Tafsir

Tarjuman al-Mustafid: Kitab Tafsir Karya Abdur Rauf al-Fanshuri

3 Mins read

Tarjuman al-Mustafid adalah karya melegenda Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri al-Jawi. Ia lahir di Fansur pada tahun 1620 M dan meninggal di Kuala tahun 1693 M. Ia merupakan seorang Melayu dari Fansur, Singkil (Singkel) di wilayah pantai Barat Laut, Aceh. Maka terkadang ia juga disebut dengan Abdur Rauf as-Singkili. Ia berasal dari keluarga religius, ayahnya bernama Syekh Ali al-Fanshuri merupakan ulama tersohor di pedalaman Singkel.

Abdur Rauf belajar di negeri-negeri Arab seperti Mekah, Madinah, Jeddah. Diantara gurunya adalah Syekh Ahmad Qushashi dan Syekh Maulana Ibrahim (Khalifah Tharikat Syattariyah), hingga Abdur Rauf memproleh ijazah Tharikat Syattariyah. Kemudian ia mulai mengajar dan mengembangkan ajaran Syattariyah di Singkil, karena itulah dia terkenal dengan nama Abdur Rauf Singkel.

Latar Belakang Sosio-Kultural Penulis Tarjuman al-Mustafid

Pada tahun 1641-1675, kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang Sultanah (ratu) bernama Sultanah Taj al-‘Alam Safiyyat al-Dîn Syah sebagai ratu ke-14. Safiyyat al-Dîn Syah naik tahta setelah menggantikan suaminya Sultan Iskandar Tsani yang memerintah tahun 1637-1641. Safiyat al-Dîn bisa menduduki jabatan tersebut karena mereka tidak memperoleh putra mahkota. Sehingga ia menggantikan posisi Sultan Iskandar Tsani.

Abdur Rauf pernah menjabat sebagai mufti kerajaan Aceh. Sehingga pada posisi inilah Abdur Rauf lebih memiliki otoritas untuk menulis karya-karyanya dan tentu ditunjang oleh fasilitas kerajaan.

Sejauh ini belum diketahui apakah kitab Tarjumân al-Mustafîd merupakan permintaan dari sultanah ataukah ada latarbelakang lain. Paling tidak dapat dikatakan tujuan penulisan tafsir ini untuk memudahkan masyarakat awam untuk memahami al-Qur’an. Sebab banyak di antara mereka yang tidak mumpuni berbahasa Arab dan juga belum ada tafsir berbahasa Melayu.

Sumber Penafsiran Tarjuman al-Mustafid

Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang sumber rujukan penulisan Tarjumân. Pertama, pendapat Snouck Hurgronje yang diamini oleh Rinkes dan Voorhoeve, menyebutkan bahwa Tarjumân al-Mustafîd merupakan terjemahan dari tafsir al-Baidhâwî (Khazanah Tafsir Melayu, 83-834). Kedua, pendapat Peter Riddell dan Salman Harun, mereka menyatakan bahwa tafsir Tarjumân al-Mustafîd merupakan terjemahan dari tafsir al-Jalâlain (Jaringan Ulama Timur Tengah, 249).

Baca Juga  Ketika Islam Bicara tentang Obat dan Kesehatan

Metode dan Corak Penafsiran

Abdur Rauf menjelaskan suatu surat dengan menerangkan kronologis ayatnya terlebih dahulu. Artinya ia menjelaskan nama suratnya, jumlah ayatnya dan tempat turunnya surat tersebut. Setelah itu ketika menjelaskan ayat, Abdur Rauf memulainya dengan basmalah terlebih dahulu, kemudian baru menjelaskan ayat.

Dalam menjelaskan ayat-ayat tersebut, Abdur Rauf menjelaskan sesuai dengan urutan ayat dan menjelaskan maknanya secara harfiyah. Tidak disertakan dengan penjelasan-penjelasan seperti hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat yang lain yang ada kaitannya dengan ayat tersebut. Oleh karena itu, untuk menentukan metode penulisan tafsir Tarjuman al-Mustafid, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu sudut cara penafsiran dan sudut makna.

Jika dilihat dari sudut cara penafsiran yang menjelaskan urutan ayat dan penjelasan dari kandungan ayat, ini merupakan metode tahlili. Sementara, ketika dilihat dari sudut makna, metode yang diterapkan dalam penulisan tafsir tersebut adalah metode ijmali karena penjelasannya adalah singkat, padat, mudah dimengerti dan cocok untuk pemula.

Abdur Rauf As-Singkili dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tidak terpaku hanya pada satu corak penafsiran. Abdur Rauf menggunakan corak umum. Artinya, penafsiran yang diberikan tidak mengacu pada satu corak tertentu, seperti fiqih, filsafat, dan adab bil-ijtima’i. Namun tafsirnya mencakup berbagai corak sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkan.

Tidak aneh jika corak penafsiran yang di berikan bersifat umum karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Walaupun Abdur Rauf juga terkenal sebagai penyebar dan mursyid tharikat syattariah, namun corak penafsiran yang diberikan tidak terpengaruh pada satu bidang tertentu (Ensiklopedi Islam, 1992/1993, 26). Sebab itu, tidak tepat, jika ada orang yang mengatakan bahwa tafsir ini merupakan tafsir sufi.

Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Tarjuman al-Mustafid

Setiap karya tentunya memiliki kelebihan dan kekurangannya. Diantara kelebihan tafsir Tarjuman al-Mustafid adalah selalu memulai dengan kata basmalah, menjelaskan ayat-ayat secara berurutan dimulai dari surat al-Fatihah ditutup dengan surat an-Nas, menjelaskan ayat-ayatnya dengan singkat, padat dan mudah untuk dipahami semua kalangan.

Baca Juga  Ashabul Fil: Kisah dalam Al-Qur'an yang Dianggap Sebuah Dongeng

Sebelum menjelaskan ayat-ayatnya, ia terlebih dahulu memperkenalkan surat yang akan dijelaskan. Seperti nama surat, tempat turun, jumlah ayat dalam surat tersebut dan juga fadilah membaca surat tersebut. Penjelasan ayat terletak berdampingan dengan ayat dalam satu halaman, sehingga memudahkan bagi pembaca.

Ia juga memberi kode tersendiri setiap penjelasan sesuai dengan yang akan dijelaskan. Contohnya adalah tentang bacaan para imam qiraat, kode yang diberikan adalah kata ikhtilaf yang terletak didalam kurung dan kata  علم pada penutup penjelasan. Selain itu, ia juga memberikan penjelasan mengenai sebab turun ayat yang biasanya diberi kode atau tanda dengan kata qisah dalam kurung, dan lain sebagainya. Uniknya adalah ia menggunakan bahasa Jawi agar mudah dipahami masyarakat.

Tetapi tafsir ini juga memiliki kekurangan dan kelemahan. Kekurangan dan kelemahan dari tafsir ini adalah penjelasannya yang terlalu singkat, sehingga kurang menambah wawasan bagi pembaca. Abdur Rauf juga tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadits ketika menjelaskan suatu ayat. Ia juga tidak menjelaskan tentang sanad dan matan hadits pada penjelasan asbabun nuzul (Karakteristik Tafsir Tarjuman Al-Mustafid, 2015, 6).

Editor: Miftachul W. Abdullah

Hazmi Ihkamuddin
4 posts

About author
Mahasiswa Magister IAT Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *