu tersebut. Namun sayangnya isi dari Perppu tersebut jauh dari harapan saya. Meminjam istilah Alm. Didi Kempot, Perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah membuat hati saya menjadi ambyar. Saya melihat bahwa Perppu ini seperti Perppu uji coba.

Baca Juga  Pemimpin Muslim atau "Mumpuni", Perbandingan yang Tidak Pas!

Pada saat KPU, Bawaslu, DKPP, DPR dan Pemerintah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), KPU memberikan tiga opsi untuk pelaksanaan Pilkada lanjutan, yaitu dilaksanakan pada 9 Desember 2020, 17 Maret 2021, dan 29 September 2021. Yang pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk melanjutkan penundaan Pilkada 2020 pada opsi pertama, yaitu 9 Desember 2020.

Isi Perppu Nomor 2 Tahun 2020 hanya memberikan informasi terkait diubahnya tiga pasal pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, yaitu pertama Pasal 120 dengan penambahan bencana nonalam sebagai sebab yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan dan dilakukan Pemilihan Lanjutan. Tentu penambahan bencana nonalam merupakan bencana yang kini sedang dihadapi oleh Indonesia, bencana Covid-19.

Kedua, penambahan pasal (Pasal 122A) diantara Pasal 122 dan Pasal 123 yang bunyinya bahwa KPU berhak melakukan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan dengan Keputusan KPU atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Penambahan pasal ini dimaksudkan agar penundaan Pemilihan bisa dilakukan oleh KPU RI, sebab pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 KPU RI tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penundaan tahapan Pemilihan.

Ketiga, adanya penambahan Pasal 201A diantara Pasal 201 dan Pasal 202 yang mengatur bahwa pemungutan suara yang tertulis pada Pasal 201 ayat (6) ditunda karena adanya bencana nonalam dan diputuskan pemungutan suara dilakukan pada bulan Desember 2020 dengan pertimbangan bencana nonalam sudah berakhir sesuai ‘jadwal’nya, yang artinya jika bencana nonalam belum berakhir sesuai jadwalnya maka jadwal pemungutan dapat ditunda kembali.

Potensi Penyebaran Kembali Covid-19

Di sini saya melihat bahwa pemerintah dalam menerbitkan Perppu ini, khususnya pada poin ketiga, seperti melakukan perjudian pada Perppu. Di mana pemerintah mengambil opsi Desember 2020 sebagai jadwal baru pemungutan suara dengan pertimbangan bahwa Masa Darurat Covid-19 selesai pada tanggal 29 Mei 2020. Artinya Pilkada Lanjutan dilakukan pada bulan Juni 2020.

Baca Juga  Kampus Merdeka: Integrasi dan Implementasi Kontribusi Perempuan

Jika melihat dari ‘ramalan-ramalan’ yang berseliweran terkait berakhirnya Covid-19 dengan mengambil opsi Desember 2020 adalah keputusan yang sangat berisiko. Sebab, penanganan Covid-19 dinilai begitu lamban. Kebijakan antara pemerintah daerah dengan pusat tidak sinkron. Apa yang disampaikan oleh Presiden terkait penanganan Covid-19 tidak kompak antara Presiden dengan jubirnya maupun menteri-menterinya.

Perppu yang diterbitkan oleh pemerintah ini bisa dikatakan sebagai Perppu yang sangat percaya diri. Karena jika Pemilihan Lanjutan digelar sesuai dengan Perppu ini maka ada dua tahapan yang langsung dilaksanakan dengan interaksi fisik antara masyarakat dengan penyelenggara, yaitu tahapan verifikasi faktual bakal calon perseorangan dan pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih.

Kedua tahapan ini akan sangat berpotensi melakukan penyebaran (kembali) Covid-19 apabila virus tersebut belum berakhir. Sebab kedua tahapan ini dilakukan dari rumah ke rumah oleh petugas pemilihan.

Editor: Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Deputi Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *