Inspiring

Sayyid Qutb: Mufassir Sekaligus Politikus

4 Mins read

Ibrāhim Ḥusain asy-Syāżilī atau yang dikenal dengan nama Sayyid Qutb, adalah seorang tokoh mufasir dari Timur Tengah yang lahir pada 9 Oktober 1906 di Mausyah, Provinsi Asyut, Mesir. Bapaknya bernama al-Ḥaj Quṭb Ibn Ibrāhīm, sedangkan ibunya ialah Sayyidah Nafaṣ Quṭb.

Empat tahun lamanya Sayyid Quṭb menempuh pendidikan dasar di desanya. Di usia sepuluh tahun, ia sudah menjadi “ḥāfiẓ Al-Qur’ān”. Setelah menyadari bahwa Sayyid Quṭb memiliki kecerdaan di atas rata-rata, ia dipindahkan ke Halwan, daerah pinggiran Kairo. Pada tahun 1929, Sayyid Quṭb memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziyah Dārul ‘Ulum (nama lama dari Universitas Kairo). Dan ia memperoleh ijazah S1 bidang sastra dan diploma dalam bidang tarbiyah pada tahun 1933.

Setelah lulus kuliah, mufasir yang banyak terpengaruh dengan seorang sastrawan bernama al-Aqqad ini mendedikasikan dirinya di Departemen Pendidikan. Selama enam tahun, ia diberi tugas untuk mengajar di berbagai sekolah yang di bawah naungan Departemen ini. Kemudian, ia beralih jabatan sebagai pegawai kantor di Departemen Pendidikan. Dan setelah berjalan delapan tahun, ia beralih tugas ke Lembaga Pengawasan Pendidikan Umum.

Di lembaga ini, ia berkesempatan untuk rihlah intelektual ke Amerika selama dua tahun. Sayyid Quṭb dituntut untuk membagi waktu antara belajar di Greeley College di Colorado dengan Wilson’s Teacher’s College di Washington (saat ini bernama the University of the District of Columbia). Dan akhirnya, gelar MA berhasil ia dapatkan dari universitas tersebut

Rihlah intelektual Sayyid Quṭb ke Amerika ini memberikan amunisi Islami dan memperkokoh keimananya. Bahnasawi dalam bukunya, “Butir-butir Pemikirannya Sayyid Quthb menuju Pembaruan Gerakan Islam“. Ia mengungkapkan, hasil pengumpulan berbagai disiplin ilmu dan pengalamannya selama di Amerika. Ia memberikannya banyak khazanah baru terkait masalah-masalah sosio-kultural, terutama yang terlahir dari ideologi materialisme.

Baca Juga  Imam Asy-Syafi’i: Tokoh Pendiri Mazhab Syafi’i

Sepak Terjang Sayyid Quṭb

Setelah mengembara di Amerika, Sayyid Quṭb kembali lagi ke Mesir dengan membawa semangat baru. Ia memutuskan untuk bergabung menjadi politikus ke dalam Ikhwanul Muslimin. Karena dedikasinya yang tinggi, Sayyid Quṭb diangkat menjadi ketua Penyebaran Dakwah dan Pemimpin Redaksi Koran Ikhwanul Muslimin.

Dalam dinamika politik, Sayyid Quṭb memiliki semangat dalam memproyeksikan revolusi. Ia sering menghadiri pertemuan dengan Dewan Komando Revolusi (Majelis Quyadah ats-Tsaurah). Dalam waktu yang tidak begitu lama, ia dipilih sebagai penasihat (musytasyar) Dewan Komando Revolusi, Bidang Kebudayaan, dan juga menjadi sekretaris di Lembaga Pers.

Awalnya, ia sangat mesra dengan Gamal Abdul Nasser. Gamal sering mengunjunginya untuk memberikan rencana, strategi, dan langkah dalam mewujudkan revolusi. Namun, kebersamaan antara Ikhwanul Muslimin dengan Nasser ternyata tak berjalan lama. Kekecewaan Sayyid Quṭb terhadap pemerintahan dari Nasser yang menolak gagasan untuk membentuk negara berdasarkan asas-asas Islam, mengakibatkan hubungan antara keduanya pecah.

Pada November 1954, Nasser menangkap Sayyid Quṭb dan para pimpinan Ikhwan yang lain. Tuduhan bersekongkol dalam rangka melakukan pemberontakan (bugat), anti terhadap pemerintah dilontarkan kepada mereka. Atas tuduhan ini, lima belas tahun penjara menjadi ketetapan yang menimpa seorang mujahid ini.

Ternyata penjara bukan penghalang bagi Sayyid Quṭb dalam menyalurkan dan mengabadikan pemikiran-pemikirannya. Ketika di dalam penjara, Sayyid Quṭb merevisi tiga belas juz pertama tafsir Fī Ẓilālil-Qur’ān. Bahkan, ia juga menulis beberapa buku termasuk Al-Mustaqbal Hāża ad-Dīn dan Hāża ad-Dīn. Setelah sepuluh tahun menjalani masa tahanan, ia dibebaskan.

Namun, kebebasan Sayyid Quṭb itu tak berjalan lama, lantaran setelah menulis buku agenda politiknya yang judul Ma’ālim Fī aṭ- Ṭarīq, mengakibatkannya dibui lagi pada tahun 1965. Ia dipenjara bersama tiga saudaranya: Aminah, Hamidah, dan Muhammad Quṭb. Tak lama kemudian, hukuman gantung dijatuhkan oleh Mahkamah Revolusi kepada Sayyid Quṭb dan juga kepada dua orang tokoh pergerakan Islam di Mesir, yaitu Muḥammad Yusuf Hawwasy dan Abdul Fattah Ismail.

Baca Juga  Inilah Doa Memohon Kebaikan untuk Pemimpin Negara

Hingga akhirnya, tanggal 28 Agustus 1966, sepekan setelah diketok putusan hukuman mati, kantor Sami Syaraf menghubungi seluruh pimpinan redaksi media massa. Kemudian dilanjutkan dengan pemberitaan oleh Sekretaris Gamal Abdul Nasser bidang penerangan, bahwa pagi ini eksekusi terhadap Sayyid Quthb, Abdul Fattah Ismail dan Muhammad Yusuf Hammasy telah terlaksana dengan baik.

Pandangan Politik dalam Tafsir Fī Ẓilālil-Qur’ān

Salah satu contoh pandangan politik Sayyid Quṭb yang tertuang di dalam kitab tafsirnya adalah perihal “Hukum Allah”. Menurutnya, hanya hukum Allah yang berhak dijadikan sebagai aturan, qanun, atau undang-undang. Sangat kentara penolakan Sayyid Quṭb atas hukum buatan manusia.  Bagi Sayyid Quṭb, selain hukum Allah didasari hawa nafsu dan kejahilan. Pandangan ini dapat dilihat ketika ia menafsirkan surat al-Maidah ayat 44 sebagai berikut:

والجاهلية ليست فترة تاريخية؛ إنما هي حاله توجد كلما وجدت مقوماتها في وضع أو نظام وهي في صميمها الرجوع بالحكم والتشريع إلى أهواء البشر، لا إلى منهج الله وشريعته للحياة ويستوي أن تكون هذه الأهواء أهواء فرد، أو أهواء طبقة، أو أهواء أمة، أو أهواء جيل كامل من الناس. فكلها ما دامت لا ترجع إلى شريعة الله أهواء

Kejahiliahan itu, kata Sayyid Quṭb, ketika mengembalikan hukum, undang-undang, dan peraturan hidup kepada hawa nafsu manusia, bukan kepada manhaj dan syariat Allah untuk kehidupan, baik nafsu itu nafsu perorangan, kelompok, umat, maupun suatu generasi. Semua itu, selama tidak kembali kepada syariat Allah, menurut Sayyid Quṭb, adalah hawa nafsu.

Lebih tegas lagi dalam lanjutan penafsiran tersebut Sayyid Quṭb menarasikan:

ويشرع ممثلوا جميع الطبقات وجميع القطاعات في الأمه لأنفسهم فإذا هي جاهلية لأن أهواء الناس الذين لا يتجردون أبداً من الأهواء، ولأن جهل الناس الذين لا يتجردون أبداً من الجهل، هو القانون – أو لأن رأي الشعب هو القانون – فلا فرق إلا في العبارات. وتشرع مجموعة من الأمم للبشرية فإذا هي جاهلية . لأن أهدافها القومية هي القانون – أو رأي المجامع الدولية هو القانون – فلا فرق إلا في العبارات

Baca Juga  Orang Mukmin sebagai Penangkap Api Islam

Kehancuran yang Nyata: Menyerahkan Peraturan pada Nafsu Manusia

Seandainya ada wakil-wakil umat membuat peraturan untuk diri mereka, maka hal ini dalam pandangan Sayyid Quṭb adalah kejahiliahan. Karena, undang-undang yang dibuat itu tak lepas dari hawa nafsu yang ada dalam diri manusia. Begitu juga bila suatu bangsa membuat syariat untuk manusia, maka kondisi ini adalah kejahiliahan. Karena, kata Sayyid Quṭb, kepentingan bangsa dan pandangan dari parlemen inilah yang menjadi undang-undang.

Itulah contoh dari paradigma seorang mufasir sekaligus politikus yang bernama Sayyid Quṭb. Tentu, paradigma tersebut tak terlepas dari kondisi sosio-politik-budaya di mana ia hidup saat itu. Namun yang pasti, sepanjang pembacaan saya, dari sekian banyak mufasir, hanya Sayyid Quṭb yang seorang politikus. Hal ini menandakan bahwa ilmu keislaman dan perpolitikan tidaklah bertentangan. Agama tak sekecil itu dengan mengabaikan politik. Dan politik akan terasa hampa tanpa hadirnya Agama.

Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada Sayyid Quṭb. Aamiin.

Editor: RF Wuland

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa PAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *