Perspektif

Kebijakan Covid-19 Telah Diatur dalam Islam

3 Mins read

Dari akhir 2019 sampai sekarang bulan Juni 2020, hampir seluruh negara digemparkan oleh wabah covid-19. Virus yang mudah menyerang dan menular ini membuat banyak orang ketakutan, apalagi dengan banyaknya kasus yang meninggal karena virus ini. Peristiwa tersebut membuat gempar dunia, tidak terkecuali negara maju sekalipun.

WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan untuk tetap tenang dalam menghadapi pandemi ini, dan tetap tinggal di rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Jika memang menuntut untuk keluar rumah maka wajib memakai masker. Protocol ini sebenarnya mengutungkan bagi Muslimah, jika memakai cadar dipandang negatif, bisa memakai masker.

Hal yang Sudah Diatur dalam Islam

1. Menutup Aurat dan Tolong Menolong

Al Allamah Ibnu Abidin, seorang ahli hukum Islam mengatakan, “Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakan, terkadang lelaki melihat dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189).

Walaupun tidak ada kewajiban dalam islam untuk menutup wajah, tapi kita tetap harus memperhatikan aurat apalagi seseorang perempuan. Kewajiban menutup aurat telah diwajibkan Allah SWT. “… hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka …” (Q.S. Al- Ahzab ayat 59).

Seharusnya setiap muslimah menyadari akan kewajiban tersebut tanpa harus menyadari adanya virus corona atau protocol dari WHO terlebih dahulu karena sudah menjadi kewajiban untuk menutup aurat, walaupun wajah tidak termasuk kewajiban. Ketika memakai masker dipercaya bisa mengurangi terjadinya penularan virus, semua orang langsung berbondong- bondong berburu masker.

Di Indonesia keadaan ini dijadikan kesempatan untuk memperkaya dengan menimbun masker dan dijual dengan harga yang lebih mahal, “kepolisian sudah melakukan penanganan terhadap masker dan hand sanitizer, dari para pelaku yang menaikkan harga, mungkin juga ada penimbunan. Sudah ada 18 kasus yang ditangani oleh Mabes dan jajaran polda,” kata Agro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (1/4/2020).

Baca Juga  Muhammadiyah: Semangat Pembaharuan untuk Kebangsaan dan Kemanusiaan

Padahal dalam keadaan ini seharusnya semua orang saling tolong- menolong, apalagi antar saudara sebangsa. Menyedihkan sekali melihat keaadaan tersebut yang menjadikan saudara sendiri sebagai alat untuk memperbanyak harta, sehingga banyak suara yang mengatakan “ yang membunuh bukan corona, tetapi saudara sendiri”. Maka dari itu, pemerintah harus tegas dalam menyikapi tersebut.

2. Perbatasan Anatara yang Bukan Mahrom

Social Distancing atau jaga jarak juga harus dilakukan agar bisa menekan angka covid-19. Pemerintah menutup semua tempat yang bisa dijadikan untuk berkumpulnya banyak orang seperti sekolah, tempat ibadah, taman hiburan, dan lain-lain. Islam mengatur perbatasan antara laki- laki dan perempuan yang bukan mahrom.

Kebijakan ini sama dengan perintah dalam Islam, “Apabila zina dan riba sudah merajalela disuatu negeri, berarti mereka telah menghalalkan jatuhnya siksa Allah sendiri”. (H.R. Hakim, dalam Al- Mustadrak, ia berkata shahih sanadnya juz 2, hal. 43, no 2261). Zaman yang semakin berkembang ini, banyak terjadinya pergaulan bebas, tidak terkecuali remaja muslim pun banyak yang melakukan, padahal jelas dilarang agama.

3. Mematuhi Pemerintah

Kebijakan pemerintah untuk social distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) belum berjalan dengan kondusif karena masyarakat kurang patuh dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Padahal tugas masyarakat adalah mematuhi apa yang menjadi keputusan pemerintah. Tertuang dalam Undang- Undang bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. (pasal 27 ayat (1) UUD 1945).

Bukan hanya dalam Undang- Undang negara, Islam pun menyuruh umatnya untuk mematuhi pemerintah atau yang berkuasa. Allah berfirman yang artinya: “Hai orang- orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul dan ulil amri kalian (pemegang kekuasaan) diantara kamu” (Q.S An- Nisaa’ ayat 59).

Baca Juga  Covid-19: Menjadi Muslim Tanpa Masjid?

Bukankah itu sudah jelas perintah dalam mentaati aturan pemerintah. Karena pemerintah berperan untuk memberikan kehidupan yang layak bagi warganya, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pun juga untuk kebaikan bersama agar masyarakat yang terjangkit virus corona bisa semakin berkurang. Di Indonesia, sudah lebih dari 33.000 kasus positif bedasarkan data dari Kemenkes RI pada 9 Juni 2020.

Menuju New Normal

Melihat kondisi yang semakin parah dan ekonomi rakyat juga terguncang, pemerintah mulai memberlakuan kebijakan new normal atau mengidupkan kembali produtivitas. Pemberlakuan new normal juga tidak diseluruh wilayah Indonesia, karena tidak semua wilayah jumlah angka tersebar sama. Wilayah yang masih banyak kasus akan tetap berlaku PSBB. “Ini terakait status epidemi kabupaten/kota yang tidak sama. Maka, perlakuan juga tidak sama,” kata Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19.

“Ini akan disampaikan ketua tim Pakar Wiku Adisasmito, mana yang bisa dimulai dan bidang apa yang bisa dimulai. Setiap Senin, Prof. Wiku akan menyampaikan detail tingkat risiko per kabupaten/ kota”, kata Yuri.

Pemberlakuan new normal juga berarti berubahnya kehidupan yang tidak sama, karena masih harus mematuhi protokol kesehatan. Tapi sangat baik bagi umat muslim, apalagi remaja muslim yang masih mengacuhkan perintah dalam agama. Kewajiban dalam Islam tersebut bukanlah merugikan tetapi jelas bermanfaat untuk dirinya, orang lain, dan sekaligus dapat menghindari fitnah.

Kehidupan new normal membawa masyarakat kembali kepada ajaran agama Islam, dimana seluruh kebijakan yang ditetapkan telah diatur. Untuk itu, semua umat muslim seharusnya bisa menerima dengan gembira. Dilarang berkumpul ramai telah dilarang dalam Islam, jika itu berkumpul tanpa ada manfaat dan berkumpul antara laki- laki dan perempuan yang bukan mahrom karena takut akan terjadi zina.

Baca Juga  Kemerdekaan Istri dan Nilai Seks: Jawaban untuk Argumen PSK

Masyarakat harus menghadapi wabah ini dengan tetap sabar dan patuh terhadap apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah, serta yang paling utama senantiasa ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT. Dalam keadaan apapun tetap ingat kepada Allah.

Editor: Yusuf R Y

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi : ITB AD Jakarta jurusan manajemen
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *