Tajdida

Mengejar Ketertinggalan Dakwah Virtual Muhammadiyah

3 Mins read
Oleh: Sam Elqudsy*

 

Akhir-akhir ini, warganet Muhammadiyah khususnya di facebook ramai memperbincangkan topik seputar salafi. Topik ini mengemuka setelah dalam tiga pekan terakhir, IBTimes.id memuat sejumlah tulisan mengenai relasi salafi dan Muhammadiyah. Selanjutnya perlu dilakukan langkah mengejar ketertinggalan dakwah virtual Muhammadiyah.

Perbincangan diawali oleh tulisan dari Ahmad Z. El-Hamdi berjudul Mencari Spiritualitas, Hijrah ke Salafi: Mengapa Bukan ke Tasawuf, NU atau Muhammadiyah? Tulisan yang dibaca lebih dari dua ribu kali ini menyoroti maraknya hijrah kalangan artis dan kaum urban karena mengalami kehampaan spiritual. Ahmad menyebut faktor packaging menjadi daya tarik salafi dibanding tasawuf, NU maupun Muhammadiyah.

Dalam artikel tersebut Ahmad Z. El-Hamdi menulis, “Pada akhirnya, pemasaran agama juga tunduk pada hukum pasar. Sebagus apapun kualitas sebuah produk, jika tidak dikemas dan dipasarkan dengan baik, tidak akan ada yang membeli. Sebiasa apapun sebuah produk, jika ia dikemas dengan cantik dan dipasarkan dengan cerdik, dia akan dibeli oleh konsumen. Sesederhana itulah rumusnya.”

Tren Beragama Secara Instan

Kehadiran internet membawa manusia pada zaman baru. Ilmu pengetahuan dan segala hal yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui sekolah, membaca buku atau nongkrong seharian di perpustakaan sekarang bisa dengan mudah dilakukan. Dengan hanya duduk di depan laptop atau memegang smartphone sambil rebahan, beragam informasi bisa diakses.

Demikian juga pengetahuan agama. Jika dulu hanya bisa diperoleh melalui pondok pesantren, menguasai kitab kuning, boarding school atau pengajian rutin, maka sekarang ini semua orang bisa belajar agama melalui internet. Orang bisa mengaji kapan saja di sela kesibukannya melalui kanal YouTube, tanpa harus menghadiri pengajian secara fisik. Ribuan tema dan topik pengajian ada disana, cukup dengan sekali klik. Bahasa ekstremnya, hanya bermodal kitab terjemahan dan mencari artikel di internet, seseorang sudah bisa menjadi ustadz bahkan mengeluarkan fatwa.

Baca Juga  Memotret Big Data Muhammadiyah, di Mana dan Dikemanakan?

Kecenderungan beragama secara instan lainnya adalah kebiasaan menanyakan hukum melalui internet. Dengan wasilah pintu ajaib bernama mesin pencari, warganet bertanya hukum segala macam perbuatan atau aktivitas secara hitam putih dari perspektif fikih.

Generasi instan tak perlu susah-susah mengkaji asbabun nuzul ayat, sanad matan hadis, pendapat ulama salaf. Apalagi sampai menjadikan kondisi sosial kemasyarakatan umat Islam zaman dahulu sebagai pertimbangan. Semuanya sudah tersaji matang dalam kesimpulan rujukan artikel: perbuatan tersebut tidak ada di zaman Rasulullah dan para sahabat maka hukumnya blablabla.

Siapa Merajai Mesin Pencari?

Beragama secara instan sangat mengandalkan internet sebagai sumber pengetahuan. Pintu masuknya adalah search engine atau mesin pencari, senjata utamanya adalah keyword atau kata kunci. Yang terpopuler tentu saja Google. Hanya dalam hitungan milidetik, puluhan halaman hasil pencarian akan ditampilkan di layar. Boleh jadi mesin pencari Google bekerja lebih cepat daripada saat jin ifrit memindahkan singgasana Ratu Bilqis ke istana Nabi Sulaiman.

Hasil pencarian kemudian ditampilkan per halaman. Tentu saja, website yang berpeluang besar banyak dibuka adalah website di halaman pertama. Karena itu semua berlomba untuk dapat tampil di halaman pertama pencarian sesuai kata kunci yang dimasukkan.

Dari pengamatan saat menggunakan jasa mesin pencari, penulis jarang menemukan website berafiliasi Muhammadiyah tampil di halaman pertama. Padahal Muhammadiyah memiliki majelis yang mengeluarkan fatwa dan menjawab pertanyaan jamaah secara rutin. Sebagian pertanyaan dibahas dan diterbitkan di majalah Suara Muhammadiyah.

Pembahasan tersebut kemudian dikompilasi dalam Buku Tanya Jawab Agama, sampai saat ini telah dicetak hingga 8 jilid. Tetapi mengapa materi ini jarang sekali menjadi rujukan utama warganet, termasuk warganet Muhammadiyah sendiri?

Maka mari kita kembali ke soal mesin pencari tadi. Saat bertanya kepada “Syaikh Google Al Yutubi”, setiap pencarian akan menghasilkan ribuan hingga ratusan ribu artikel terkait. Website apa saja yang ada di halaman pertama mesin pencari? Berafiliasi kemana mereka? Harus diakui jawara di mesin pencari saat ini adalah salafi kemudian Nahdlatul Ulama. Nggak percaya? Silakan buktikan sendiri.

Baca Juga  Dari Kauman Mencerahkan Semesta

Mengejar Ketertinggalan Dakwah Virtual Muhammadiyah

Tulisan ini ditutup dengan pertanyaan, apa yang harus dilakukan Muhammadiyah? Berdiam diri dan melepaskan dunia maya dari sasaran dakwah atau harus bagaimana? Jawabannya ada dua. Pertama, oleh pimpinan persyarikatan (termasuk majlis dan amal usaha di semua tingkatan). Kedua, oleh warganet Muhammadiyah atau mereka yang memang ingin menjadikan Muhammadiyah sebagai rujukan.

Pimpinan persyarikatan beserta semua perangkatnya wa bilkhusus Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh perlu memperbanyak konten yang bersumber pada pemahaman dan produk ijtihad Muhammadiyah. Mengemasnya dengan apik lalu menyebarkannya secara masif di internet. Konten yang berkualitas dan dikemas dengan baik akan lebih mudah diterima pasar. Penyampaian hasil putusan tarjih juga perlu disampaikan dalam bahasa lebih sederhana. Sehingga menjangkau khalayak luas tanpa meninggalkan ciri khas tarjih, yaitu mengambil pendapat paling sahih.

Bicara tentang penyebaran konten, Majelis Pustaka Informasi (MPI) bisa berperan besar. Putusan dan tatwa diproduksi Majelis Tarjih, disebarkan dan dirujuk oleh Majelis Tabligh dan dilambungkan ke page one oleh MPI.

Upaya menayangkan fatwa dan putusan tarjih melalui infografis di media sosial yang telah dilakukan tim IT muhammadiyah.or.id patut diapresiasi. Namun alangkah baiknya jika di laman resmi persyarikatan dilengkapi dengan menu Fatwa Tarjih untuk memperkaya konten.

***

Sebagai penutup, bagi warganet Muhammadiyah sudah saatnya menjadikan website atau aplikasi yang berafiliasi dengan Muhammadiyah sebagai rujukan utama. Tambahkan saja kata “Muhammadiyah” atau “menurut Muhammadiyah” pada saat melakukan pencarian, maka website berafiliasi Muhammadiyah akan muncul dengan sendirinya.

Selain itu ada baiknya warganet sering membuka dan merujuk pada website resmi persyarikatan atau website yang berafiliasi dengan persyarikatan. Untuk menyebut beberapa contoh diantaranya tarjih.or.id, suaramuhammadiyah.id, IBTimes.id, kemuhammadiyahan.com atau tanyajawabagama.com. Semakin sering website tersebut diakses akan memperbesar peluang naik peringkat hingga menembus halaman pertama mesin pencari.

Baca Juga  Antara Liberalisme dan Radikalisme: Ke Mana Angin Bertiup?


Iklan kemitraan Lazismu.org

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds