Perspektif

Soedjatmoko dan Ramalan 2020

2 Mins read

Tan Malaka di selebaran Menuju Indonesia Merdeka memberikan ramalan, mengenai indonesia merdeka. Ramalan itu tidak hanya berdasarkan prediksi ngawur semata, melainkan bukti-bukti empiris dan situasi pergerakan dunia kala itu.

Dalam khazanah Jawa, ramalan sudah menjadi satu hal yang biasa. Bukan karena klenik, melainkan dari hasil lelaku orang Jawa. Orang Jawa dikenal sebagai seorang yang bisa weruh sakdurunge winarah ( tahu sebelum kejadian).

Orang Jawa dekat dengan tradisi sufisme. Melalui laku itulah, orang Jawa bisa membaca kahanan, membaca gejala. Orang modern memang tidak dekat dengan tradisi ramalan. Akan tetapi, ketika mereka hidup dalam ketidakpastian, mereka sering lari ke dukun untuk menemui solusi dari masalahnya itu.

Gus Dur adalah orang yang dikenal sebagai orang yang bisa membaca masa depan. Sering apa yang dilihat Gus Dur, justru menjadi kenyataan akan hari ini. Banyak orang percaya bahwa Gus Dur adalah waliyullah.

Mengapa ramalan atau prediksi masa depan menjadi penting? Ramalan atau prediksi masa depan adalah bagian dari cara kita untuk membaca diri dan membaca situasi serta kelangsungan kita di masa depan. Salah satu tema penting itu adalah keindonesiaan.

Soedjatmoko: Intelektual Futuris

Intelektual Indonesia yang dikenal futuris selain Tan Malaka adalah Soedjatmoko (Koko). Koko bukan hanya dikenal sebagai intelektual interdisipliner. Koko membawa nama harum indonesia saat ia menduduki jabatan sebagai rektor universitas PBB. Koko juga dikenal sebagai aktivis sosialis Indonesia yang mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebudayaan (PPSK).

Soedjatmoko dikenal sebagai intelektual indonesia yang berpikir keras memikirkan nasib bangsanya. Rosihan Anwar di bukunya Sejarah Kecil, Petite Historie jilid 5 (2012), menulis liputan kecil Koko saat ia ceramah menjelang kematiannya.

Baca Juga  Masa Depan Rekomendasi Jakarta 1438/2017

Koko memberikan kuliah terakhirnya di PPSK di jalan Blimbing Sari 27A, Yogyakarta. 20 orang intelektual indonesia tamatan Amerika dan Australia berdiskusi mengenai masa depan Indonesia. Koko yang tak sengaja diajak Amin Rais mengisahkan penggalan yang disampaikan Koko di ruang pertemuan itu.

Berikut kita kutipkan petilan ceramah Koko; ” dalam 25 tahun yang akan dating, terjadi perubahan fundamental dalam kependudukan Indonesia. Prinsip-prinsip Repelita I-V tidak secara otomatis dapat diteruskan dalam 25 tahun mendatang. Jawa akan padat pada tahun 2020 dengan 60 persen dari seluruh Indonesia dan itu berarti kurang lebih 170 juta jiwa. Pulau Jawa akan kekurangan air. Privacy akan menyempit dan kalau begitu bagaimanakah orang akan hidup secara damai dan harmonis di Jawa?”

Lebih lanjut, Koko mengatakan; “dalam masa mendatang, siapa yang tidak punya akses ilmu pengetahuan akan ketinggalan. Dalam masa mendatang, dalam tiga bidang akan diuji, yaitu bidang bioteknologi, bidang informasi, dan bidang materials technology.”

Begitu Koko mengatakan tema pendidikan, Koko menaruh tangan ke jidatnya, beberapa saat lamanya ia tidak berbicara. Dan saat dibangunkan tidak ada reaksi, mereka pun membawanya ke rumah sakit. Koko meninggal tenang sekali dalam diskusi kebangsaan.

***

Apa yang diramalkan Koko pun seperti menemui kita di tahun 2020. Jawa mengalami krisis air bersih. Saat kepadatan penduduk menghantui kota-kota di Jawa, kita pun diselimuti bencana banjir di kota besar di Jawa.

Akses terhadap ilmu yang dikhawatirkan Koko pun terjadi. Sementara akses pengetahuan dan informasi yang dulu dikhawatirkan Koko, kini telah menemui kita saat ini.

Banjir informasi atau hoax seperti berseliweran dalam layar ponsel kita. Kita dihadapkan pada kebenaran apa yang diramalkan Koko. Artinya, tantangan di bidang informasi kini sudah semakin kompleks.

Baca Juga  Inside Out: Diri Sendiri yang Nggak Sendirian

Koko mesti tidak secara khusus mengurai semua aspek di tahun 2020, ia telah  memberi perhatian penuh akan nasib bangsanya di masa depan. Ia pun memberikan peringatan kepada intelektual indonesia.

“Intelegensia Indonesia terpenjara pikirannya oleh keadaan zaman sekarang. Mereka segan memikirkan keadaan 25 tahun mendatang.”

Rasanya susah mencari seorang intelegensia seperti Koko di masa sekarang, yang tidak hanya memikirkan nasib diri dan bangsanya saat ini, tetapi juga nasib diri dan bangsanya 25 tahun mendatang.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *