Perspektif

Ramalan Akhir Pandemi Seperti Teriakan di Padang Pasir

4 Mins read

Bagaikan ‘vox clamantis in deserto’ (Bahasa Latin: teriakan di padang pasir, dianggap sebagai teriakan yang sia-sia) telah muncul berbagai narasi ramalan akhir pandemi. Melalui perhitungan yang sangat matematis, dan dengan melihat konstelasi perbintangan, beberapa pakar menandakan sejak kapan mula hingga usainya wabah yang sedang melanda umat manusia di muka bumi ini.

Ramalan Akhir Pandemi

Pada 22 Agustus 2019, melalui akun Youtube dengan kanal Conscience, Abighya Anand, memprediksi dunia akan melalui fase sulit dimulai November 2019 hingga April 2020. Ia menyebutkan secara spesifik bahwa akan ada wabah yang merebak ke seluruh dunia sehingga tekanan global pun akan meningkat.

Ramalan ini tidak muncul layaknya ilham yang menghampiri para nabi, namun diperoleh berdasarkan hasil perhitungan Astrologi Vedik yang disebut sebagai Jyotisha dalam Wedangga, yaitu ilmu perbintangan kuno yang paling tua di India, didalami dari Kitab Weda.

Prediksi Abighya tersebut dilandasi dari pergerakan tata surya, yakni saat Planet Mars berkonjungsi (conjuct) dengan Saturnus dan Jupiter, dan ketika bulan berkonjungsi dengan Rahu (node utara dari Bulan). Hal ini dianggap fenomena yang jarang terjadi, karena Saturnus dan Jupiter adalah planet terluar dalam tata surya, namun sangat kuat pengaruhnya, apalagi ketika keduanya bergerak seirama.

Di sisi lain, bulan dianggap sebagai planet penyebaran air yang dominan, kini bergerak beriringan dengan Rahu yang adalah planet komunikator. Hal ini mengindikasikan akan adanya penyebaran wabah melalui droplets saat manusia batuk dan bersin. Maka dari itu pembatasan sosial menjadi peringatan untuk dapat dipraktikkan secara ketat.

Tanggal 29 Mei diperkirakan menjadi titik awal berakhirnya penyebaran wabah karena pergerakan planet kembali ke orbit awal, sehingga diprediksi menjadi titik jenuh kulminasi kasus yang merebak. Ia menyebutkan bahwa virus korona yang muncul sebagaimana prediksinya ini ditandai sebagai perang global, yaitu antara virus dan kemanusiaan.

Baca Juga  Indonesia Punya Modal Kebangsaan yang Solid

Mirip tapi tak sama, di jagat Twitter hadir pula prediksi serupa. Utasan berjudul “Berakhirnya Wabah Menurut llmu Falakiyah” menyusup bagaikan tetesan pengharapan di tengah sepinya jalanan di bulan Ramadan tahun ini.

Mey yang dalam profilnya disebutkan sebagai bagian dari Nahdliyin ini menjelaskan bagaimana ilmu falak, ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit khususnya bumi, bulan dan matahari dapat memprediksi waktu-waktu di muka bumi. Termasuk ramalan akhir pandemi.

Ilmu Falak dan Prediksi Akhir Wabah

Ilmu falak disebut pula dengan ilmu hisab (perhitungan), atau ilmu rashd (pengamatan) atau miqat (batas-batas waktu), atau haiah (mempelajari benda-benda langit). Di masyarakat sendiri, ilmu falak lebih banyak didengar saat penentuan awal bulan, arah kiblat, waktu-waktu salat, dan waktu gerhana bulan.

Prediksi ilmu falak terhadap akhir korona hadir dalam judul tulisan, “Wabah (Tha’un), Penyakit/Virus (‘Ahah) dan Bintang Tsuraya” yang disampaikan oleh Wakil Talqin Pangersa Abah yang diberi gelar Al Hasib, Dr KH Irfan Zidni Wahab al Hasib. Argumen ini diawali dengan berbagai hadis yang berbunyi:

  1. Jika Bintang (Najm) naik, maka diangkatlah penyakit/virus dari penduduk seluruh negeri” (HR. at-Thabrani).
  2. Jika Bintang (Najm) terbit pada pagi hari, maka diangkatlah penyakit/virus dari penduduk seluruh negeri”(HR. Abu Daud).
  3. Tidaklah terbit Bintang (Najm), sementara di bumi tengah dilanda penyakit/virus, melainkan (penyakit/virus) itu diangkat” (HR. Ahmad).
  4. Wabah (Tho’un) pada masa lalu, terjadi pada Musim Semi, setelah berakhirnya Musim Dingin. Wabah berakhir di permulaan Musim Panas” Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab “Badzl al-Ma’un” (Hal. 369).

Secara sederhana, hadis tersebut diterjemahkan menjadi penyakit/virus/wabah akan hilang saat Bintang Najm terbit di pagi hari (fajar). Bintang Najm sendiri dalam ilmu falak dikenal sebagai Bintang Tsuraya. Sedangkan kronologinya dijelaskan sebagai berikut:

  1. Pada periode 12 Mei – 6 Juni, Matahari berada di Buruj Tsaur (zodiak Taurus) dan Buruj jawza’ (zodiak Gemini), di Manzilah (posisi) Bintang Tsuraya. Namun, yang muncul pada pagi harinya adalah bintang Syarthin (Alnath) pada tanggal 12 Mei dan Bathin (Allothaim) pada tanggal 25 Mei.
  2. Tanggal 7 Juni, Matahari berada di Buruj Jawza’ (Gemini), di Manzilah (posisi) Bintang Huq’ah (Alchatay). Pada waktu Fajar, bintang yang terbit (Thali’/Ascendant) adalah Bintang Tsuraya (Alchaomazon).
  3. Kemunculan Tsuraya pada waktu Fajar ini sekaligus menandakan masuknya Musim Panas dan berakhirnya Musim Semi.
  4. Waktu Fajar untuk DKI Jakarta pada tanggal 7 Juni 2020 masuk pada pukul 04.44 wib.
  5. Sedangkan Tsuraya mulai terbit di Ufuq Timur (Thali’/Ascendant) pada pukul 04.52 wib.
Baca Juga  Oligarki Milenial: Anak Muda Mental Kolonial

Satgas NU Peduli COVID-19 Kabupaten Demak merespon postingan ramalan akhir pandemi tersebut dengan menguraikan bahwa imu perbintangan itu ada 2, yaitu ilmu hisab (perhitungan pasti) dan ilmu nujum (kejadian alam yang dikaitkan dengan benda langit). Perhitungan di atas menggunakan ilmu hisab.

Mengenai bintang Tsuraya yang akan muncul pada Buruj Tsaur (Taurus) pada derajat 30 sampai Buruj Jauzak (Gemini) pada derajat 11. Awal muncul bintang Tsuraya ini adalah ketika deklinasi matahari 57 derajat tepatnya 18 Mei, dan berakhirnya pada deklinasi matahari 68 derajat tanggal 31 Mei. Sehingga tanggal 18-31 Mei menandakan wabah mulai berangsur hilang.

Maka dari itu, menurut prediksi ilmu falak wabah virus COVID-19 ini akan berakhir pada 7 Juni 2020. Namun kemungkinan tanggal 7 Juni, Tsuraya belum bisa terlihat muncul di pagi hari, karena Tsuraya baru saja terpisah dari Matahari. Sehingga masih ada dampak sinar matahari terhadapnya.

Kemunculan Tsuraya

Waktu yang paling cepat munculnya Tsuraya adalah setelah melewati setengah perjalanannya, yakni 6 hari, yaitu tanggal 13 Juni. Tanggal inilah (13 Juni) waktu yang kemungkinan Tsuraya terlihat muncul pada pagi hari atau waktu fajar. Atau dengan kata lain di tanggal inilah virus yang mewabah ini mulai terangkat dan hilang. Benar atau tidaknya? Wallahualam.

Di luar kontroversi yang menyebutkan berbagai ramalan tersebut adalah pseudo-science, hadis daif, atau hoaks sekalipun, kehadiran kabar semacam ini tidak dapat dipungkiri telah menjadi penyejuk pikiran sejenak bagi masyarakat yang kini terjebak dalam frustasi, kecemasan, dan kepanikan akibat pandemi.

Ketidakpastian akan kuldesak wabah kontemporer menjadikan ramalan semacam ini bagai titik pengharapan secara psikologis. Menghasilkan wacana tandingan dari masyarakat yang resah.

Baca Juga  Perempuan, Rokok, dan Stigma Masyarakat Kita

Sehingga munculnya berita ramalan akhir pandemi ini dirasa lebih menenangkan daripada dipaksa bertahan dalam limbo antara hidup atau mati. Karena ketidakpastian penanganan korona memang lebih didominasi unsur politiknya. Hingga detik inipun belum ada vaksin yang dinyatakan ampuh untuk menangani virus tersebut.

Teriakan di Padang Pasir

Vox clamantis in deserto, ramalan-ramalan perbintangan yang kebetulan mirip hasil perhitungannya ini ibarat teriakan sekaligus oase di padang pasir. Namun, apakah ia akan menjadi teriakan yang sia-sia? Atau kita dapat mulai belajar menelusuri bahwa memang semesta dapat menitipkan pesan kebijaksanaannya melalui konstelasi tata surya?

Baik oleh astrologi barat maupun timur, atau yang dalam Islam sendiri dikenal dengan ilmu falak, telah menemukan relevansinya untuk memprediksi gerak-gerik alam. Melihat pola keterhubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos. Bukankah kita manusia, hewan, tumbuhan, bakteri, virus, hingga batu sekali pun adalah bagian dari alam semesta juga?

Editor: Nabhan

Avatar
4 posts

About author
Researcher at Indonesian Institute of Sciences
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *