Feature

Balada Mesin Tik Lawas dan Teknologi yang Kehilangan Makna

3 Mins read

Membahas kemajuan teknologi tak bisa dilepaskan dari peran mesin tik lawas. Mesin ini sangat berguna terhadap segala pemberitaan di media. Sebelumnya, izinkan penulis menyampaikan sedikit pengalaman dan perasaan terhadap mesin tik lawas ini.

Saat menulis, penulis sering membayangkan presenter Indosiar, Arni Gusmiarni sedang membacakan tulisan ini. Penulis suka suara Mbak Arni karena karakter suaranya tegas tapi tidak berkesan “keminter.” Buat yang belum tahu Armi Gusmiarni ini siapa, perlu penulis jelaskan bahwa beliau ini presenter acara Jejak Kasus di Indosiar. Dan ya, penulis adalah salah satu penggemar acara itu.

Almarhum bapak dulu adalah seorang Polisi. Ketika masih aktif bertugas, bapak berlangganan majalah Fakta yang isinya berita-berita kriminal. Secara otomatis majalah itu juga menjadi bacaan penulis di waktu kecil. Mungkin itu pula sebabnya kenapa penulis menyukai cerita detektif dan kriminal, termasuk Jejak Kasus di antaranya.

Mesin Tik dan Penulis

Kembali ke soal menulis, suatu ketika seorang teman menginfokan bahwa saat ini kita bisa menulis di laptop tanpa mengetik, melainkan cukup lewat suara. Kita ngomong “A”, laptop langsung mengetik “A.” Praktis dan sangat membantu, kata teman saya. Orang berlatar belakang Informatika mungkin cenderung tertarik dengan hal itu, tapi penulis tidak.

Seketika teringat Mbak Arni. Penulis bayangkan, akan ada banyak hal yang hilang andai menggunakan aplikasi atau fitur itu. Salah satunya suara Mbak Arni dalam imajinasi penulis. Berganti dengan suara yang biasa-biasa saja itu. Padahal menulis buat penulis adalah pengganti berbicara. Jelas rasa ragu, akankah penulis lebih lancar menulis jika yang terdengar adalah suara sendiri bukan suara Mbak Arni dalam imajinasi?

Hal lain yang hilang, tentu saja romantisme. Apalagi kalau bukan suara tuts keyboard dan ceklak-ceklik mouse yang khas. Bicara romantisme, suara keyboard laptop tentu tak sebanding dengan keromantisan suara mesin tik manual.

Baca Juga  Manusia Modern dan Peradaban Patriarki dalam Film Tilik

Di jaman serba komputer ini, beberapa penulis besar masih menggunakan mesin tik sebagai media berkaryanya. Contohnya Arswendo Atmowiloto semasa hidupnya. Tak cuma menjadi sekedar pengguna, para penulis besar ini meningkat menjadi kolektor mesin ini. Sebut saja Remy Sylado yang sudah mengumpulkan lebih dari seratus mesin tik sebagai koleksi.

Aktor, sutradara, produser, dan penulis, Tom Hanks bahkan tak malu mengakui dirinya masih memakai mesin tik manual untuk banyak keperluan. Mulai dari surat menyurat, pesan terimakasih, memo kantor, daftar yang akan dikerjakan, sampai draft kasar naskah film.

Menurut Hanks, kesenangan memakai mesin tik lawas sungguh tak tergantikan oleh laptop sekalipun. Kuncinya tentu terletak di suara ketukan ‘jari-jari’ mesin tik di permukaan kertas. Bunyi ketukan khas untuk tiap hurufnya itu yang membuat istimewa meskipun mesin tik lawas tidak menawarkan kecepatan dan kemudahan.

Saking cintanya dengan mesin tik, Hanks bahkan merancang sebuah aplikasi mesin tik bernama Hanx Writer untuk pengguna iPad. Aplikasi ini dapat mengubah keyboard laptop, tablet, atau telepon genggam menjadi seperti mesin tik. Hanx Writer menyediakan semua bebunyian klasik dari mesin tik, bentuk huruf dan pencetakannya ke kertas juga sama seperti hasil pengetikan mesin tik.

Pergantian Makna

Saat ini, kita memang tak bisa lepas dari pengaruh teknologi. Pandemi ini bahkan memaksa kita untuk lebih cepat menggunakan teknologi baru, tak peduli kita sudah siap atau belum. Kecanggihan teknologi saat ini memang mempermudah banyak aspek hidup manusia, mulai bekerja sampai berbelanja. Rapat kerja, transaksi jual-beli, bahkan sampai pembelajaran semua serba online. Tapi, benarkah kemudahan itu adalah segala-galanya?

Nyatanya, akan selalu ada orang-orang tertentu yang lebih nyaman dan memilih tetap bertahan menggunakan teknologi lama. Mesin tik dan keyboard lama, hanya contoh kecil di antaranya. Saat ini kita begitu mudahnya berkomunikasi, tapi siapa pun yang pernah hidup dalam masa ketika sahabat pena masih eksis, akan mengetahui betapa berbedanya sensasi saat melakukan video call dengan membaca surat.

Baca Juga  Kang Najikh, Raja Teri Donatur Lazismu

Teknologi memang semakin mempermudah tapi tak bisa benar-benar menggantikan makna. Interaksi antar manusia adalah hal pertama yang menjadi korban demi kecanggihan teknologi.

Di film dokumenter Jason’s Market Trail, Jason Yeoh menjelajahi pasar kuliner dan kedai kaki lima di seantero Malaysia untuk mengulik cerita dan sejarah di balik setiap gigitannya yang sedap. Satu hal yang menjadi ciri khas dari kedai-kedai legendaris yang ditampilkan Jason adalah para pemilik kedai ini sangat menjaga interaksi dengan para pelanggan setianya.

Ada yang menjadi pelanggan kedai dari sejak muda sampai mereka beranjak tua dan beranak-pinak. Penjual dan pembeli tak lagi hanya berhubungan sekedar hubungan bisnis. Tapi meningkat menjadi hubungan pertemanan bahkan persaudaraan yang bertahan bahkan sampai puluhan tahun.

Hal-hal seperti ini yang mungkin akan hilang dalam sistem jual-beli online, mungkin juga dalam pembelajaran dan pertemuan online. Mungkin suatu saat nanti, ketika segala sesuatu sudah serba online, ketika segala kebutuhan kita bisa selesai hanya dengan satu kali klik atau perintah suara, kita akan merindukan sapaan dan pertanyaan saat kita berbelanja di warung tetangga. Sapaan dan pertanyaan yang saat ini sering kita anggap sebagai basa-basi menyebalkan.

Editor: Sri/Nabhan

Avatar
3 posts

About author
ASN di Pemkab Magetan Jawa Timur. Seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan.
Articles
Related posts
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…
Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read
Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami….
Feature

Warrior dan Praktik Diskriminasi

4 Mins read
Cerita fiksi ini mengangkat sisi kehidupan warga kota San Fransisco pada akhir abad 19. Kehidupan mereka diangkat dalam Film seri “Warrior”, tayang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *