Aliran Khawarij adalah kumpulan atau sekelompok orang yang memisahan diri dari kepemimpinan Ali, termasuk sekte Al-Muhakkimah. Kaum ini memilih untuk memberontak pada Ali, karena bermaksud untuk berhijrah oleh karena itulah mereka juga disebut juga sebagai kaum Muhajirin. Khawarij menyatakan bahwa mereka siap dan bersedia bersedia berkorban di jalan Allah (berjihad), dan dalam gerakan-gerakannya mereka selalu mengatas namakan ayat Al-Qur’an sebagai tameng atas perbuatan mereka.
Sekte ini menganggap bahwa Ali dan Muawwiyah, atau para orang  pelaksana tahkim, tersebut lalu semua orang yang menyetujuinya dan yang menerima hasilnya gencatan senjata merupakan kumpulan orang yang melenceng dan menjadi kafir. Menurut mereka, orang yang melakukan dosa besar dianggap kafir, melakukan tindakan zina dan membunuh termasuk perbuatan dosa besar. Oleh karena itu, pelakunya mereka anggap sebagai kafir.
Kemudian Khalifah Ali berupaya untuk menghapus sekte ini dengan cara melalui pertempuran atau peperangan pada para pengikut Khawarij. Pertempuran ini bergejolak di daerah nahrawan. Pertempuran itu pun berhasil menjadikan kemenangan di pihak Ali. Namun Ali kehilangan pasukannya kurang dari 10 korban, kemudian pada pihak Khawarij tersisa 9 orang yang masih selamat.
Akan tetapi orang-orang yang tersisa ini melarikan diri dan berpencar ke segala penjuru tempat. Dua orang menuju Oman, dua orang menuju Kirman, dua lagi lari kea rah Sajistan, lalu satu orang mengunsi di Yaman. Mereka ini lah yang kemudian menjadi penyebar aliran Khawarij (Karim, 2006).
Al-Muhakkimah, Salah Satu Sekte Khawarij
Al-Muhakkimah merupakan generasi Khawarij pertama atau cikal bakal aliran Khawarij. Mereka adalah orang-orang yang membelot dan memutuskan tidak lagi mengikuti Ali ibn Abi Thalib saat peristiwa tahkim. Mereka memilih keluar diri Khalifah Ali dan melakukan pertemuan di desa Harura yang terletak di Kuffah. Dan tokoh sekte ini adalah Itab ibn al-A’war, Urwah ibn Jarir, Abdullah ib al-Kawa’, dan Abdullah ibn Wahab al-Rasibi.
Abdullah ibn Wahab al-Rasibi merupakan imam yang pertama  kali dibai’at oleh kelompok Khawarij. Aliran ini memiliki jumlah anggota sebanyak 12000 orang, setelah menyatakan memisahkan diri dari Ali. Dan di tempat ini pula mereka menetapkan Abdullah ibn Wahab Al-Rasibi sebagai pemimpin. Mereka memiliki selogan ‘tiada hukum yang benar kecuali yang ada di sisi Allah‘. Ini adalah suatu slogan yang selalu menjadi pedoman dalam tiap gerakan yang mereka lakukan (Abdurrazak, t.th).
Al-Syahrastani mengatakan bahwa ajaran mereka berhubungan dengan imamah. Bagi mereka yang menempati posisi imam bisa siapapun kecuali bangsa Quraisy. Tiap orang diangkat menjadi imam yakni orang-orang yang dipercaya mampu berlaku adil dan jauh dari kejahatan, dan barang siapa yang membangkang wajib dibunuh.
Akan tetapi bila seorang imam berubah perilakunya dan meninggalkan kebenaran yang mereka percayai maka seorang imam tersebur akan dibunuh juga. Kelompok ini banyak menggunakan qiyas dan menurut ajaran mereka tidak diperbolehkan ada dua orang imam dalam satu zaman. Namun dalam beberapa keadaan yang mendesak serta terpaksa maka diperbolehkan mengangkat seorang imam lagi dan juga tidak ada aturan dari suku dan bangsa mana mereka berasal (Sirajuddin, 1995).
Adapun pokok pemikiran aliran Khawarij yaitu:
- Tiap-tiap muslim yang melakukan dosa besar dihukumi kafir lalu di bunuh.
- Mereka-mereka yang ikut perang jamal (perang yang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair, melawan Ali bin Abi Thalib) lalu bagi mereka yang melaksanakan tahkim kemudian menyetujui hasilnya, dihukumi kafir.
- Seorang khalifah wajib dipilih secara langsung oleh rakyat dalam artian secara demokrasi.
- Bagi mereka yang ingin menjadi khalifah tidak wajib dari bangsa arab. Seorang muslimin mempunyai hak untuk menjadi seorang khalifah apabila mereka sudah memenuhi syarat yang ada.
- Setiap imam dipilih secara permanen namun bila seorang imam berperilaku tidak adil dan berbuat dzalim maka akan dijatuhi hukuman mati.
- Menurut mereka khalifah sebelum Ali merupakan khalifah yang sah, namun setelah memasuki tahun ke 7 dari masa kekhalifahan Utsman bin Affan dianggap sudah menyeleweng (Hajar, 1997).
Aliran Khawarij merupakan sekte yang terlahir dari sebuah peristiwa politik. Ia diawali sesudah Khalifah Ali bin Abi Thalib, dalam peristiwa perang shiffin yang melawan Mu’awiyah, dan menerima usulan gencatan senjata dari Mu’awiyah. Pada saat itu, beberapa pasukan tidak terima akan gencatan senjata tersebut memilih keluar dari barisan Ali serta menyalahkan keputusan saat tahkim (Harun, 1983). Sejumlah orang inilah yang mengawali terbentuknya Khawarij.
***
Dari kasus ini terus meluas hingga pada pemahaman akidah, mereka berpendapat terkait status dari pihak-pihak pada saat itu yang ikut terlibat dalam tahkim. Semua orang baik dari pihak Ali maupun pihak Mu’awiyah, yang menyetujui hasilnya dihukumi sebagai kafir dan wajib dibunuh. Akhirnya kelompok Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte salah satunya Al-Muhakkimah yang menjadi kelompok atau sekte yang pertama kalinya menolak atau keluar dari barisan Ali. Anggotanya adalah orang-orang yang sebelumnya mengikuti Ali namun kemudian memilih keluar.