Inspiring

Catatan Kecil Tentang Pak Dasron Hamid (4): Memilih Muhammadiyah, Sangat Peduli Generasi Muda

4 Mins read

“Kalau kamu mau mencari uang, memang di Jakarta inilah tempatnya. Tapi, jika ingin mencari kedamaian dan berbakti pada Muhammadiyah, di Yogyalah tempatmu!” Ini pesan Dadang Darmadi kepada sahabat karibnya, Dasron Hamid. Dan benar saja, Dasron Hamid memilih Yogyakarta. Artinya, dia lebih mencari kedamaian dan berkhidmat di Muhammadiyah.

Membaca keputusan Dasron Hamid dan mencoba menerawang situasi psikologisnya ketika dihadapkan pada pilihan ekstrem: bisnis/materi (Jakarta) atau amal/spiritual (Yogyakarta), pikiran liar saya langsung menerawang jauuuuh ke belakang. Dan bertemulah dengan satu sosok revolusioner pada masa awal perintisan Muhammadiyah. Sosok ini, pada tahun 1920, adalah pengurus teras dalam Centraal Sarekat Islam (CSI). Dia adalah penningmeester (bendahara) CSI mendampingi H.O.S. Tjokroaminoto sebagai president-nya. Sosok tersebut adalah H. Fachrodin.

Apa hubungannya Dasron Hamid dengan sosok Fachrodin? Dua-duanya jelas beda sosok dan beda zaman. Iya, betul itu! Dasron Hamid memang bukan Fachrodin. Tapi saya mencoba menerawang situasi psikologis keduanya ketika dihadapkan pada pilihan ekstrem nan dilematis. Yaitu, ketika Dasron Hamid disuruh memilih antara berbisnis mengumpulkan materi duniawi di Jakarta atau beramal dengan berkhidmat di Muhammadiyah (Yogyakarta). Situasi ini hampir mirip dengan kondisi psikologis ketika H. Fachrodin terimbas kebijakan disiplin partai di Sarekat Islam (keputusan SI di Medan) yang mengharuskan dia memilih: tetap aktif di SI (karir politik di puncak pimpinan partai tetap terjamin) dan harus keluar dari Muhammadiyah atau menanggalkan keanggotaan SI (lepas jabatan pimpinan di partai) dan aktif di Muhammadiyah. Dan pilihan Haji Fachrodin lebih berat ke Muhammadiyah. Artinya, dia keluar dari SI dan kembali ke habitatnya. Begitu pula dengan Dasron Hamid, dia menjatuhkan pilihan kepada Muhammadiyah.

Baca Juga  Catatan Kecil Tentang Pak Dasron Hamid (3): Memberi yang Terbaik untuk Muhammadiyah
***

Dengan mengawali karir sebagai dosen di UGM membuat Dasron memahami betul arti penting dunia pendidikan. Baginya, masa depan generasi muda harus dipikirkan. Pendidikan terbaik, yang bermutu, harus diberikan agar kualitas sumber daya manusia Indonesia dapat diandalkan. Dasron Hamid mengaku sangat terkesan pada komitmen sang ayah (ABDUL HAMID BKN) yang sangat peduli pendidikan bagi anak cucunya.

Suatu ketika, Dasron Hamid bertanya kepada ayahnya,“Pak, putra-putra rak sampun mentas sedaya, dados bapak mboten sisah menggalih putra-putra” (Pak, anak-anak kan sudah selesai/sukeses semua, jadi bapak tidak usah memikirkan mereka lagi). Nah, mau tahu apa jawab ABDUL HAMID BKN waktu itu? Begini jawabnya, “Yo, anak-anak, lha putu? Isih pada sekolah ngana, apa ora perlu dipikir?” (Iya, anak-anak sudah selesai, tapi bagaimana dengan cucu? Masih sekolah begitu, apa tidak dipikirkan?”

Konon, setelah mendengar jawaban sang ayah, batin Dasron Hamid langsung terenyuh. Sang ayah yang sudah menyaksikan anak-anaknya lulus sekolah semua, tetapi masih tetap memikirkan sekolah bagi cucu-cucunya. Kepedulian Abdul Hamid BKN terhadap pendidikan, terutama bagi anak-anak dan cucu-cucunya, membuat hati Dasron Hamid kian terpacu untuk mendidik generasi muda. “Yang paling penting, sesungguhnya beliau (ABDUL HAMID BKN) sedang mengingatkan agar saya tidak mengabaikan pendidikan anak-anak saya, bahkan keturunan kelak. Karena, harus dipahami bila semua ini merupakan amanah Allah.”

Pendidikan, dalam arti menyenyam pendidikan di bangku sekolah, menjadi hak bagi setiap generasi muda. Hak untuk mendapatkan pendidikan bagi generasi muda harus diberikan. Inilah semangat dari pesan sang ayah yang telah terpatri dalam sanubari Dasron Hamid. Tidak hanya kepada anak-anaknya, Dasron Hamid pun amat ringan tangan membantu kerabat dan tetangga untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga lulus. Konon, karena dilandasi atas keikhlasannya, anak-anak Dasron Hamid sendiri sampai tidak tahu jika sang ayah mereka sedang membantu pendidikan orang lain. Sungguh, ini suatu bentuk pengabdian tanpa pamrih yang patut ditiru oleh tokoh-tokoh Islam saat ini.

Baca Juga  Pesan Islam Cinta Sang Habib Muda
***

Di sini, pikiran liar saya kembali melayang-layang. Iya, betul-betul melayang-layang! Mengingat beberapa tokoh Muhammadiyah yang saya tahu memiliki keikhlasan dan pengabdian tanpa pamrih, telah membantu anak-anak muda menempuh pendidikan. Entah dengan cara menanggung SPP atau dengan cara mencarikan sumber beasiswa, tetapi tokoh-tokoh ini betul-betul memiliki hati emas. Dan betapa mangkelnya hati saya ketika ada beberapa orang di Muhammadiyah (oknum) justru memberikan stigma negatif terhadap tokoh-tokoh yang tulus tanpa pamrih itu.

Meminjam istilah almarhum Buya Syafii, mereka yang menuduh tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berhati emas dengan stigma negatif sebenarnya termasuk “kelompok sumbu pendek” di Muhammadiyah. Mereka ini ngaku-ngaku paling benar sendiri, paling Islami, paling Muhammadiyah, sedangkan tokoh-tokoh yang distigma negatif dianggap sesat, liberal, dan embel-embel lain yang jelas tidak enak terdengar di telinga. Saya sendiri yakin, mereka “kelompok sumbu pendek” paling-paling ukuran pengabdian dan keikhlasan mereka baru sebatas “nyemplungin receh di kotak amal” di masjid. Belum sampai mengusahakan beasiswa atau bahkan menanggung biaya kuliah kader-kader atau generasi muda sampai lulus.         

Beruntunglah, Pak Dasron Hamid tidak sampai distigma negatif seperti beberapa tokoh di Muhammadiyah. Semangat untuk berjuang tanpa pamrih menempuh jalur pendidikan menjadikan sosok Dasron dikenang oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah saat ini. Pada tahun 1981, Dasron Hamid bersama tim tujuh (Muhadi, S.H., Humam Zainal, S.H., Mustofa Kamal Pasha, Darwin Harsono, Fahmi Muqodas, Abdullah Effendie, dan Alfian Darmawan Muhammad) mendirikan universitas di jantung peradaban Muhammadiyah. Universitas tersebut, tak lain, adalah kampus yang saat ini sedang dipimpin Pak Gunawan Budiyanto, yakni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

***

Ada kisah menarik sebagaimana dimuat dalam “Pengantar” buku Dasron Hamid: Mengabdi Tiada Henti (2011). M. Amien Rais, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammamdiyah dan Bapak Reformasi Indonesia, menyampaikan kesaksiannya bahwa sosok Dasron Hamid dikenal sebagai pekerja yang gigih dalam mendirikan UMY, mulai dari proses mengurus perizinan, penyelenggaraan perkuliahan, hingga pembelian tanah seluas 30 ha. “Saya menjadi saksi, betapa Dasron Hamid, Mas Alfian Darmawan, Mustofa Kamal, Pak Daim, Basit Wahid, dan lainnya bekerja keras untuk membebaskan dan membeli tanah seluas itu.”

Baca Juga  Mengapa Al-Fatihah Selalu Dibaca dalam Doa?

Barangkali, semangat Dasron Hamid dalam pengabdiannya di Muhammadiyah telah mewakili semangat juang para murid KH. Ahmad Dahlan untuk saat ini. Sosok Abdul Hamid BKN, R.H. Hadjid, Haji Sjudja’, Haji Fachrodin, Haji Hisyam, Haji Mochtar, Haji Wasool Dja’far, dan lain-lain adalah murid-murid KH. Ahmad Dahlan yang sangat gigih berjuang merintis dan membesarkan Muhammadiyah. Semangat juang para tokoh Muhammadiyah generasi pertama lalu diturunkan kepada generasi penerus, salah satu di antaranya dapat ditemukan pada sosok Dasron Hamid ini. (Bersambung)

Avatar
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *