Perspektif

Hagia Sophia: Museum yang (Kembali) Menjadi Masjid

3 Mins read

Tertanggal 10 Juli 2020, museum Hagia Sophia secara resmi dikembalikan menjadi masjid oleh pemerintah Turki. Keputusan ini akhirnya mengguncang jagad pemberitaan dunia. Ditambah lagi, meskipun belum digunakan untuk salat, tapi azan telah dikumandangkan kembali pada hari itu juga dari masjid ini. Namun, hal ini ternyata juga memantik kekecewaan dari komite warisan dunia, UNESCO.

Hagia Sophia

Hagia Sophia, atau dalam bahasa Turki disebut Ayasofya merupakan salah satu bangunan ikonik dari Turki. Bangunan ini mulai dibangun pada 23 Februari 537 M atas perintah kaisar Romawi Timur, Yustinianus I. Bangunan ini didirikan untuk menggantikan pendahulunya yang baru saja hancur terbakar.

Pada awalnya, Hagia Sophia dibangun untuk dijadikan gereja katedral ortodoks Konstantinopel. Gereja Hagia Sophia menjadi pusat patriark ortodoks Konstantinopel. Gereja ini juga merupakan tempat terselenggaranya berbagai upacara besar kekaisaran Romawi Timur, yang paling penting adalah upacara penobatan kaisar.

Namun, pada tahun 1204, gereja ortodoks ini sempat diubah menjadi gereja katedral Katolik Roma oleh pasukan salib keempat di bawah kekuasaan kekaisaran Latin Konstantinopel. Hal ini terjadi saat invasi dan pendudukan Konstantinopel oleh tentara salib Latin. Pada 1261, akhirnya Konstantinopel termasuk Hagia Sophia direbut kembali oleh Romawi Timur.

Dari Masjid Menjadi Museum

Tanggal 29 Mei 1453 merupakan salah satu tonggak terpenting dalam penorehan tinta emas sejarah Islam. Pada hari itu, Sultan Muhammad al-Fatih berhasil memimpin penaklukan atas Konstantinopel. Setelah sekian lama, akhirnya kesultanan Utsmani berhasil mewujudkan impian lama yang sekaligus sebagai perwujudan bisyarah Rasul.

Setalah penaklukan tersebut, gereja Hagia Sophia dialih fungsikan menjadi masjid kesultanan pertama di Istanbul. Sultan juga memerintahkan agar masjid ini diperbaiki akibat kerusakan-kerusakan yang terjadi. Tepat 1 Juni 1453, akhirnya salat Jumat pertama digelar di masjid Hagia Sophia.

Baca Juga  Jusuf Kalla Serukan Pesan Perdamaian dari Masjid Indonesia

Di tahun-tahun berikutnya, terus dilakukan renovasi dan perbaikan terhadap masjid bersejarah ini. Seperti pembangunan menara dan penambahan lambang bulan sabit emas di atas kubah. Posisi Hagia Sophia menjadi masjid terus disandangnya sampai keruntuhan Kesultanan Turki Utsmani.

November 1922 adalah masa di mana Kesultanan Turki Utsmani mengalami keruntuhan. Kesultanan ini kemudian digantikan oleh Republik Sekular Turki. Mustafa Kemal Attaturk, sebagai presiden pertama Republik Turki memerintahkan agar Hagia Sophia ditutup untuk umum dan dibuka kembali pada 1931. Namun, pembukaan tersebut bukan sebagai masjid, tetapi sebagai museum.

Sejak saat itulah, Hagia Sophia menjadi sebuah objek wisata ikonik dan terkenal hingga kini. Karpet untuk salat dilepas, cat kaligrafi dikelupas, dan penutup lukisan dibuka agar tampak dan bisa dinikmati pengunjung. Hagia Sophia dilarang keras dijadikan tempat untuk ibadah, baik gereja ataupun masjid.

Kembali Menjadi Masjid

Setelah lama berdiri gagah sebagai sebuah museum, muncul wacana agar Hagia Sophia kembali dijadikan sebagai tempat ibadah. Wacana ini muncul dari politikus Yunani, Chris Spirou yang mencanangkan gerakan Internasional untuk mengembalikannya menjadi gereja ortodoks.

Di lain sisi, para pejabat tinggi Turki mencanangkan hal yang berlawanan. Hagia Sophia dicanangkan untuk dikembalikan menjadi sebuah masjid. Pencanangan ini mulai diwujudkan pada Ramadan 2016, di mana saat itu diselenggarakan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan makan sahur yang disiarkan secara langsung melalui TV nasional Turki.

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Turki tersebut akhirnya menuai kecaman dari berbagai pihak. Para pemimpin Yunani mengatakan bahwa langkah tersebut adalah sebuah tindakan provokatif yang menunjukkan rasa tidak hormat atas kaum Kristen Ortodoks.

Sebenarnya, upaya untuk mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi sebuah masjid telah dilakukan sejak tahun 2005. Hingga akhirnya, tepat 10 Juli kemarin secara resmi dikembalikan lagi menjadi sebuah masjid. Keputusan ini didasarkan atas dekrit Presiden Recep Tayyip Erdogan nomor 2729.

Baca Juga  Siapakah Kartini-Kartini di Muhammadiyah Saat Ini?

Dekrit ini membatalkan keputusan Dewan Menteri tahun 1934 di masa Presiden Attaturk yang dianggap melanggar pasal 35 UU nomor 633 tentang Direktorat Urusan Agama Turki. Pengadilan Tinggi Turki juga mengungkapkan bahwa menjadikan bangunan kuno sebagai museum adalah tindakan ilegal.

Pemerintah Turki mengumumkan bahwa salat Jumat perdana di Hagia Sophia akan diselenggarakan pada 24 Juli 2020 mendatang. Terlepas dari itu semua, Erdogan menegaskan bahwa pintu Hagia Sophia akan tetap terbuka untuk semua kalangan, penduduk lokal maupun asing, serta muslim atupun non-muslim.

Berbagai Reaksi

Akibat dari keputusan yang dikeluarkan itu, muncul berbagai reaksi atasnya. Baik reaksi dari kalangan internal Turki maupun reaksi dari pihak Internasional. Dari pihak yang mendukung, nampak dari ribuan warga Turki yang berkumpul di depan Hagia Sophia sambil meneriakkan kalimat takbir setelah Erdogan mengumumkan keputusannya.

Beberapa pejabat kabinet di Turki pun turut menunjukkan sikap dukungannya. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Hukum dan Menteri Keuangan Turki dalam cuitan media sosialnya masing-masing. Beberapa pihak muslim pun pasti juga mendukung keputusan ini, tak terkecuali dari beberapa akun media sosial Indonesia yang tampak mengunggah keputusan ini.

Reaksi lain ditunjukkan oleh Menteri Kebudayaan Turki yang menyayangkan keputusan Erdogan. Dia mengatakan bahwa keputusan ini membawa Turki kembali mundur ke masa enam abad lalu. Senada dengan ini, UNESCO sebagai komite warisan dunia juga mengungkapkan kekecewaan atas pengubahan status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid.

Hal serupa juga dikemukakan oleh berbagai pihak, seperti pejabat gereja ortodoks Rusia, Menteri Kebudayaan Yunani, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kementerian Luar Negeri AS, dan juga Menteri Luar Negeri Cyprus. Mereka semua mengungkapkan hal yang sama, yakni kecewa, prihatin, sedih, malu, dan berbagai kecaman lainnya.

Baca Juga  Tarawih di Masjid Amru Ibn Ash dan Toleransi Beragama

Reaksi Kita

Sebagai seorang muslim, barang tentu kita akan mendukung keputusan fenomenal tersebut. Bahagia rasanya impian Sultan Muhammad al-Fatih kini direalisasikan kembali. Cukup kalimat syukur dan takbir yang dilontarkan atas keputusan fenomenal nan membahagiakan ini.

Di sisi lain, tanggapan UNESCO juga tidak ada salahnya. Mereka yang bertugas mengurusi warisan budaya dan sejarah dunia pasti akan kaget melihat keputusan ini. Mereka seakan kehilangan satu aset berharganya. Hagia Sophia yang dianggap sebagai warisan Byzantium (dan juga Ottoman) dianggap menjadi eksklusif dengan dijadikan masjid. Namun, dengan apa yang dikatakan Presiden Erdogan di atas, sejatinya hal itu tidak akan terjadi.

Lalu bagaimana dengan anda? Apa reaksi yang akan anda keluarkan? Haruskah anda menerima keputusan ini, akankah anda menolaknya, atau justru menjadi pihak netral tanpa reaksi? Mari berpikir dan putuskan!

Editor: Nirwansyah/Nabhan

Rifqy Naufan Alkatiri
7 posts

About author
Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kota Batu, sedang menempuh studi pada Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *