Review

Review Buku: Melawan Nafsu Merusak Bumi

4 Mins read

Buku dengan judul “MELAWAN NAFSU MERUSAK BUMI: Prinsip Etika Lingkungan Hidup Islami” merupakan wujud ikhtiar As Rosyid sebagai penulis dan pegiat ekoliterasi dalam menguatkan ajaran Islam sebagai agama ramah lingkungan. Penulis menekankan bahwa agama yang dibawa oleh Baginda Nabi Muhammad memiliki misi religius bagi pemeluknya untuk memikirkan terapan-terapan etika Islami dengan kreatif sesuai tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman dengan tidak merusak ekosistem bumi yang ada.

Sebab, dalam tradisi agama Islam memandang alam sebagai bentuk sakral yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah termasuk makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang seraya selalu bertasbih kepada-Nya.

Buku ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian penulis semasa S2 tentang filsafat hukum Islam yang ramah lingkungan hidup, yang kemudian ditulis ulang dengan bahasa yang lebih populer dengan tetap menyertakan rujukan teks suci Al-Qur’an dan pemikiran-pemikiran dari para ulama dan ilmuwan.

Dengan sampul yang menyertakan ilustrasi tangan manusia yang menggenggam bumi seolah ingin menguasai dan menghabiskan sumber daya bumi, namun terdapat tali-tali pengekang yang menahan dan berusaha melonggarkan genggaman tersebut menguatkan kesan dalam pada calon pembaca dan dapat memberikan gambaran kepada calon pembaca tentang isi yang terkandung.

Penulis dalam bukunya menaruh harapan kepada para pendakwah dan umat Islam untuk turut andil memberikan perhatian terhadap isu lingkungan hidup yang kurang berkembang dan menerangkan bahwa iman umat Islam tidak akan sempurna bila tidak dibarengi dengan misi penyelamatan lingkungan hidup.

Menurut penulis, setidaknya terdapat tiga corak dalam gerakan lingkungan hidup yang kiranya sudah mewakili dan perlu diakui perannya di antaranya; Habituasi, Struktural, Etik. Berikut penjelasannya.

Habituasi

Dalam langgam Habituasi menjelaskan upaya menyelaraskan kebudayaan manusia dengan lingkungan hidupnya. Dengan cakupan tentang bagaimana manusia mengambil manfaat dari alam dan bagaimana manusia sebisa mungkin menghindarkan dampak kerusakan pada alam.

Baca Juga  Manusia Adalah Aktor Utama di Balik Kerusakan Bumi

Sebagai contoh, penulis merujuk pada kebiasaan Nabi Muhammad yang dikenal sebagai sosok yang hemat energi dengan mematikan bara api sebelum tidur dengan disiplin. Contoh lain, Nabi meminta umatnya hemat air untuk keperluan peribadatan meski kala itu air sedang berlimpah dan menegur sahabat Sa’ad yang Israf (berlebihan) saat berwudhu kemudian menyebutnya sebagai suatu kezaliman.

Umat Islam diminta merenungi konsekuensi jangka panjang dalam mengonsumsi air yang berlebihan, sebab dapat berujung tabdzir (penyia-nyiaan) yang merupakan hal yang tidak disenangi Nabi. Sebaliknya, dengan memanfaatkan air, energi, makanan secukupnya serta mengutamakan prinsip efisiensi merupakan hal yang disukai Nabi.

Dengan kata lain, Agama Islam mendorong umatnya untuk berpola hidup sederhana (zuhud), dan tidak berlebih-lebihan (israf). Karena Allah juga tidak menyukai menyukai manusia yang merajalela dan berbuat kerusakan di muka bumi dengan merusak keseimbangan yang telah tercipta.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. “(Surat Al-A’raf: 56)

Struktural

Langgam struktural berfokus pada mengawasi dan menjaga kelestarian lingkungan melalui kebijakan pembangunan destruktif yang dilakukan oleh korporasi dan pemerintah dengan mengejar pertumbuhan ekonomi kemudian mengorbankan manusia dan lingkungan hidup.

Korporasi bekerjasama dengan pemerintah dengan memberikan kemudahan hak dan perizinan untuk berproduksi dan tidak ketat mengawasi limbah serta keberlangsungan makhluk hidup sekitar, bahkan tak jarang tempat yang akan dibangun ialah perumahan warga namun ganti ruginya tidak mencapai 100% dengan yang dijanjikan.

Penulis mengutip pemikiran Tania Murray Li dalam buku “The Will to Improve: Governmentality, Development, and the Practice of Politics” yang membahas soal negara dan korporasi memanfaatkan agen partai dan aparat untuk melakukan kriminalisasi kepada aktivis yang vokal pada suara perlawanan. Keduanya dapat kompak memanfaatkan kuasa politik pejabat bermental korup dan ketamakan profit oleh korporasi untuk mengamankan agenda pembangunan dengan mengorbankan manusia dan lingkungan hidup.

Baca Juga  Raja Kisra, Penyembah Api yang Mayatnya Tetap Utuh

Penulis juga mengangkat kisah Khalifah Umar bin Khattab dalam proyek perluasan Masjid Nabawi untuk dijadikan pegangan para pejabat bahwa kebijakan harus mendahului kepentingan rakyat dan mengarah kepada kesejatarahan rakyat.

Dengan menimbang semakin banyaknya jama’ah yang hadir. Rencana pun ditetapkan dan rencana menggusur rumah-rumah di sekitar masjid Nabawi diumumkan, Kemudian Umar berdiskusi dan menyepakati ganti rugi yang adil dengan para pemilik rumah. Namun ada satu sahabat yang menolak yakni paman nabi Abbas bin Abdul Muthallib. Meski sudah ditawarkan ganti rugi belipat-lipat tetap enggan.

Khalifah Umar pada saat itu sanggup menahan diri dengan tidak menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan dan masih tetap mengedepankan musyawarah. Atas ketenangan berfikir tersebut Paman Nabi dengan ikhlas menyedekahkan rumahnya untuk kepentingan kaum muslimin. Andai kata sebelumnya Khalifah Umar tetap keras kepala dan mengambil paksa niscaya Paman Nabi tersebut tidak akan memberikannya.

Etik

Dalam langgam etik fokus membangun ulang kesadaran tentang posisi manusia dan alam agar lebih mempertimbangkan nilai non manusia.  Dengan cara mengambil manfaat dari alam secukupnya sesuai kebutuhan wajar sehingga tercipta keharmonisan keadaan lingkungan yang harmonis.

Permasalahan yang hingga kini terjadi ialah sebagian manusia memiliki pola pikir bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan memiliki bekal ilmu untuk menggerakkan peradaban dapat terus menerus melakukan eksploitasi alam tanpa mempertimbangkan keberlangsungan makhluk hidup yang sudah lebih di sana dan keberlanjutan untuk generasi berikutnya.

Penulis meneruskan pemikiran Abdul matin dalam bukunya yang berjudul Green Deen: What Islam Teaches about Protecting the Planet sebelum menyembuhkan bumi baiknya terlebih dahulu memperbaiki hati manusia. Sebab keserakahan manusia segaris lurus dengan kehendak untuk mengeksploitasi alam yang sama-sama berakar dari berbagai penyakit hati dan ketidakmampuan untuk berpuasa.  

Baca Juga  Pancasila: Hadiah Umat Islam untuk Indonesia

Penulis juga mencoba meluruskan pandangan cacat makna Khalifatullah fil al-ard dalam surah Al Baqarah ayat 30  yang oleh sebagian kelompok diartikan sebagai  ”penguasa planet” untuk melegitimasi dapat melakukan apapun dan tindakan merusak di muka bumi.

Dalam terjemahan lain juga diartikan sebagai pemimpin, pengatur, pelerai. Namun penulis dlaam bukunya memilih terjemahan “pemelihara, perawat, penjaga” yang mengemban amanah berkewajiban untuk menyelaraskan kepentingan dan kebutuhan manusia dengan ekosistem termasuk keanekaragaman flora dan fauna, relasi predator – mangsa serta keutuhan rantai energi dan iklim.  .

Kelestaraian ekosistem ialah tolok ukur untuk menentukan nilai suatu kebutuhan dan mode pemenuhannya. Kemudian penulis secara terang menulis dalam bukunya “Apapun tindakan manusia yang mengancam kelestarian ekosistem adalah haram dan menuai dosa. Sebaliknya, apapun tindakan yang mendukung kelestarian ekosistem adalah wajib dan dicatat sebagai pahala.”

Biodata Buku

Judul: MELAWAN NAFSU MERUSAK BUMI: Prinsip Etika Lingkungan Hidup Islami

Penulis: AS Rosyid

Ukuran: 13 x 19 cm

Tahun Terbit: Cetakan kedua, Maret 2023

Ketebalan : xvi + 139 halaman

Penerbit : EA Books, D. I Yogyakarta

ISBN: 9786235280035

Editor: Soleh

Fahris Haria Febrilian
2 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi PDM Kabupaten Pasuruan. Penerjemah Mandarin.
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *