Feature

Pengalaman Zakat di Jerman dalam Suasana Pandemi Corona

4 Mins read

Salah satu rangkaian penting dalam penyempurnaan menuju ketakwaan di akhir Ramadan tentu saja membayar zakat. Muslim di Jerman baik itu mukimin tetap maupun yang temporal tetap menunaikan kewajiban ini di tengah suasana pandemi Covid-19. Artikel ini akan mengulas pengalaman zakat di Jerman, terutama dalam suasana pandemi corona.

Zakat fitrah menjadi jenis zakat yang sangat populer dan gencar dipromosikan masjid-masjid dan komunitas Muslim di Jerman. Bagaimanapun, kondisi tak biasa saat ini menyisakan banyak pertanyaan tentang bagaimana praktik berzakat di negeri minoritas Muslim yang tergolong sejahtera itu masih diperlukan.

Pengalaman Zakat di Jerman

Bila zakat fitrah tak lagi menjadi perdebatan, zakat maal dan penghasilan/profesi terus dibicarakan dan dikajian di berbagai negara, berbagai organisasi, dan berbagai komunitas Muslim.

Di Indonesia, tentu saja kita sudah tahu bahwa pengelolaan zakat maal ini seringkali diserahkan pada otoritas lembaga zakat seperti Lazismu, Baznas, Lasisnu, dompet dhuafa dan lembaga zakat lainnya yang kini mudah sekali kita temukan profilnya di internat atau aplikasi mereka di playstore, misalnya.

Beberapa komunitas Muslim ada yang menerapkan pemotongan gaji karyawan sebagai bentuk dari pembayaran zakat penghasilan/profesi dengan perhitungan khusus tentang nisob. Banyak pula Muslim yang menghitung sendiri harta mereka dan kemudian memutuskan berapa zakat yang harus dikeluarkan.

Sebagian lainnya tak jarang merasa ragu untuk berzakat maal dan penghasilan/profesi karena ketika menghitung dengan nisob, justru hasilnya minus karena sebagian besar gaji habis untuk membayar cicilan rumah atau barang lainnya. Yang terakhir ini galib terjadi pada keluarga muda.

Berdasarkan pengalaman zakat di Jerman, Muslim dapat dengan mudah membayar zakat fitrah ke Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh masjid-masjid di masing-masing kota. Beberapa masjid dan organisasi Muslim juga bekerjasama dengan lembaga filantropi dalam pengorganisasian zakat sekaligus penyalurannya. Bagi yang lebih suka menghitung secara mandiri zakat maal, beberapa laman juga menyediakan penghitungan dan informasi lainnya seperti laman Islamic Crelief.

Baca Juga  Perempuan, Seksisme, dan Media Patriarki

Zakat di Masa Pandemi

Penyediaan perhitungan zakat maal otomatis ini dirasa memudahkan pembayar zakat berbahasa Jerman. Untuk masa pandemi kali ini, sebagian besar pembayar zakat lebih suka bertanya langsung melalui telepon dan WhatsApp berkaitan dengan jumlah maupun konfirmasi usai transfer uang zakat.

Topik promosi dan pengelolaan zakat dari masing-masing pengelola zakat di Jerman sebenarnya cukup unik. Bila ditilik lebih detil, warga Muslim di Jerman susungguhnya beragam latar belakang identitasnya. Tak bisa dipungkiri bahwa Muslim di sini sangat multikultur.

Sebagian besar mereka berlatar belakang Turki. Lainnya berasal dari Jerman sendiri, Maroko, Albania, Iran, Afrika, Bosnia, dan belakangan banyak dari Syiria. Dari Asia juga cukup diperhitungkan seperti berlatar belakang Afganistan, Pakistan, Banglades, dan tentu saja Indonesia.

Muslim dari masing-masing latar belakang lazim menyalurkan zakat lewat lembaga amil yang berlatar belakang sama. Muslim berlatar belakang Turki umumnya membayar zakar di masjid/LAZ Turki. Muslim asal Indonesia pun tentu demikian. Sepertinya tidak akan pernah ada penyaluran zakat yang terpusat di satu Lembaga di Jerman.

Pemerintah Jerman memosisikan beragam latar belakang Muslim ini menjadi satu entitas. Sebab itu, perwakilan Muslim yang secara resmi berhubungan langsung dengan pemerintah biasanya adalah Dewan Pusat Muslim Jerman atau Zentralrat der Muslime (ZMD).

Dalam memberikan opini publik di Jeman, lembaga inilah utamanya imam/direkturnya yang menjadi wakil Muslim di Jerman bagi pemerintah. Dalam pengelolaan zakat, ZMD kerap bekerjasama dengan sebuah lembaga bernama Muslimehelfen dalam distribusi zakat dan sedekah lainnya.

Muslimehelfen ini tercatat sudah berdiri sejak tahun 1985. Di lembaga ini, zakat fitrah yang mereka sebut dengan zakatul fitr dikenakan perorang sebesar 7 Euro atau sekitar Rp 112.000. Lembaga Amil Zakat lainnya ada yang memasang 8 Euro bahkan ada yang membulatkan menjadi 10 Euro atau sekitar Rp 16.000.

Baca Juga  Kader Macam Apa Saya Ini?

Zakat Maal dan Pajak Penghasilan

Adapun jenis pengelolaan dana di lembaga Muslimehelfen bermacam-macam seperti zakat (maksudnya lebih mirip zakat maal atau profesi), Ramadhan-Paket, Ramadhan-hilfe, Fidjah/Kaffara, Festgeschenk, nothilfe, Rohingya-Hilfe, Waisenhilfe, Winterhilfe, Bildung, dan lainnya. Masing-masing memiliki kriteria dan penjelasan tersendiri.

Hal lain yang menarik dari contoh berzakat di Jerman adalah tentang diskursus zakat maal dan penghasilan/profesi. Sebagian pendapat menisbatkan pajak yang sudah ditarik pemerintah sebagai zakat maal, termasuk pajak dari penghasilan/gaji. Namun, sebagian lainnya tetap berpendapat bahwa zakat maal memiliki perhitungan yang berbeda dengan pajak dari pemerintah Jerman. Lalu mereka mengelola zakat tersebut secara mandiri dan menyalurkannya ke 8 kategori asnaf.

Sistem perpajakan di Jerman sebenarnya sudah mapan dan terpercaya, terutama pajak atas setiap besaran euro yang diterima oleh pekerja yaitu berupa gaji. Distribusinya dari pajak juga jelas. Bahkan, pembayar pajak (semua yang menerima gaji atau pebisnis) bisa meminta laporan pajak kita atau meminta pajak yang kita keluarkan secara tak sadar (seperti pajak ketika belanja dll) bila memenuhi syarat.

Artinya, sistem perpajakan tersebut transparan dan tampak bisa dipertanggungjawabkan ke setiap pembayar pajak. Penggunaan pajak juga dapat dilacak di tiap negara bagian di tempat seseorang bekerja baik itu untuk infrastruktur maupun ihwal sosial lainnya.

Penyaluran Zakat

Persoalan lain yang juga patut dikemukakan kepada lembaga amil zakat seperti muslimehelfen adalah tentang bagaimana penyaluran zakat, kepada siapa, dan efeknya bagaimana terhadap penerima. Hal-hal seperti ini mungkin juga sangat penting dipikirkan oleh semua lemabaga amil zakat, termasuk di Indonesia.

Umumnya, saluran tersebut bukan ke warga Jerman sendiri melainkan ke negara-negara yang dianggap miskin seperti negara-negara di Afrika, India, Pakistan, Bangladesh, dan Indonesia. Ini juga menjadi wacana khusus, apakah penyaluran zakat ideal untuk warga negara yang jauh atau harus warga sekitar. Menurut Tuba Boz dan Wendy Smith (2011), cukup banyak Muslim di Jerman yang belum sejahtera dan membutuhkan bantuan sasaran zakat, khususnya mereka yang berusia lanjut.

More than 50% are elderly men, pensioners who have worked in the coalmines for many years and have consequently developed many health problems. They thought they would some day return to Turkey, and have no confidence in their ability to use the German language, especially when confronted with official government documents. During discussions between Mosque officials and the community, it was discovered that “pensioners are living on a shoestring”. Mosque staff noticed the economic plight of the senior citizens and realised they should be entitled for support but this was not being sought, as it was thought to be not honourable to do so.

Konteks riset yang dilakukan sebelum tahun 2011 tersebut bisa saja berubah. Artinya, jumlah orang yang membutuhkan tersebut dapat berkurang saat ini. Sebaliknya, dengan banyaknya pengungsi yang tinggal di Jerman, sangat mungkin jumlah mereka juga meningkat.

Baca Juga  Belajar Moderasi Beragama di Amerika Serikat

Data pengalaman zakat di Jerman ini dapat menjadi jawaban apakah Muslim di Jerman yang tinggal dan bekerja di sini lebih mengutamakan orang setempat atau keluarga/sesama warga negara yang tinggal jauh dari Jerman.

***

Hasil pelacakan lainnya, ditemukan bukti bahwa zakat Muslim di Jerman utamanya disalurkan pada kegiatan-kegiatan dan pada komunitas Muslim jamaah dari masjid tertentu itu sendiri (Gärde, 2017; Biendarra&Leis-Peters, 2012).

Warga Jerman yang bukan Muslim dan atau yang bukan jamaah masjid tidak tampak diakomodir dalam manfaat zakat. Hal ini juga menjadi pertanyaan sebagian peneliti tentang konsep zakat yang diharapkan mensejahterakan masyarakat itu.

Editor: Nabhan

Avatar
2 posts

About author
Ketua PCIM Jerman Raya
Articles
Related posts
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…
Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read
Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *