Riset

Pengembaraan Umat Nabi Ibrahim ke Mesir

4 Mins read

Teori ekspansi kembali teruji dalam sejarah kehidupan Nabi Ibrahim dan kaumnya ketika paceklik yang berkepanjangan melanda kawasan di Betel. Kondisi tersebut memaksa Ibrahim dan kaumnya untuk hijrah ke Mesir. Sebab di Mesir, di kawasan tepi sungai Nil, banyak bahan pangan dan penduduknya hidup makmur. Bersama kaumnya kemudian Ibrahim as. hijrah ke Mesir untuk dapat melanjutkan kehidupan yang lebih baik.

Sejarawan Ahmad Syalabi mengisahkan, Nabi Ibrahim as. hijrah ke Mesir bersama istrinya, Sarah, karena di tempat mereka tinggal mengalami kesulitan pangan. Sarah, istri Nabi Ibrahim as., adalah seorang wanita cantik. Dan, seorang pejabat raja Mesir memberitahukan perihal kecantikan Sarah kepada raja.

Berdasarkan penuturan sejarah, Dinasti yang berkuasa pada waktu itu adalah Amaliq Hexos. Seperti kerajaan-kerajaan lain di muka bumi ini, di Mesir juga terjadi konfrontasi politik yang amat tajam antara Dinasti Fir’aun dan orang-orang Amaliq (Imlaq).

Mendengar perihal kecantikan Sarah, Raja Mesir langsung tertarik kepadanya. Raja langsung memanggil Sarah ke istana. Kemudian raja menanyakan perihal hubungan Nabi Ibrahim as. dengan Sarah. Nabi Ibrahim as. sempat mendapati gelagat yang tidak baik dari pihak raja. Dengan alasan keamanan, dia mengaku bahwa Sarah adalah saudara perempuannya.

Atas dasar pengakuan tersebut, raja Mesir langsung mendekati Sarah. Sementara Nabi Ibrahim as. selamat dari ancaman maut. Sebab, menurut analisis Jerald F. Dirk, dimungkinkan jika Ibrahim mengaku sebagai suami Sarah akan dihukum atau disakiti oleh raja. Sementara raja Mesir terus mendekati Sarah. Tetapi, setiap kali raja mendekati Sarah, hatinya selalu bergetar.

Terdapat kekuatan yang menggetarkan perasaannya sewaktu mendekati Sarah dengan penuh nafsu. Berulang-ulang kali kejadian itu. Sehingga, suatu ketika raja bermimpi. Dalam mimpinya, Raja Mesir itu mendapat “ilham” yang isinya menggambarkan bahwa sosok Sarah, wanita cantik yang menjadi idamannya, sudah mempunyai seorang suami.

Baca Juga  Nidhal Guessoum: Mendamaikan Agama dan Sains

Tampaknya, tradisi bangsa Mesir kuno tidaklah sebejat seperti yang dikira banyak orang. Sebab bagi mereka, setiap perempuan yang sudah bersuami selalu dihormati dan dijaga kehormatannya. Seperti sikap Raja Mesir sewaktu menggoda Sarah.

Seketika sang raja langsung merasa bersalah. Karena merasa bersalah, sang raja akhirnya melepas Sarah dari istana. Menurut sumber sejarawan Ahmad Syalabi, bersamaan dengan pelepasan itu, raja menghadiahi seorang budak perempuan bernama Hajar dan beberapa harta benda berupa binatang ternak. Dan Nabi Ibrahim as. bersama kaumnya kemudian kembali ke tanah Palestina.


Sesungguhnya, selama menetap di Mesir, Ibrahim dan kaumnya hidup serba kecukupan. Ternak mereka bertambah banyak. Bahkan Ibrahim sempat mendapat kekayaan yang berlimpah. Tetapi setelah kejadian antara Sarah dengan Raja Mesir memaksa Ibrahim dan kaumnya untuk berpindah kembali ke Palestina.

Sesampainya di Palestina (Betel), pengikut Ibrahim dan Luth berselisih soal wilayah padang rumput yang menjadi tempat penggembalaan ternak. Setelah mencapai taraf hidup makmur, pengikut Ibrahim dan Luth memiliki hewan ternak yang amat banyak. Tetapi harta duniawi memang membuat jiwa manusia menjadi tamak. Hanya karena perselisihan area penggembalaan ternak, para pengikut Ibrahim dan Luth berselisih.

Pada sekitar tahun 2084 SM., Ibrahim memutuskan untuk berpisah dengan Luth, putra saudara kandungnya. Perpisahan ini disebabkan karena perselisihan kaumnya yang mungkin telah mencapai titik klimaks. Mereka telah memiliki banyak binatang ternak, tetapi selalu berebut wilayah padang rumput tempat penggembalaan ternak mereka. Luth kemudian berpisah dengan Ibrahim menempati kota Sodom. Dia menyampaikan ajaran yang diperolehnya dari Ibrahim di kota tersebut. Kota Sodom bertetangga dengan kota Gomoroh.

Pasca perpisahan Ibrahim dengan Luth, dia memilih menetap di Hebron. Di tempat ini, Ibrahim kembali menyerukan ajaran monoteisme kepada penduduk setempat. Ibrahim memang sangat setia kepada tuhannya. Sekalipun dia harus melarikan diri dari tempat kelahirannya tetapi sikapnya selalu menunjukkan ketulusan dan pengorbanannya kepada Tuhan. Sebagai balasan, Tuhannya pun menjanjikan kepada Ibrahim akan dikaruniai keturunan yang banyak dan bakal menguasai tanah milik mereka.

Baca Juga  Hijrah: Putus Hubungan Masa Lalu dan Mulai Tatanan Kehidupan Baru

Sekalipun Ibrahim sangat teguh kepada keyakinannya, tetapi dalam hal ini, Al-Qur’an merekam sebuah kisah unik. Pada suatu ketika Ibrahim memohon kepada Tuhannya. Dia memohon supaya diperlihatkan bagaimana Tuhan menghidupkan orang mati.

Permohonan Ibrahim ini cukup unik, dalam pandangan penulis, karena sekalipun keimanannya telah terpatri dalam hati bahwa Tuhan Maha Esa, bersifat imanen dan transenden, tetapi akal dan indra manusia selalu berusaha membuktikannya. Ini diperkuat dengan pernyataan Ibrahim sendiri sewaktu ditanya oleh Tuhannya, ”Belum yakinkah kamu?.” Ibrahim lantas menjawab, “Aku telah meyakininya. Akan tetapi agar hatiku tetap mantap.” (Qs. Al-Baqarah/2: 260).

Berdasarkan kisah ini, persoalan keimanan memang sesuatu yang “tak terkatakan.” Keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan bentuk pengakuan terhadap sesuatu yang “tak terdefinisikan.” Dzat Tuhan adalah universal, tersembunyi, dan tak dapat dijangkau oleh akal manusia yang terbatas. Apalagi indra manusia yang terbatas dalam dimensi ruang dan waktu.

Pikiran manusia selalu menghendaki sesuatu yang ideal menjadi empiris. Seperti ketika Ibrahim yang telah meyakini konsep ketuhanan yang satu, bersifat imanen dan transenden, tetapi dalam hatinya masih terbersit keragu-raguan. Oleh karena itu, Ibrahim sempat memohon kepada tuhannya supaya memperlihatkan bagaimana cara menghidupkan benda mati.

Kisah Ibrahim ini juga persis ketika Nabi Musa diminta oleh kaumnya (Bani Israel) supaya memperlihatkan tuhannya secara nyata. Lantas Musa memohon kepada tuhannya supaya memperlihatkan diri. Tetapi Nabi Musa gagal dan memang tidak akan mampu melihat wujud tuhan yang sesungguhnya. Sebab, dunia merupakan dimensi yang terbatas oleh ruang dan waktu. Padahal, tuhan adalah dzat yang universal, yang darinya bermula segala sesuatu. (Bersambung)

***

*Tulisan ini merupakan tulisan keenam dari serial Legasi Arab Pra Islam. Serial ini merupakan serial lanjutan dari serial Fikih Peradaban Islam Berkemajuan yang ditulis oleh sejarawan Muhammadiyah, Muarif.

Baca juga Seri 1 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya

Seri 2 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Alquran, Wahyu yang Menyejarah

Seri 3 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Kisah dalam Alquran: Tujuan dan Ragam Qashash

Seri 4 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Khalifatullah fil Ardh: Manusia sebagai Aktor Peradaban

Seri 5 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ras Merupakan Kekeliruan Besar: Sanggahan Atas Teori Ras

Seri 6 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Evolusi Kebudayaan: Tidak Ada Bangsa Pilihan

Seri 7 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Relasi Kebudayaan dan Kekuasaan

Seri 8 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Persia di Timur Tengah

Seri 9 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kepercayaan Majusi bagi Bangsa Arab

Seri 10 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Romawi di Timur Tengah

Seri 1 Legasi Arab Pra Islam: Bukan “Jazirah Arab”, tapi “Syibhu Jazirah Arab”

Seri 2 Legasi Arab Pra Islam: Siapakah Bangsa Arab Itu?

Seri 3 Legasi Arab Pra Islam: Nenek Moyang Bangsa Arab

Seri 4 Legasi Arab Pra Islam: Perkembangan Ide Monoteisme Agama Ibrahim

Seri 5 Legasi Arab Pra Islam: Dinamika Ide Monoteisme Agama Ibrahim

Editor: Yusuf

Baca Juga  Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam
157 posts

About author
Pengkaji sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds