Inspiring

Sukron Abdillah: 17 Tahun WFH Tak Tergoda Jadi Kaum Gajian

3 Mins read

Namanya Sukron Abdillah. Asli orang Garut. Biasa dipanggil oleh juniornya di IMM UIN Bandung: Mang Ukon. Saya biasa panggil bunyi terakhirnya, Kon. Panggilan yang rentan dan berbahaya. Kenapa jadi Kon? Karena susah memanggil Kron. Juga nggak enak memanggil Suk.

Saya mengenal Sukron hampir dua dekade, selepas mengikuti Darul Arqam Dasar Komisariat Fakultas Dakwah IMM UIN Bandung. Tulisan pertamanya, ditempel di papan pengumuman sekretariat IMM UIN Bandung, Sun-tree. Filosofi santri dalam perspektif santri. “Alus tulisanna, berbakat ieu,” (bagus tulisannya, ini berbakat) tunjuk teman saya, Isa Nur Zaman setelah membaca tulisan Sukron. Terbukti, tak lama berselang, tulisan-tulisannya muncul di berbagai media massa lokal dan nasional saat itu: Pikiran Rakyat, Galamedia, Tribun Jabar, Kompas Jawa Barat, Republika, dan media massa lainnya.

Kuliahnya cepat lulus. Antitesis aktivis mahasiswa abadi. Kebiasaannya menulis membantunya cepat menyelesaikan skripsi. Saya duga, dia menuliskan skripsi kawan-kawannya juga.

Lama punya pacar, tak sampai ke pelaminan. Mungkin, pacarnya tidak kuat dengan gaya hidup “santuy” ala Sukron. Perempuan butuh kepastian. Kepastian sandang, pangan, papan, dan kasih sayang. Hanya poin terakhir yang Sukron punya. Tapi itu tak cukup untuk bertahan hidup.

Pernah melamar jadi wartawan, Pak Budhiana, Pemimpin Redaksi koran Pikiran Rakyat saat itu, merekomendasikannya. Sulit sekali bagi mahasiswa UIN Bandung menjadi wartawan di Pikiran Rakyat. Tapi Sukron punya CV penulis lepas yang tulisannya rajin dimuat. Semua tes dia jalani dan berhasil. Saat tes terakhir, wawancara, ia ditanya, “Bagaimana kalau Anda tidak lulus tes ini?” Dijawab, “Ya kalau tidak lulus juga nggak apa-apa, rezeki mah Allah yang ngatur.” Jawaban yang benar tapi di saat yang tidak tepat. Gagallah ia menjadi wartawan Pikiran Rakyat.

Pak Agus Syafei, dosen UIN Bandung, dua kali kena prank Sukron. Dengan kelihaiannya menulis, Sukron diikutkan lomba menulis di Cirebon. Sukron bersedia. Di waktu yang ditentukan untuk lomba, Sukron tidak hadir. Alasannya sakit. Setelah saya kroscek, dia ada di kosan dan mengaku: “Saya nggak punya ongkos buat ke Cirebon.”

Baca Juga  Prinsip 4 AS untuk Sukses Berwirausaha

Itu biasa. Yang luar biasa, Sukron Abdillah nge-prank Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad. Melihat potensi baca dan tulisnya yang bagus, Prof Dadang meminta Sukron kuliah S2. Biar bisa jadi dosen, katanya. Permintaan Prof Dadang diamini Sukron. Masalah biaya, Prof Dadang bilang aman. Jadilah, Rovi’i Ketua Korkom IMM UIN Bandung yang juga junior Sukron saat itu pontang-panting mengurus berkas pendaftaran. Selepas tes, ia lulus dan masuk perkuliahan.

Di akhir semester pertama, Prof Dadang dapat laporan Sukron tak masuk sekalipun ke kelas. Saat ditanya kenapa, jawab Sukron: “Jadwal kuliahnya kepagian, jam 08.00-12.00 saya masih tidur.” Bukan hanya sekali Prof Dadang menguliahkan Sukron S2. Dua kali. Dua-duanya tak pernah sekalipun Sukron masuk kelas.

Menikah dengan tetangganya di Garut, dan diwajibkan tinggal di Garut. Dua tahun ia berjualan asesoris motor. Tapi itu bukan jiwa Sukron. Ia gagal berbisnis. Ia kembali ke Bandung, nebeng di Sekretariat IMM UIN Bandung. Kembali menulis buku. Kembali menulis artikel. Kembali dalam dunianya. Kembali berkreativitas. Ia menemukan fill-nya di sana. Cukup ruangan 3x4m dengan tumpukan buku, di sanalah habitat Sukron.

Ia bisa dua minggu tidak keluar kamar. Puluhan halaman tulisan ia lahirkan. Terjaga mulai Dzuhur hingga menjelang Subuh. Terlelap ba’da Subuh hingga matahari di puncak teriknya.

Rokok, kopi hitam, dan makanan sekadarnya menemaninya sebagai penulis. Gara-gara asupan gizi kurang, ia pernah sakit typus. Sendiri dalam kamar kos yang gelap dan lembab. Kalau saja Amin R Iskandar, yang juga junior dan murid menulis Sukron, tidak mampir ke kosannya, entah apa jadinya. Amin yang merawat saat Sukron sakit dengan membelikannya bubur dan membawanya ke dokter.

Baca Juga  Kalung Anti Virus: Indonesia Anti Kepakaran?

Sukron bukan kader yang kaya raya. Honor menulisnya di Penerbit Mizan setelah dikirim untuk anaknya di Garut, ia pakai untuk keseharian hidupnya. Malah tak jarang ia menjadi ayah bagi kader-kader IMM UIN Bandung dari kampung yang bermodal sepasang pakaian untuk kuliah. Ia memberi kader-kader ini makan. Membelikannya buku. Membayarkannya SPP. Bahkan ada yang hingga S2. Membiayai acara pengkaderan. Tak terhitung kopi dan rokok. Meminjamkan uang pada siapa saja yang membutuhkan, tak pernah ia tagih. Honor menulis tak lama tinggal di rekening. Kedermawanannya memudahkan pintu rejeki baginya.

Saat sekarang orang ramai WFH (work from home), Sukron sudah memulainya semenjak lulus kuliah. Sekitar 17 tahun lalu. Banyak yang mengatakan: Pergilah ke luar rumah dan carilah rejeki Tuhanmu.” Sukron tak keluar rumah, dan alhamdulilkah rezeki Tuhan masih mengalir. “Dengan silaturahim akan membuka pintu-pintu rezeki.” Silaturahim di dunia maya menghantarkan Sukron bersua dengan beberapa tokoh penting negeri ini.

Bagi kamu yang membutuhkan panutan legend WFH, terlalu jauh bila ke Thomas Alfa Edison. Sukron Abdillah adalah legend WFH kekinian. Menulis puluhan buku di berbagai penerbit, beberapa best seller. Apa lagi tulisannya di media massa: tak terhitung.

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PW Muhammadiyah Jawa Barat, Ceo Penerbit Lekkas
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *