Riset

Siapakah Bangsa Arab Itu?

3 Mins read

Siapakah sesungguhnya bangsa Arab? Terdapat sekian banyak kesulitan untuk mendefinisikan siapa sesungguhnya bangsa Arab. Jika pendefinisian ini didasarkan kepada karakteristik sosial tertentu yang dibangun oleh suku-suku padang pasir, maka kita kesulitan untuk mengidentifikasikan orang-orang yang memiliki perbedaan kultural tetapi secara geografis berada dalam wilayah Jazirah Arab.

Misalnya, untuk menyebut penduduk Hijaz yang hidup di kawasan gersang dan tandus disebut sebagai bangsa Arab (disebut Arab Musta’ribah dari keturunan Adnan bin Ismail bin Ibrahim). Tetapi, penduduk Yaman yang hidup di tanah subur dan hidup makmur serta memiliki tradisi yang berbeda dengan orang-orang Hijaz juga termasuk dalam kategori bangsa Arab (disebut bangsa Arab Qathan karena mereka keturunan Yaqthan (Qathan) bin Aibar bin  Shalih yang silsilah mereka bertemu dengan sosok Sam bin Nuh). 

Atas dasar inilah, untuk memberika kategori yang jelas tentang bangsa Arab, kita memang membutuhkan pendekatan lain selain pendekatan kebudayaan. Bagaimanapun juga, orang-orang Arab yang mendiami kawasan Petra (padang bebatuan) jelas memiliki tradisi yang berbeda dengan mereka yang mendiami kawasan Deserta (gurun pasir), apalagi kawasan Felix (kawasan subur).   

Untuk melacak siapa nenek moyang bangsa Arab dimulai pembahasan gelombang ekspansi besar-besaran pada Millenium Ketiga Sebelum Masehi ketika suku-suku nomaden di Arab Utara menuju ke tepi Laut Tengah. Para sejarawan Yahudi berpendapat bahwa nenek moyang bangsa Arab dari sekelompok manusia yang hidup di kawasan yang diapit oleh “dua sungai,” yakni Sungai Euphrate dan Tigris.

Dalam kajian sejarah peradaban dunia, kawasan ini lebih dikenal sebagai Mesopotamia. Orang-orang yang mendiami kawasan sempit di antara Sungai Euphrate dan Tigris merupakan bangsa pendatang (nomaden). 

***

Tradisi bangsa-bangsa tua terdahulu selalu melakukan pengembaraan panjang untuk mencari tempat menetap yang dapat memberikan kehidupan. Karena didera oleh kondisi ekonomi yang sulit, di tengah-tengah sengatan matahari yang terik, suku-suku Arab Utara kemudian berpencar ke segala penjuru dunia. Pada Millenium Ketiga Sebelum Masehi (SM), bangsa ini sampai di tepi Laut Tengah dan mereka kerasan menetap di sana.  

Baca Juga  Ketertarikan Barat dalam Mengkaji Ajaran Islam

Dalam penelitian Steven Olson (2002), memang dapat dibenarkan bahwa bangsa-bangsa terdahulu telah lama melakukan ekspansi menjelajahi berbagai belahan dunia dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik. Telah terjadi proses evolusi genetik bersamaan dengan ekspansi besar-besaran ini.

Bersamaan dengan proses ekspanasi dan proses evolusi genetik, juga memicu perubahan pola pikir, sistem sosial, dan bentuk-bentuk kebudayaan yang semakin menjauh dari induk semangnya. Begitu juga dengan awal sejarah nenek moyang bangsa Arab.    

Sejarawan Israel Wilson berpendapat bahwa bangsa Arab adalah bangsa Smith (Ibrani: Hebrew). Sejarawan Yahudi ini berusaha melacak asal-usul nenek moyang bangsa Arab berdasarkan Pendekatan Genetik (Etnik?). Bangsa Smith, menurutnya, adalah orang-orang keturunan Sam bin Nuh. Dari silsilah inilah kemudian melahirkan bangsa Smith yang tersebar di seantero Jazirah Arab. 

Tetapi, usaha Israel Wilson untuk melacak asal-usul nenek moyang bangsa Arab banyak menuai kritik dari para ilmuwan yang lain. Dalam pengamatan Steven Olson, Pendekatan Genetik selama ini cenderung memilah tipologi manusia berdasarkan jenis gen tertentu.

Padahal teori ras, dalam Studi Antropologi, sudah terbentahkan. Istilah ras tidak menunjukkan bahwa suatu kelompok manusia dibedakan dengan kelompok lain berdasarkan ukuran dan jenis gen, melainkan sebatas konstruksi etnik yang telah mengalami proses evolusi sejarah yang panjang.

Seperti halnya untuk menyebut bangsa Smith, sebenarnya penggunaan istilah ini tidak untuk menunjukkan sekelompok manusia dengan ukuran dan jenis gen tertentu. Smith bukanlah nama untuk sekelompok ras manusia. Selain sudah masyhur dengan sebutan sebagai bangsa Smith, bangsa ini juga terkenal dengan panggilan bangsa Ibrani.

Kita akan segera mengetahui asal-usul penggunaan nama ini (Ibrani/Smith) untuk menyebut sekelompok manusia yang pernah melakukan ekspansi besar-besaran meninggalkan tanah kelahiran mereka menuju ke tepi Laut Tengah. 

Baca Juga  Tiga Penyakit Nalar Selama Pandemi Covid-19

Mengenai asal-usul nama bangsa Ibrani (Smith), para sejarawan baik dari kalangan Muslim maupun Yahudi, masih berselisih pendapat. Istilah “Ibrani,” menurut sebagian sejarawan Yahudi menunjukkan nama sebuah Klan Eber (keturunan Aibar bin Shaleh bin Arfakhshadh bin Sam bin Nuh). Tetapi, pendapat ini tidak masyhur di kalangan para sejarawan pada umumnya (Jerald F. Dirks, 2004: 245-246).

Sebagian para ilmuwan berpendapat bahwa nama “Ibrani” berasal dari kata “Eber” (Ever) yang berarti “sisi lain.” Maksudnya, sisi lain dari penduduk yang bermukim di tepi sungai Furat (Euphrate). Istilah ini juga menunjukkan kepada orang-orang yang pernah menyeberangi sungai Furat. Yaitu Nabi Ibrahim beserta keluarga dan para pengikutnya. Tetapi, pendapat ini pun masih banyak diperselisihkan.  

Sekalipun banyak selisih pendapat perihal nama bangsa Ibrani, tetapi hampir seluruh sejarawan, baik dari kalangan Muslim maupun Yahudi, sepakat bahwa ciri-ciri bangsa ini sebagai orang-orang nomaden. Mereka adalah orang-orang pengembara yang terus menjelajahi berbagai kawasan. Hidup mereka selalu berpindah-pindah tempat. Mata pencaharian mereka adalah berternak domba. Sejarah bangsa ini terkait dengan kisah seorang nabi besar yang merupakan “Bapak Monoteisme” bagi umat agama-agama samawi. (Bersambung)

***

*)Tulisan ini merupakan seri kedua dari serial Legasi Arab Pra Islam. Serial ini merupakan serial lanjutan dari serial Fikih Peradaban Islam Berkemajuan yang ditulis oleh sejarawan Muhammadiyah, Muarif.

Baca juga Seri 1 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya

Seri 2 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Alquran, Wahyu yang Menyejarah

Seri 3 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Kisah dalam Alquran: Tujuan dan Ragam Qashash

Seri 4 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Khalifatullah fil Ardh: Manusia sebagai Aktor Peradaban

Seri 5 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ras Merupakan Kekeliruan Besar: Sanggahan Atas Teori Ras

Seri 6 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Evolusi Kebudayaan: Tidak Ada Bangsa Pilihan

Seri 7 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Relasi Kebudayaan dan Kekuasaan

Seri 8 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Persia di Timur Tengah

Seri 9 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kepercayaan Majusi bagi Bangsa Arab

Seri 10 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Romawi di Timur Tengah

Seri 1 Legasi Arab Pra Islam: Bukan “Jazirah Arab”, tapi “Syibhu Jazirah Arab”

Editor: Yusuf

Baca Juga  Alam Semesta dalam Al-Qur'an
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds