Inspiring

Mahmoud Taha: Ulama Sudan, Penggagas Evolusi Syariah yang Dihukum Mati

4 Mins read

Salah satu ulama dalam kajian nāsikh-mansūkh asal Sudan adalah yaitu Mahmoud Mohammed Ṭāhā. Tulisan tidak mengulas pemikirannya, melaikna sekedar mengenal biografi intelektual tokoh kontroversial asal Sudan ini.

Dalam dunia akademik, Mahmoud Taha disebut sebagai pembaru hukum Islam. Ia dilahirkan di Rufa’ah, Sudan Tengah. Tidak jelas tahun kelahirannya, ada yang menyebut sekitar tahun 1909, sebagian mengatakan tahun 1911. Dalam usia kecil Mahmoud Ṭāhā sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya. Ibunya meninggal tahun 1915, lalu 5 tahun berselang ayahnya juga meninggal, 1920.

Anak-anak suami isteri tersebut kemudian diasuh oleh kerabat-kerabat mereka. Mahmoud Ṭāhā merupakan satu-satunya anak yang dapat menyelesaikan pendidikan. Pada tahun 1936, ia berhasil menyelesaikan studinya di bidang teknik di Gordon Memorial College yang kemudian menjadi University of Khartoum.

Kiprah Politik Mahmoud Taha: Mendirikan Partai Republik

Pada akhir tahun 1930, Taha telah aktif dalam gerakan nasionalis untuk kemerdekaan Sudan. Pada tahun 1945 Thaha dan beberapa orang sahabatnya mendirikan Al-Hizb al-Jumhuri (Partai Republik) sebagai wadah dalam memperjuangkan ideologinya untuk kemajuan masyarakat. Partai ini berhaluan Islam modern yang berusaha melawan penguasa kolonial.

Ketika penguasa kolonial melarang penyunatan organ genital luar para gadis dengan UU Hukum Pidana Sudan pasal 284 A, Mahmoud Taha dengan Partai Republiknya menentangnya. Alasannya karena penyunatan itu merupakan adat Sudan, sehingga pelarangan dengan menjatuhkan hukuman tidak akan efektif.

Aktivitas Mahmoud Ṭāhā di Al-Hizb al-Jumhuri digunakan untuk mempromosikan pemikirannya tentang The Second Message of Islam (Risalah Kedua Islam). Dalam pergerakan politiknya ia mengerakkan masyarakat khususnya yang non-muslim untuk menentang pemberlakuan syariat Islam di Sudan.

Setelah Mahmoud Taha mengemukakan pemikirannya tentang kebangkitan Islam yang diistilahkan dengan Risalah Kedua Islam pada awal tahun 1950-an, Partai Republik lebih berorientasi pada penyebaran dan sosialisasi pemikiran Taha daripada masalah politik. Setelah kudeta militer pimpinan Kolonel Ja’far Numeiri tahun 1969, seluruh partai politik dibubarkan. Sehingga Partai Republik mengubah nama menjadi Persaudaraan Republik (Republican Brothers).

Baca Juga  Samudra Maaf Buya Hamka

Pada awal Agustus 1983, pemerintah Numeiri menetapkan syari’ah sebagai hukum nasional secara paksa, yang menggoyahkan kesatuan nasional antara Muslim di Utara, dan non-Muslim di bagian Selatan.

Mahmoud Taha Dihukum Mati oleh Rezim

Setelah melalui perjalanan panjang dalam karir perpolitikan Taha dan empat orang pendukungnya dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan zindiq dan menentang syari’at Islam.Taha dan sekitar 30 orang pemimpin Persaudaraan Republik, ditahan oleh rezim Ja’far Numeiri setelah melakukan protes dan tuntutan pencabutan hukum syari’ah. Pada tahun 1984 mereka dibebaskan, tetapi Taha ditangkap kembali dengan tuduhan menghasut dan pelanggaran lainnya. Kemudian pada bulan Januari tahun 1985, Mahmoud Taha dihukum mati oleh Numeiri.

Sebelum waktu eksekusi tiba ia diberi kesempatan 3 hari untuk bertaubat, tetapi Mahmoud Taha tidak mau. Jum’at pagi, 27 Rabi’ul al-Tsani 1405 H/18 Januari 1985 ia dihukum gantung di depan 4 orang pengikutnya: Tajuddin Abd al-Razaq (35 tahun), seorang buruh di salah satu pabrik tenun; Khalid Bakir Hamzah (22 tahun), mahasiswa Universitas Kairo cabang Khartum; Muhammad Shalih Basyir (36 tahun) pegawai pada perusahan al-Jazirah; dan Abd al-Lathif Umar (51 tahun), wartawan surat kabar al-Shihafah.

Keempat orang tersebut menyatakan taubat 2 (dua) hari setelah pelak-sanaan hukuman terhadap Mahmoud Taha. Dengan demikian mereka selamat dari kematian di tiang gantungan.

Pada dasarnya keberadaan Mahmoud Taha dalam perpolitikan merupakan bentuk oposisi terhadap pemerintahan Rezim Numairi yang mengumumkan Revolusi Islam yang kembali menerapkan hukum tradisional Islam di bawah kendali Ja’far Numeiri tanpa dikonsultasikan dengan Jaksa Agung dan Mahkamah Agung sehingga rezim pemerintah dapat melakukan tindakan represif terhadap semua kejahatan dan tindakan yang dianggap melanggar hukum meskipun hal tersebut melanggar HAM.

Baca Juga  Merawat Pemikiran Ahmad Syafii Maarif

Implikasinya adalah timbulnya ketegangan-ketegangan antara warganegara muslim dengan non-muslim. Melihat kondisi ini Thaha melakukan tekanan terhadap pemerintahan Numeiri melalui pengembangan pemikiran baru tentang syari’ah dan HAM dalam negara modern, namun oleh pemerintah pemikirannya dianggap murtad. Inilah salah satu bentuk “kediktatoran” rezim pada masa lalu.

Pengaruh Pemikiran Mahmoud Taha

Meskipun telah meninggal dunia, ide-ide Ṭaha masih bisa dirasakan oleh pemikir-pemikir sekarang.

Di antara karya-karya Ṭaha dijelaskan oleh adalah Al-Risālah al-Ṡāniyah min al-Islām, Risālah al-Ṣalāh, Musykilah al-Syarq al-Ausaṭ, al-Qur’ān wa Muṣṭafā Maḥmūd wa al-Fahm al- ‘Aṣrī, al-Safar al-Awwal (1945), Al-Bayān allażī Alqāhu Ra’īs al-Ḥizb fī al-Ijtimā’ al- ‘Āmm (1951), Qul Hāżihi Sabīlī (1952), dan Usus Dustūr Sūdān (1955).

Kemudian Al-Ḥizb al- Jumhūrī ‘alā Ḥawādiṡ al-Sā’ah (1958), Al-Ḥizb al-Jumhūrī Yursil Khiṭāban li al-Jamāl ‘Abd al-Nāṣir (1958),Al-Islām (1960), Ṭarīq Muḥammad (1966), Al-Taḥaddī allażī Yuwājih al-‘Arab (1967), Al-Dustūr al-Islām? Na’am…wa l ā! (1968), Za’īm Jabhah al- Mīṡāq fī al-Mīzān, yang terdiri dari al-Ṡaqāfah al-Garbīyah dan al-Islām (1968), Al- Islām bi Risālah al-Ūlā lā Yaṣluḥ li Insānīyah al-Qarn al-‘Isyrīm (1969), dan Lā Ilāha Illallāh (1969).

Karya selanjutnya adalah Bainanā wa Baina Maḥkamah al-Riddah (1969), Usus Ḥimāyah al- Ḥuqūq al-Asāsīyah (1969),As’ilah wa Ajwibah; Al Kitāb al-Awwal (1970), Khaṭwah Naḥw al-Zawāj fī al-Islām (1971), As’ilah wa Ajwibah; al-Kitāb al-Ṡānī(1971), Taṭwīr al-Aḥwāl al-Syakhṣīyah (1971), Al-Ṡaurah al-Ṡaqāfīyah (1972); Ta’allamū kaifa Tuṣallūna (1972), Al-Kitāb al Awwal min Silsilah Rasā’il wa Maqālāt (1973), Al- Kitāb al-Ṡānī min Silsilah Rasā’il wa Maqālāt (1973), Allāh Nūr al-Samāwāt wa al- Arḍ (1973), Al-Islām wa Insānīyah al-Qarn al-‘Isyrīn (1973), Al-Marxīyah fī al-Mīzān (1973),Al-Islām wa al-Funūn (1974), Al-Da’wah al-Islāmīyah al-Jadīdah (1974), dan Al-Dīn wa al-Tanmiyah al-Ijtimāī’yah (1974).

***

Ide-ide Mahmoud Ṭaha disebarkan oleh muridnya, Abdullahi Ahmed An-Naim dengan cara menerjemahkan buku Ṭaha. Buku Ṭaha yang sangat populer adalah Al-Risālah al-Ṡāniyah min al-Islām, yang diterjemahkan oleh An- Naim ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Second Message of Islam (Syracuse, N.Y: Syracuse University Press, 1987).

Baca Juga  Mirza Ghulam Ahmad Mengaku Nabi, Dihujat dan Dikagumi

Dari sinilah An-Naim mulai mereformasi pemikirannya dalam buku Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right, and International Law (Syracuse: Syracuse University Press, 1990). Buku inikemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad Suaedy danAmiruddin Arrani dengan judul Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional dalam Islam (Yogyakarta: LKiS, 1994). Sekian.

Rujukan:

  • Muhammad Anshori, “Wawasan Baru Kajian Nāsikh-Mansūkh (Analisis Pemikiran Maḥmūd Ṭhāhā dan Abdullahi Ahmed An-Naim)”, At-Tibyan: Jurnal Ilmu Alqur’an dan Tafsir, Volume 4 No. 2, Desember 2019 (h. 246-267).
  • Abdullahi Ahmed An-Naim, Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right, and International Law (Syracuse: Syracuse University Press, 1990).
  • Abdullahi Ahmed An-Naim, dalam pengantar Mahmoud Mohamed Taha, The Second Message of Islam (Syracuse: Syracuse University Press, 1996), h.1-30.
  • Agus Moh, Najib, Evolusi Syari’ah: Ikhtiar Mahmoud Mohamed Taha bagi Pembentukan Hukum Islam Kontemporer (Yogyakarta: Nawesea Press, cet-I, 2007).
  • Azwarfajri  “Pemikiran Mahmud Muhammad Thaha Tentang Syariat Yang Humanis”, Jurnal Substantia Vol. 15, No. 2, Oktober 2013.

Editor: Yusuf R Y

Azaki Khoirudin
110 posts

About author
Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *