Review

Wisata Sejarah dalam Novel ‘Zirah’

2 Mins read

Menjelang akhir tahun merupakan isyarat awal dari musim penghujan. Hampir setiap hari, hujan turun dengan durasi yang cukup menyita waktu, bahkan menghalangi beberapa aktivitas dan rutinitas harian. Dalam rangka menghargai cuaca, seduhan segelas kopi hangat dan bacaan buku-buku  menarik adalah solusi tepat untuk menjaga roman hati tetap cerah meski di luar sedang dirundung gemuruh dan hujan. Bersama segelas kopi dan novel berjudul Zirah karya Fathu Khairiddin, Lc., duduk manis di dalam kamar terasa seperti berkunjung ke berbagai negara di benua Asia, Afrika dan Eropa.

Novel Zirah

Tunisia

Negara Tunisia adalah destinasi awal bersama Adib dan Faris karakter utama cerita, sekaligus guide wisata imajinasi dari sebuah novel tarikh tahun 2021 terbitan Liyan Pustaka Ide.

Tunisia menjadi latar prolog novel setebal 424 halaman yang mendeskripsikan sebuah tragedi bom bunuh diri dengan 9 orang korban meninggal dunia. Memakai plot progressif dan flashback, figur Adib dan Faris merupakan kakak beradik di mana 10 tahun lalu orang tuanya menjadi salah seorang korban dari aksi terorisme dalam prolog tersebut.

Irak

Bergeser jauh kearah selatan Tunisia, menuju kawasan Jazirah al-Arabiyah. Adib dan Faris membawa pembaca sampai ke negara yang tersohor dengan folklor syah razad dalam kitab alf lailah wa-lailah. Dialog-dialog antara Adib dan Faris membeberkan klarifikasi situasi Irak dimasa lalu atau bahkan saat ini.

Sebagai contoh saat Adib dan Faris mengobrol ringan perihal pembangunan Masjid Agung al-Nuri atas titah khalifah Nur al-Din Muhammad Zanki. Lebih dalam lagi, obrolan mengarah pada perbincangan mengenai pangkalan militer Amerika yang bercokol di Irak.

Tidak hanya itu, tersemat dalam dialog kedua kakak beradik tersebut  perihal isu elit global yang berkolerasi dengan negara Irak, termasuk juga negara Islam yang lain. Tampak tour ini menjadi wisata religius dengan konferensi topik kontrovesial.

Baca Juga  Potret Keluarga Demokratis

Saudi Arabia

Adib bertolak meninggalkan Irak menuju Arab Saudi dan mengantar pembaca menuju tanah suci umat Islam. Kota di mana Rasulullah SAW mendapat instruksi untuk berhijrah. Serta kota dimana Allah SWT eksklusif memilih sebagai tempat disemayamkan jasad Rasulullah SAW.

Saat berada di Madinah inilah Adib bertemu seorang supir taxi yang meminta Adib bertutur potret hidup Abul Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz an-Nihawandi. Beliau merupakan seorang tokoh Islam abad ke-IX M, dengan asistensi besar mengkonfrontasikan diskursus fikih dan tasawuf yang sebelumnya dikotomis dalam dunia Islam.

Dari Madinah Adib langsung menuntun pembaca ikut serta dalam Umrah yang Adib laksanakan di kota Mekkah. Dalam tiap konversasi yang adib lakukan, terselip urutan tata cara umroh, hikmah dibalik tiap ritus dan kisah-kisah shahih yang mahsyur dalam Sirah Nabawiyah. Terselip juga argumentasi-argumentasi perihal hadis dan fikih yang berbalut filsafat.

Inggris

Destinasi wisata sejarah dalam novel Zirah berhujung pada sebuah negara di Benua Eropa. Inggris menjadi negara terakhir yang Adib dan Faris pilihkan sebelum mengantar pembaca kembali pada rutinitas harian.

Saat di Inggris Faris dan Adib memulai dialog padat perihal propaganda dan konspirasi dalam perang dunia I dan II. Perang dunia merupakan perang yang melibatkan banyak sekali negara di dunia sedang perang itu sendiri berpusat di Eropa.

Permbicaraan berlatar perang membawa Adib dan Faris pada dialog perdebatan yang membedah ideologi takfiri serta jihadi kelompok ekstrimis sayap kanan. Dalam novel, Faris sejak awal diilustrasikan sebagai pribadi misterius yang terafiliasi dengan jaringan kelompok terorisme.

Dari dialog keduanya, tampak kakak beradik tersebut memiliki perbedaan orientasi pemikiran. Intimasi Adib bersama sederet turats semisal Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid Al-Ghazali, merefleksikan perspektif dan karakter religiousitas Adib yang berbeda dengan Faris.

Baca Juga  Post Khilafah dan Post Humanity

Setelah hanyut dalam perdebatan, keduanya menarik konklusi bahwa setiap usaha yang dikerahkan secara totalitas oleh seorang muslim dalam melakukan perbaikan adalah jihad.

Berbakti adalah jihad, mengajak pada kebaikan dengan lemah-lembut adalah jihad, perbaikan ekonomi adalah jihad bahkan berkasih sayang sesama makhluk Tuhan, baik itu manusia, hewan, dan tumbuhan adalah jihad. Dalam satu dialog Adib mengatakan, “Berjihad adalah pekerjaan mulia, pilihlah jalan jihadmu sendiri!.

Identitas Buku

Judul Buku : Zirah “Pilihlah Jalan Jihadmu Sendiri”
Penerbit : Liyan Pustaka Ide
Cetakan, Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 2021
ISBN : 9-786239-656027

Editor: Nabhan

Avatar
7 posts

About author
Mahasiswa program studi S1, STIT DDI Pasangkayu
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *