Review

Review Buku: Islam dan Kebebasan

4 Mins read

Buku yang diterbitkan oleh Institute of Economic Affairs ini awalnya diterbitkan dalam bahasa inggris pada tahun 2016. Selang waktu setahun diterbitkan kembali dalam bahasa Indonesia oleh Suara Kebebasan.

Saya rasa buku ini masih relevan untuk dibaca dan diperbincangkan para kaum muda millenial. Karena, di dalam buku ini para kontributor penulis mencoba menjawab berbagai persoalan kondisi kaum muslim saat ini. Di antaranya, bagaimana Islam melihat kebebasan, dan kemunduran peradaban Islam saat ini.

Ada 13 kontributor penulis dalam buku ini. Kebanyakan para cendikiawan muslim Turki yang banyak memberikan kontribusinya. Beberapa bab dalam buku ini disusun dari materi presentasi yang dipaparkan pada konferensi tahunan yang diadakan oleh Istanbul Network for Liberty, yang misinya adalah mempelajari dan mengampanyekan prinsip dan tata nilai masyarakat yang bebas dan terbuka di dunia islam.

Benarkah Sunni Penyebab Mundurnya Peradaban Islam?

Pada tanggal 19 Desember 2020, Suara Kebebasan mengadakan bedah buku Islam dan Kebebasan. Pembicara pada bedah buku tersebut adalah Luthfi Asyaukanie, beliau adalah Founder Qureta dan Dosen Paramadina. Saat itu saya bertanya mengenai kegelisahan saya setelah membaca buku Islam dan Kebebasan.

Pertanyaan saya adalah “Kalau kita cermati dari sejarah peradaban islam, pemikiran Sunni selalu lebih kaku dibandingkan Mu’tazilah. Salah satunya Sunni mengatakan kalau Al-Qur’an itu segalanya dari Tuhan, dan sifatnya abadi. Namun, Mu’tazilah membantah bahwa Al-Qur’an itu diciptakan belakangan, kata-katanya bersifat baru. Lalu, dengan segala kekakuan  apakah sunni juga menjadi faktor mundurnya peradaban Islam saat ini?”

Sontak, beliau menjawab iya! Karena, setelah masa kekhalifahan Umayyah, Sunni tidak ada lagi produksi pemikiran. Tidak adanya kebebasan pemikiran terjadi, karena Sunni juga termasuk anti kebebasan. Puncaknya adalah ketika munculnya Wahabisme. Kalaupun jika melanjutkan pandangan Mu’tazilah mungkin peradaban Islam saat ini bukan lagi di barat.

Baca Juga  Islam with Progress: The Spirit of Muhammadiyah Movement

Di dalam buku Islam dan Kebebasan pada bab 3 dijelaskan juga mengenai argumen Jabariyyah dan Qadariyyah. Kelompok jabariyyah berpendapat bahwa segala aktivitas dan pengalaman kita telah ditakdirkan, sehingga kita tidak bisa menghindarinya. Kelompok qodariyyah berpendapat bahwa tidak ada takdir yang telah ditentukan sejak dahulu dan tidak dapat dihindari. Jadi manusia bisa mengatur tindakan mereka sendiri sesuai kehendak.

Saya rasa kelompok jabariyyah ini juga termasuk golongan Sunni dan qodariyyah adalah golongan Mu’tazilah. Saya sepakat dengan pemikiran Mu’tazilah karena jika manusia sudah pasrah dengan takdir, bagaimana manusia dapat bertanggung jawab. Etika itu berjalan di atas tanggung jawab. Lalu, manusia bisa menjalankan tanggung jawab karena ada kebebasan. Lantas, bagaimana dirinya bisa bertanggung jawab jika kita anti kebebasan?

Harus diketahui juga bahwa, aliran qadariyah ini muncul disebabkan menentang kebijakan politik bani umayyah yang dianggap kejam. Karena, pada waktu itu masih pada proses kurangnya toleransi dalam beragama.

Maka dari itu, harus kita dukung kembali madzab qadariyah dan juga harus dihidupkan kembali api semangat kaum qadariyah. Hal-hal seperti ini memang perlu dibela untuk kemajuan peradaban umat Islam saat ini.

Kebebasan Beragama

Kita ketahui ajaran agama adalah ajaran yang benar. Namun, kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengikuti agama kita. Nabi Muhammad saw sekalipun hanya menyampaikan risalah dari Allah dan beliau tidak pernah memaksakan untuk orang lain mengikuti kepercayaanya. Kesalahan dalam pemikiran umat islam inilah yang perlu kita telaah lebih dalam saat ini.

Dalam buku Islam dan Kebebasan bab 2, di situ ada pembahasan mengenai kesalahan-kesalahan paling mendasar dalam pemikiran umat Islam saat ini. Di antaranya yang perlu ditelaah adalah terkait toleransi antar umat beragama. Para pemikir muslim cenderung memperlakukan orang Islam lain dan orang non islam, khususnya umat kristiani di barat, layaknya spesies makhluk hidup lain.

Baca Juga  Moderasi Itu Lebih dari Sekadar Toleransi

Lalu, masalah yang dirasa cukup besar juga adalah obsesi terhadap negara Islam. Banyak orang Islam yang menginginkan negara Islam, bukan negara konstitusional terbatas. Karena mereka percaya bahwa mereka hanya bisa menikmati kebebasan jika mereka hidup didalam negara Islam tersebut.

Kesalahan berpikir yang paling fatal menurut saya terkait problem Islam dan sains. Memang kita ketahui sumber utama ajaran Islam adalah Al-Qur’an, lalu sumber kedua adalah hadis. Namun, kedua hal ini saja tidak akan mampu untuk memahami sifat dasar manusia sepenuhnya. Kita tahu, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta. Jika melekat pada sifat pibadi dan sosial, itu termasuk aturan buatan Allah.

Maka, Atila Yayla dan Bican Sahin dalam buku ini mengatakan. “Umat Islam harus mengekspresikan kedua hal tersebut. Jika Al-Qur’an adalah buku kecil dari Allah, maka alam semesta dan umat manusia adalah buku besar dari Allah. Kaum muslimin wajib membaca keduanya.”

Dalam berjalanya waktu umat Islam saat ini sudah mulai berpikir untuk kemajuan peradaban umat Islam. Karena itu, mau tidak mau kita sebagai kaum muslim millenial harus mulai ikut andil dalam menata pemikiran Islam yang sesuai dengan koredor masa kejayaan Islam.

Kritikan dan Pujian: Buku Islam dan Kebebasan

Untuk melihat apakah buku itu mencerahkan atau tidak, kita dapat melihat dari beberapa cara. Salah satunya adalah setelah membaca buku tersebut kita dapat menikmati suatu ide pemikiran dan mendapatkan sesuatu dari buku tersebut. Nyatanya setelah saya baca memang saya merasa ada suatu pemikiran baru dalam benah saya. Hal itu mengenai tentang kemajuan peradaban Islam.

Namun, beberapa kritik saya pada buku Islam dan Kebebasan adalah tidak adanya integrasi yang baik didalam pembagian bab. Dibeberapa bab juga masih terlihat longgar seperti di bab 3 dan 4. Ada juga bab yang menurut saya kurang relevan dan jauh dari tema, terutama pada bab-bab terakhir. Mungkin itu dapat kita maklumi, karena buku ini juga bukan dari satu pemikiran, tetapi melibatkan beberapa tokoh pemikir Islam.

Baca Juga  Islam Mana Yang Sebaiknya Kita Pilih?

Di lain sisi ada juga beberapa lontaran pujian pada buku Islam dan Kebebasan. Termasuk, buku tersebut tidak hanya memberikan jawaban teologis ataupun tekstual. Tetapi, buku ini juga berupaya membangkitkan semangat berpikir, dan bergerak untuk kebangkitan peradaban umat Islam saat ini.

Tulisan ini pada intinya adalah mengajak para muslim millenial untuk mulai berpikir kembali bagaimana caranya peradaban Islam kembali jaya. Tentu itu bukan hal yang praktis dan mudah. Namun, jika kita mempunyai integrasi yang kuat dalam berpikir dan bergerak. Saya rasa untuk beberapa tahun kedepan, bukan hal yang mustahil untuk mengembalikan peradaban Islam pada masa kejayaanya.

Editor: RF Wuland

Toni Febi Saputra
2 posts

About author
Toni Febi Saputra merupakan pria kelahiran desa kecil bernama Sri Kencono Baru, Lampung Tengah, Lampung. Mahasiswa S1 yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sekarang sebagai anggota aktif Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Ciputat, Sekretaris Bidang Senbura Asrama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Cabang Ciputat, Sekretaris Bidang RPK Pimpinan Komisariat Ushuluddin Cabang Ciputat, dan juga sedang kuliah di Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Semester 4 Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *