Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil. Dalam catatan sejarah, Ibrahim menjenguk putranya, Ismail, di Bakkah sampai empat kali. Dan jika dihitung mulai dari perjalanan pertama antara Hajar dan Ismail, maka Ibrahim telah berkunjung ke Bakkah selama lima kali.
Perjalanan dari Hebron (Palestina) ke Bakkah memakan waktu sekitar dua bulan lebih, bagi Ibrahim. Kunjungan pertama Ibrahim dalam rangka menengok istri dan anaknya dilakukan pada usianya yang mendekati 99 tahun. Ismail berusia kurang lebih 11 atau 12 tahun.
Pada peristiwa kunjungan pertama ini, Ibrahim berhasil bertemu dengan istri dan anak satu-satunya yang telah ditinggalkan selama kurang lebih 12 tahun yang lalu. Perjumpaan ini merupakan peristiwa yang amat mengharukan. Lembah Bakkah telah menjadi sebuah perkampungan maju dan hampir menjadi sebuah kota.
Pada peristiwa kunjungan pertama ini, yakni pada tahun 2067 SM., Ibrahim kembali diuji oleh tuhannya. Lewat sebuah mimpi yang amat menakutkan, dia diperintah supaya mengorbankan anak satu-satunya, Ismail (Qs.Ash-Shaffat/37: 102). Dalam perspektif psikologis, setiap orangtua pasti sangat sayang kepada anaknya. Apalagi jika dia adalah anak satu-satunya. Ismail adalah anak Ibrahim satu-satunya.
Tampaknya, di sini Tuhan sedang menguji kembali keimanan Ibrahim. Wahyu yang memerintahkan pengorbanan Ismail merupakan ujian keimanan baginya. Apakah cintanya akan tetap kokoh kepada Tuhan, setelah dia mendapat karunia seorang anak satu-satunya, ataukah justru sebaliknya. Namun ternyata kecintaan Ibrahim tetap kepada tuhannya. Atas dasar inilah, wajar jika tuhan kemudian menjadikannya sebagai “Kekasih Tuhan” (Khalilullah) (Qs. An-Nisa/4: 125).
Di luar dugaan, ternyata Ismail mendengar pesan dari ayahnya malah menerima dengan lapang dada. Tampaknya, sikap sabar dalam diri Ibrahim menurun ke dalam diri putranya. Maka, tuhan membalas kesabaran Ibrahim dan Ismail dengan cara mengganti kurban dengan seekor sembelihan yang besar (domba) (Qs.Ash-Shaffat/37: 107). Ibrahim telah lolos dari ujian kesabaran yang paling besar. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai salah satu ritual penting dalam Ibadah Haji.
Setelah peristiwa besar tersebut, tuhan mengadakan perjanjian dengan Ibrahim, sebagaimana perjanjian-Nya terhadap nabi-nabi sebelumnya (Qs. Ali Imran/3: 81; Al-Ahzab/ 33: 7). Dalam peristiwa inilah Ibrahim dan Ismail mendapat perintah supaya berkhitan. Inilah salah satu tradisi unik para keturunan Nabi Ibrahim, baik dari silsilah Nabi Ishaq (bangsa Yahudi) maupun dari silsilah Nabi Ismail (umat Islam).
Ibrahim kemudian kembali ke Hebron. Tidak berapa lama, dia mendapat kabar gembira bahwa istrinya, Sarah, bakal mengandung seorang anak laki-laki di usianya yang sudah uzur. Sarah hampir saja tidak percaya sewaktu “dua orang asing” (malaikat) bertamu di tempat kediamannya. Dikatakan bahwa Sarah bakal mengandung sekalipun usianya sudah uzur.
Konon, Ibrahim sempat juga tidak percaya dengan kabar seperti itu. Sarah malah sempat “tertawa” mendengar berita yang dibawa oleh dua orang asing tersebut. Ibrahim juga belum sadar bahwa dua orang asing tersebut adalah malaikat.
Setelah Ibrahim menghidangkan makanan berupa daging sapi panggang yang empuk, rupanya kedua orang asing tersebut tidak menyentuhnya sama sekali. Dari sinilah Ibrahim merasakan suatu keanehan. Pada akhirnya, kedua orang asing tersebut mengaku sebagai malaikat (Kisah ini termuat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Al-Qur’an juga turut mengisahkannya dalam surat Al-Hijr/15: 52-56). Mereka diutus oleh tuhan untuk melenyapkan kota Sodom.
Ibrahim langsung teringat kepada saudaranya, Luth, di kota Sodom. Dia memohon agar Luth diselamatkan dari azab. Dan kedua malaikat itu menjawab bahwa mereka lebih tahu siapa saja yang bakal diselamatkan. Termasuk Luth, dia termasuk orang-orang yang bakal diselamatkan dari azab tersebut. Tetapi tidak bagi istri Luth. Istrinya termasuk dari orang-orang yang bakal diazab karena tidak beriman kepada ajaran yang disampaikan oleh Luth, suaminya sendiri (Qs. Al-Hijr/15: 58-60).
Kaum Nabi Luth inilah yang kemudian ditimpa azab karena bobroknya moral mereka. Kaum Nabi Luth memiliki kebiasaan tidak lazim, yakni setiap laki-laki tidak menyukai perempuan pada umumnya. Tetapi, mereka malah menyukai hubungan sesama jenis (homoseksual). Mereka juga menolak ajakan Nabi Luth untuk menyembah kepada tuhan yang satu. Pada akhirnya, penduduk kota Sodom dan diazab dengan gempa dahsyat. Penduduk kedua kota ini musnah ditelan bumi.
Para Ahli Geologi telah menemukan bukti empiris bahwa pada millennium ke-2 SM. telah terjadi gempa dahsyat di sepanjang Lembah Retakan Besar (Great Rift Velley) yang memanjang dari sungai Jordan sampai sungai Zambesi di Afrika bagian timur. Dalam peristiwa alam tersebut, kota Sodom dan tetangganya, Gomoroh, terbenam ke dalam bumi. Sekarang bekas kota Sodom dan Gomoroh menjadi hamparan lautan yang disebut Laut Mati.
Peristiwa azab dahsyat di Sodom dan Gomoroh direkam dalam Kitab Genesis secara mengerikan. Konon, terjadi hujan belerang dan api pijar jatuh dari langit. Tuhan telah menggulingkan kota Sodom dan Gomoroh. Asap membumbung tinggi disertai hujan abu seperti bekas gunung meletus. Dalam Al-Qur’an juga dikisahkan bahwa azab tersebut berupa hujan batu belerang, hujan tanah, hujan batu, angin ribut, dan bumi dijungkirbalikkan sampai ke dalam (Qs. Al-A’raf/7: 84; Hud/11: 82; Al-Hijr/15: 74; /Asy-Syu’ara/26: 173; An-Naml/27: 58; Adz-Dzariyat/51: 33-34).
Setelah peistiwa gempa bumi dahsyat di kota Sodom dan Gomoroh, Ibrahim dan kaumnya berpindah ke Bersyeba. Peristiwa gempa bumi di Sodom dan Gomoroh berdampak amat buruk bagi kehidupan Ibrahim dan kaumnya di Hebron. Konon, padang rumput telah terkontaminasi oleh debu vulkanik. Begitu juga pengaruh mata air yang menjadi keruh akibat gempa bumi dahyat tersebut.
Dan pada waktu Ibrahim hijrah ke Bersyeba, Sarah mulai mengandung di usia tua. Anak tersebut nantinya dinamakan Ishaq, karena sewaktu Sarah diberi kabar gembira oleh dua malaikat justru malah tertawa karena tidak percaya. Kata “Ishaq,” dalam bahasa Ibrani, berarti “tertawa.” Tetapi maksudnya bukan tertawa untuk mengejek, melainkan karena rasa tidak percaya terhadap kabar gembira tersebut. (Bersambung)
***
*Tulisan ini merupakan tulisan kedelapan dari serial Legasi Arab Pra Islam. Serial ini merupakan serial lanjutan dari serial Fikih Peradaban Islam Berkemajuan yang ditulis oleh sejarawan Muhammadiyah, Muarif.
Baca juga Seri 1 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ikhtiar Menulis Sejarah Pendekatan Budaya
Seri 2 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Alquran, Wahyu yang Menyejarah
Seri 3 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Kisah dalam Alquran: Tujuan dan Ragam Qashash
Seri 4 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Khalifatullah fil Ardh: Manusia sebagai Aktor Peradaban
Seri 5 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Ras Merupakan Kekeliruan Besar: Sanggahan Atas Teori Ras
Seri 6 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Evolusi Kebudayaan: Tidak Ada Bangsa Pilihan
Seri 7 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Relasi Kebudayaan dan Kekuasaan
Seri 8 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Persia di Timur Tengah
Seri 9 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kepercayaan Majusi bagi Bangsa Arab
Seri 10 Fikih Peradaban Islam Berkemajuan: Pengaruh Kebudayaan Romawi di Timur Tengah
Seri 1 Legasi Arab Pra Islam: Bukan “Jazirah Arab”, tapi “Syibhu Jazirah Arab”
Seri 2 Legasi Arab Pra Islam: Siapakah Bangsa Arab Itu?
Seri 3 Legasi Arab Pra Islam: Nenek Moyang Bangsa Arab
Seri 4 Legasi Arab Pra Islam: Perkembangan Ide Monoteisme Agama Ibrahim
Seri 5 Legasi Arab Pra Islam: Dinamika Ide Monoteisme Agama Ibrahim
Seri 6 Legasi Arab Pra Islam: Pengembaraan Umat Nabi Ibrahim ke Mesir
Seri 7 Legasi Arab Pra Islam: Ritual Sa’i dan Penemuan Mata Air Zam-zam
Editor: Yusuf