Perspektif

Pentingnya Menyemai Filsafat dalam Diri Anak-anak

4 Mins read

Filsafat adalah upaya seorang manusia dalam mengembangkan potensi berpikir untuk menjelaskan makna dalam realitas kehidupan. Manusia sebagai makhluk yang berpikir (homo sapiens) mempunyai modal yang besar dalam menjalani kehidupan. Berpikir sejatinya adalah upaya untuk memaknai realitas agar kehidupan senantiasa berjalan lurus. Pribadi manusia yang selalu berpikir dalam mencari kebenaran adalah ciri manusia yang mulia (insan kamil).

Akal sebagai karunia dari Tuhan harus kita gunakan untuk menggali informasi, bahkan isyarat untuk mengembangkan potensi berpikir manusia telah menjadi perintah pertama dalam wahyu. Allah Swt. berfirman : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. (QS. Al-Alaq: 1).

Prof Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, bahwa kata Iqra’ terambil dari kata Qara’a yang berarti menghimpun. .Kalimat Iqra’ (bacalah) tidak hanya sekadar membaca teks namun juga membaca secara konteks.

Menurutnya, ayat tersebut tidak menyebutkan objek bacaan (teks) karena itu di suatu riwayat dinyatakan bahwa Nabi Saw bertanya Maa aqra’ (apa yang harus saya baca?). Dalam kamus-kamus ditemukan berbagai macam arti dari kata Iqra’ yaitu meliputi : menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti maupun mengetahui ciri-ciri sesuatu.

Al-Qur’an sebagai pedoman dasar umat Islam terdiri dari ayat-ayat Qauliyah (teks) dan Qauniyah (konteks). Membaca realitas alam adalah bagian dari mentadaburi ayat-ayat Allah. Kebesaran Allah tidak hanya dapat kita pahami dari perspektif iman, namun juga dalam perspektif yang rasional. Alam semesta adalah bukti (ayat) dari eksistensi Tuhan, bahkan di banyak ayat Al-Qur’an menjelaskan bahwa realitas sekitar merupakan tanda-tanda bagi kaum yang berakal. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal”. (QS. Ali-Imran: 190).        

Baca Juga  Wasiat Kebangkitan Nasional di Tengah Pandemi

Berfilsafat sejatinya merupakan perintah Allah kepada seluruh manusia dan merupakan konsekuensi dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam rantai kehidupan makhluk mempunyai peran yang sentral dalam mengelola bumi ini. Karena dengan akalnya lah manusia dapat mengemban amanah sebagai khalifah fil ardh (pengelola bumi).

Sistem Pendidikan Indonesia: Menikmati Hasil, Namun Lupa Proses

Pembelajaran Filsafat kerap kita jumpai dalam jenjang pendidikan tinggi, bahkan terasa sangat asing bagi seorang mahasiswa yang baru kuliah. Problem semacam ini wajar, karena filsafat tidak kita kenal dalam proses pembelajaran di sekolah.

Sebuah ironi dalam sistem pendidikan kita bahwa filsafat yang seharusnya sebagai ilmu yang paling dasar, bahkan dikatakan mother of science (induk dari ilmu pengetahuan) justru tidak kita temukan dalam jenjang sekolah baik dasar, menengah sampai atas.

Filsafat dikatakan sebagai induk dari ilmu pengetahuan karena berawal dari proses berpikir. Suatu pengetahuan harus melewati proses berpikir sebagai dasar dari kerangka, kemudian melewati proses validasi hingga dapat diklaim sebagai suatu kebenaran.

Bagaimana mungkin kita dapat belajar tentang hasil dari filsafat, yaitu ilmu pengetahuan, sebelum kita dapat memahami proses dari perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Hal semacam ini justru menghilangkan mata rantai yang telah dibangun dalam proses keilmuan, konstruksi berpikir yang tidak runtut akan menghasilkan kekeliruan dalam proses mencari kebenaran.

Filsafat di Indonesia kurang diminati sebagai diskursus keilmuan, karena coraknya yang sangat abstrak bahkan tampak sulit untuk dipahami bagi sebagian kalangan. Bahkan, di sebagian kalangan agamawan konservatif, filsafat dikatakan haram, karena dapat menjauhkan seseorang dari Tuhan. Imbas dari kurangnya filsafat dalam sistem pendidikan di Indonesia, menyebabkan kita tertinggal secara ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca Juga  Krisis Paradigma: Problem Serius dari Ilmu Sosial Profetik

Dalam sejarah, Eropa mulai bangkit dari keterpurukan (Dark Ages) setelah mereka mulai kembali menggalakkan rasionalitas dalam kehidupan. Perkembangan rasionalitas merupakan titik awal untuk bangkit dalam membangun peradaban yang lebih maju. Fase ini dinamakan Renaissance (Abad Pencerahan) yang berlangsung pada sekitar Abad ke 15.

Bandingkan dengan dunia Islam sekarang yang tertinggal jauh secara ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal dalam sejarah, kita pernah menorehkan tinta emas dalam kehidupan dunia, jauh lebih maju ketimbang Eropa pada masa itu. Fase ini berlangsung pada Abad 7-12 Masehi pada Masa Daulah Abbasiyah. Akankah sejarah semacam itu akan terulang kembali? ataukah itu hanya sebatas mengheningkan cipta atas berbagai sejarah yang pernah ada. Semua itu dimulai dari bagaimana kita mulai mengedepankan aspek rasionalitas dalam kehidupan.

Modal Anak-Anak menjadi Seorang Filsuf

Filsafat harus diajarkan pada jenjang pendidikan dasar, karena anak-anak pada tahap jenjang pendidikan dasar mengalami potensi yang cukup besar. Salah satu aspek terpenting dalam filsafat adalah rasa ingin tahu (curiosity).

Anak-anak memiliki modal yang besar untuk mengembangkan paradigma berpikir yang filosofis. Sifat rasa ingin tahu yang tinggi merupakan ciri seorang yang cinta akan pengetahuan (love of wisdom). Rasa ingin tahu adalah gerbang dari ilmu pengetahuan. Sikap ini memantik nalar anak-anak untuk berupaya mencari informasi atas kebingungan yang mereka alami.

Kebingungan sendiri merupakan adalah momen paling penting dalam pembelajaran filsafat. Sebab tanpa adanya kebingungan, mereka tidak akan tau aspek persoalan yang akan dibahas. Pembahasan filsafat dalam jenjang pendidikan dasar tidak harus dibahas secara formal, namun dapat setiap permasalahan dapat kita selipkan secara esensial. Dapat dimulai dari hal yang ada di sekitarnya sampai hal-hal yang krusial lainnya.

Baca Juga  Konsep Metafisika Menurut Ibn Bajjah

Jostein Gaarder dalam novelnya yang berjudul Dunia Sophie mengkisahkan bahwa anak-anak dan filsuf itu memiliki suatu kesamaan yaitu rasa ingin tahu. Ia menjelaskan bahwa, bagi anak-anak dunia dan seisinya itu sangat mengherankan, karena banyak hal yang tidak mereka tahu, sehingga itu memantik nalar mereka untuk mencari tahu jawaban atas kebingungan yang mereka rasakan. Lain halnya dengan orang dewasa yang cenderung mengganggap dunia ini sudah selayaknya demikian, tanpa perlu harus dipertanyakan.

Kendati demikian, anak-anak perlu dibimbing dalam proses pencarian (research) jawaban atas kebingungan yang mereka alami. Orang tua dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan filosofis untuk mengangktifkan rasa ingin tahu anak, dapat dimulai dari hal yang berkenaan dengan pribadinya, yaitu peran ia sebagai manusia di muka bumi, tujuan hidup atau perihal eksistensi Tuhan dan implikasinya dalam kehidupan.

Pada hakikatnya filsafat adalah penyelidikan lebih lanjut atas informasi yang kurang dapat dipahami. Tujuannya adalah agar orang itu dapat memahami aspek tersebut. Bangsa yang besar harus punya modal dasar untuk bersaing di kancah global. Anak-anak sebagai penerus bangsa harus dididik dengan baik agar mampu mengembangkan paradigma berpikir yang filosofis. Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang yang potensial dalam mengembangkan sumber daya manusia. Memupuk filsafat sejak dini merupakan investasi suatu bangsa untuk kemajuan di masa depan.

Editor: Soleh

Avatar
13 posts

About author
Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Agama Islam di Fakultas Agama Islam UM Palangka Raya. Ketua Bidang Organisasi PC IMM Palangka Raya 2019-2020
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *