Perspektif

TVRI Nasibmu Kini, Dulu dan Nanti

3 Mins read

Televisi Republik Indonesia atau disingkat TVRI, baru saja mendapatkan Direktur Utama (Dirut) selepas Helmy Yahya diberhentikan. Iman Brotoseno adalah pilihan dewan pengawas. Ia dikenal sebagai sutradara, baik iklan, dokumenter, video klip musik, dan film tentunya.

Yang terbaru, Iman Brotoseno adalah salah satu sosok di balik suksesnya film 3 Srikandi. Iman Brotoseno menjadi Dirut setelah lolos 6 tahapan seleksi. Ia menyingkirkan 16 calon lainnya, dan akan menjabat selama 2020-2022 melanjutkan periode Dirut sebelumnya.

TVRI dan Presepsi Masa Lalu

Jujur saja, jika di tanya tentang TVRI, yang pertama adalah televisi pemutar film G30S PKI. Setelah itu, televisi kuno tertinggal zaman, namun jaringannya sampai pelosok pedesaan. Crewnya tua-tua, alatnya bekas, gajinya kecil, programnya lawas dan tak bernas.

Akui saja, itu pendapat anda jugakan saat ada survey atau orang yang menanyakan. Bagi lulusan kampus, lowongan kerja dari TVRI belum tentu kau jadikan pilihankan? Ngaku saja, pasti kalian akan memilih Net TV, MNC atau tv-tv swasta lainnya. Ya, itu sebelum Helmy Yahya menjabat Dirut TVRI 2017 kemarin.

Helmy Yahya dan TVRI

Selepas Helmy Yahya menjadi Dirut, modern, Home of Badminton, rumah Liga Inggris, dan inovatif yang pasti keluar jawaban saat ada pertanyaan tentang TVRI. Akui saja, ada terobosan-terobosan yang diciptakan oleh Helmy Yahya selama memimpin TVRI. Paling utama selain programnya adalah rebranding logo. Logo lama di tinggalkan, logo baru diluncurkan. Walau banyak orang bilang hanya seperti contekan dari logo DW di Jerman.

“TVRI kan kubawa berkemajuan seperti KBS di Korea, DW TV di Jerman atau NBC di USA. Mulai dari programnya, alat-alatnya maupun usia dan cara berpikir pekerjanya,” ungkap sang Dirut kala itu.

Baca Juga  Jokowi Saja Santai, Kenapa Kalian yang Malah Dongkol ke Pak Din?

Sambil berjalan, ia melakukan perubahan dalam struktur pegawainya. Anak-anak muda dijaring agar mau bergabung, gajipun ditingkatkan dan tunjangan diberikan setelah lama tak didapatkan.

Program olahraga diberikan porsi, agar masyarakat kembali menoleh pada TVRI. Kejuaraan bulu tangkis disiarkan, Liga Inggris ditayangkan tiap pekan. Program-program menarik lainnya mulai dikembangkan, komedi, dokumenter, seni, dan kebudayaan Nusantara mulai dijalankan. Program kuis atau cerdas cermat sebagai brandingnya sang Dirut mulai diperbaiki agar sesuai dengan era kekinian.

Tak lama, perubahan tersebut mulai menampakkan hasil. Survey dan rating Nielsen saat 2019 kemarin menyebutkan peringkat TVRI naik. Biasanya TVRI termasuk peringkat bawah dalam pertelevisian Indonesia. Saat disurvei ratingnya naik ke posisi 12 dari 15 besar. Sponsor mulai masuk, walau memang masih terbatas karena TVRI ada aturan khusus berkaitan dengan iklan sebagai TV milik Negara.

Nomor 33 Tahun 2017 tentang Lembaga Penyiaran Publik adalah batasan yang menghalangi pemasukan dari sponsor dalam upaya berkreativitas. Namun, namanya kreativitas ada saja jalan pintas agar perubahan itu datang. Kreativitas tak melulu soal uang, kreativitas bisa jadi saat ada peluang kita sudah siap untuk menyambutnya saat datang.

Polemik Pergantian Dirut

Ibarat gadis cantik dari kota yang baru pindah ke desa. Pasti akan banyak dilirik dan memancing konlik. Itulah perjalanan TVRI di bawah kendali Mas Helmy. Benar saja, akhir 2019 kemarin Diektur Utama dan Dewan Pengawas TVRI mencapai puncak dalam berkonflik. Mas Helmy dipaksa berhenti, jabatannya pun kosong dan baru saja diisi sang pengganti. Iman Brotoseno sang sutradara dipilih sebagai Dirut pengganti.

Banyak yang kecewa dan skeptis atas terpilihnya. Terlebih jika dilihat komentar dalam media sosialnya. Tentang porno sebagai pemersatu bangsa, tentang aktifis golput yang diledek karena nyali segede siput, tentang kariernya saat pernah masuk menjadi kontributor majalah dewasa, dan masih banyak catatan yang dibuka oleh masyarakat yang kecewa.

Baca Juga  Keraguan adalah Sebagian dari Iman

Tak salah memang jika warga kecewa, karena TVRI sudah semakin dekat dengan masyarakat saat terobosan dibuat oleh Helmy Yahya. Mungkin banyak yang bilang televisi sudah tak pernah dikonsumsi jika YouTube dan Internet adalah solusi. Tapi jangan hilangkan pandangan jika teman-teman di pedesaan tak cukup kesempatan dalam merasakan internet seperti warga perkotaan.

Ya, sepertinya perbandingan akan mengiringi Dirut baru TVRI. Terlebih nasib program yang di susun dan dibuat oleh Mas Helmy, apakah akan diganti atau dilanjutkan oleh Mas Iman nanti. Kenapa? Karena latar belakangnya pun berbeda antar keduanya. Satu lama di dunia televisi, yang satu lebih dikenal sebagai sutradara dengan aliran sejarahnya.

Tapi, ada satu mungkin persamaan keduanya, sama-sama menyukai program National Geographic. Jadi, apakah TVRI kembali menjadi stasiun TV yang hidup tak segan, mati pun tak mau, atau stasiun TV yang kembali seperti slogan “Kami Kembali” yang dibawa Mas Helmy? Entahlah, kita sebagai warga mari menanti apa program dan gebrakan dari Mas Iman. Sambil berharap slogan tentang “ganti pimpinan, ganti program” tak terjadi di TVRI.

Selamat bekerja Mas Iman Brotoseno, jangan melawan stigma warga. Mereka punya ingin TVRI berprestasi dan mendapat puja-puji seperti yang dialami pada kepemimpinan Mas Helmy.

Editor: Sri/Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Pembelajar, kadang kurang ajar kata orang, padahal mah berusaha sabar. Wirausaha di bidang pertanian, interest dibidang sosial masyarakat, olahraga, pemerintahan dan pemuda.
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *