Review

Ruang Baru dalam Aktivisme Islam

3 Mins read

Semula, dalam kajian aktivisme Islam keyakinanlah yang menentukan perilaku. Islam sebagai suatu sistem kepercayaan dianulir sebagai satu-satunya daya dorong yang kuat untuk melakukan sebuah tindakan. Namun, kajian terkini tentang aktivisme Islam cenderung melihat dari sisi “model aktor rasional” yang longgar yang tidak hanya dipandu oleh ketaatan pada satu ideologi yang kaku.

Dengan perspektif ini maka aktivisme Islam dipandu dengan penilaian taktis dan strategis dari biaya dan risiko. Pilihan pada bentuk gerakan didasarkan pada penilaian sadar, dengan memperhitungkan peluang dan hambatan. Sehingga dapat diprediksi apakah gerakan itu akan berhasil atau gagal. 

lebih luas, aktivisme Islam dapat pula dijelaskan dalam konteks teori gerakan sosial baru (new social movement), yang memusatkan perhatian pada identitas, kepercayaan, simbol-simbol, dan nilai-nilai dalam restrukturisasi kehidupan keseharian (Calhoun, 1995). Gerakan sosial baru merupakan penggabungan sesuatu yang bersifat personal dengan yang lain– dalam upaya menciptakan “jaringan makna yang diterima bersama”, yang didasarkan atas cara hidup dan norma-norma budaya alternatif. Sehingga membawa konsekuensi munculnya identitas-identitas baru yang dimiliki bersama, termasuk lahirnya komunitas-komunitas agen yang dihubungkan melalui pemahaman bersama yang menyangkut kehidupan sehari-hari.

Akibatnya ruang-ruang kesempatan baru lahir dan dapat meningkatkan proyek transformasi gerakan di atas. Hal ini dikarenakan bahwa arena-arena sosial tersebut memberikan nilai-nilai, yang sebelumnya sangat terbatas atau tidak dapat diakses. Arena-arena kesempatan bukanlah sumber daya baru.

Ia adalah wadah interaksi sosial yang menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru untuk menambah jaringan makna dan kehidupan berkelompok yang telah ada. Ruang tersebut meliputi forum-forum politik, media elektronik, dan ruang maya (cyberspace), serta pasar.

Membentuk Identitas Melawan Hegemoni Negara

Di lain sisi, ruang kesempatan yang tercipta juga bukan sekedar struktur mobilisasi. Karena ia melekat pada ruang ekspresi dan interaksi sosial, bukan pada struktur organisasional formal atau informal. Di dalam ruang itu, gerakan sosial baru dapat membentuk identitas, melawan hegemoni negara, atau mengubah makna kehidupan kesaharian. Karena ruang ini membebaskan suara-suara yang berbeda dan mentransformasikan cadangan pengetahuan (stock of knowledge) ke dalam sebuah proyek dan aturan kompetisi (Featherstone, 1998).

Baca Juga  Syafi’i Ma’arif dan Pendidikan Islam Berparadigma Pembebasan

Di dalam ruang tersebut, bukan hanya pembedaan antara aksi kolektif dan individual yang dikaburkan. Akan tetapi juga batas antara yang publik dan privat pun ditetapkan kembali. Gerakan sosial Islam mewakili “hadirnya” identitas muslim privat di dalam wilayah publik.

Hal itu bukan hanya menyangkut perjuangan untuk pengakuan terhadapa identitas, melainkan juga “terjun ke arena publik” melalui identitas privat. Dalam ruang kesempatan ini, identitas dan gaya hidup dibentuk, diperbandingkan, dan diwujudkan.

Dengan pengaruh pertumbuhan ekonomi dunia dua dekade belakangan, menyebabkan ruang-ruang kesempatan di atas menjadi dinamis dan berkembang dengan baik. Hal ini terlihat dari ledakan wahana penyebaran makna yang berorientasi pasar, meliputi majalah, surat kabar, televisi, internet, dan sistem pendidikan swasta.

Ruang tersebut membuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi aktor-aktor muslim untuk menyuarakan suara-suara yang berbeda dan jaringan kelembagaan di dalam diskusi-diskusi publik. Mereka mengikat kelompok-kelompok Islam ke dalam proses budaya dan politik yang lebih luas dan membantu mereka membentuk sebuah kesadaran sosial-politik baru.

Buku Aktivisme Islam Kaum Urban

Faisal Riza dalam buku “Aktivisme Islam Kaum Urban; Politisasai Identitas, Mobilisasi, & Pragmatisme Politik”, yang diterbitkan oleh CV. Pusdikra MJ ini, mengurai dengan sangat rinci sekali bentuk ruang-ruang baru tersebut. Walaupun lanskap yang dipilih oleh Riza dalam penulisan adalah fenomena aktivisme Islam yang terjadi di Kota Medan, akan tetapi hal inilah yang menjadikan karya ini semakin unik dan menarik. Karena Riza bisa memaparkan ruang-ruang mana saja yang tidak tampak secara nasional maupun global yang dimanfaatkan oleh gerakan aktivisme Islam.

Dalam buku ini, privatisasi dan pluralisasi fashion, jurnalisme, selera makanan, arsitektur, gaya hidup, kosmetik, musik hingga sampai ke peralatan rumah tangga yang digunakan pun, adalah ruang-ruang baru yang memungkinkan suara-suara Islam menjadi publik. Dengan begitu, secara ekonomi dan budaya memperkuat kelompok-kelompok pinggiran vis a vis negara.

Baca Juga  Mulat Sarira: Muhasabah Diri ala Islam Jawa

Sebelas bab bahasan yang saling berkelindan dalam karya Riza ini, menegaskan bahwa identitas agama bukan sekedar nilai yang sudah selesai dan final. Tetapi justru dinamis dan berkembang. Di samping itu, aktivisme Islam juga digunakan sebagai mekanisme bertahan. Yaitu suatu gerakan yang membentengi dan melindungi ruang-ruang yang telah didapatkan oleh komunitas.

Lebih lanjut, buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang menginginkannya. Terutama bagi akademisi, aktivis, pegiat literasi, dan masyarakat secara umum. Dari buku ini kita bisa belajar banyak, dan bisa menambah wawasan kita tentang fenomena sosial keagamaan yang terjadi di sekitar kita.  

*) Resensi Buku Aktivisme Islam Kaum Urban “Politisasi Identitas, Mobilisasi, & Pragmatisme Politik”

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…
Review

Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

4 Mins read
Isu agama memang seksi untuk dipolitisir. Karena pada dasarnya fitrah manusia adalah makhluk beragama. Dalam realitas politik Indonesia, sebagian besar bangsa ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *