Perspektif

Menjaga dan Melestarikan Lingkungan adalah Kewajiban Umat Muslim

2 Mins read

Islam adalah agama yang diikuti oleh lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia. Islam tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi Islam juga bertanggung jawab atas kelestarian lingkungannya. Alam semesta adalah ciptaan Allah Swt. Dalam agama Islam, iman kepada Allah Swt sebagai pencipta alam semesta adalah keyakinan utama. Kita sebagai umat muslim memiliki kewajiban dalam menjaga dan melestarikan lingkungan.

Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 190:

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

Artinya: “Sesungguhnya, di dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.

Kewajiban Umat Muslim

Dalam ajaran Islam, menjaga dan melestarikan lingkungan adalah kewajiban bagi umat muslim. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad Saw:

سَبْعٌ يَجْرِي لِلعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَ هُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَوْ أَجْرَى نَهْرًا أَوْ حَفَرَ بِئْرًا أَوْ غَرَسَ نَخْلاً أَوْ بَنَى مَسْجِدًا أَوْ وَرَثَ مُصْحَفًا أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

Artinya: “Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf, atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Al-Majruhain 2: 181).

Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan pendekatan antropologis dalam studi Islam. Istilah antropologi sendiri berasal dari bahasa Yunani dari asal kata anthropos berarti manusia, dan logos berarti ilmu, dengan demikian secara harfiah antropologi berarti ilmu tentang manusia.

Salah satu fenomena manusia yang menarik perhatian antropologi adalah kehidupan manusia dalam bidang keagamaan. Seorang Antropolog asal Amerika, Anthony F. C. Wallace mendefinisikan agama sebagai perangkat upacara yang kemudian diberi rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supranatural dengan maksud untuk mencapai dan menghindarkan suatu perubahan keadaan pada manusia atau alam.

Baca Juga  Islam Hari Ini: Surplus Konflik, Minim Tradisi Intelektual

Tiga Cara Melestarikan Alam/Lingkungan

Berikut ini tiga cara melestarikan alam menurut ajaran Islam, sebagaimana dijelaskan dalam buku “Konservasi Alam dalam Islam” karya Fachruddin M Mangunjaya.

Pertama, Konsep Hima’. Hima’ adalah suatu kawasan yang khusus dilindungi otoritas penegak hukum dan pemerintah atas dasar syariat guna melestarikan hidupan liar serta hutan.

Hima’ dapat juga disebut sebagai penyediaan lahan khusus untuk upaya melindungi populasi spesies satwa hidup. Rasulullah Shallallahu alaihi Wassallam pernah mencagarkan kawasan sekitar Madinah sebagai hima’ untuk melindungi lembah, padang rumput dan tumbuhan yang ada di dalamnya.

    Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam juga melarang masyarakat mengolah tanah tersebut karena lahan hima’ merupakan maslahat umum dan demi kepentingan pelestarian. Sebagaimana sabda Rasulullah:

    لا حمي إلالله و لر سو له

    “Tidak ada hima’ kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari)

    Kedua, Ihya al-Mawat. Ihya artinya menghidupkan, sedangkan al-mawat berarti “yang mati”. Secara harfiah berarti menghidupkan yang mati. Sebagai istilah, ihya al-mawat dapat diartikan sebagai usaha untuk mengelola, mengoperasikan, memberdayakan lahan produktif yang masih dapat dimanfaatkan, namun sayangnya terlantar. Melalui cara ini dapat memungkinkan timbulnya manfaat baik bagi manusia, satwa hidup, dan lingkungan.

    Ihya al-mawat dapat menjadi sarana memakmurkan dan memanfaatkan bumi untuk maslahat manusia secara umum. Namun tetap, prinsip dalam memanfaatkannya haruslah bermaslahat, tidak menimbulkan mudharat. Hal-hal yang dapat mendatangkan maslahat seperti dibangunnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), dijadikan ladang, ditanami buah-buahan, sayuran, dan lain sebagainya.

    Ketiga, Harim. Harim merupakan lahan atau kawasan yang berisi sumber-sumber air yang harus dilindungi. Harim adalah gabungan dua kawasan, yakni yang telah digarap (ihya) dan yang tidak digarap (al-mawat). Air sebagai mata air kehidupan amatlah penting bagi kelangsungan makhluk hidup. Bahkan, kebutuhan akan air pun bisa datang berupa kebutuhan untuk menunaikan syariat seperti bersuci, berwudu. Atau, kebutuhan rumah tangga seperti mandi, mencuci, memasak, dan lain sebagainya.

    Baca Juga  Menyikapi Polemik Konsep Khilafah yang "Diperjuangkan"

    Bentuk-bentuk harim dapat berupa sungai, mata air, sumur, ngarai dan lain sebagainya. Dinamakan harim karena larangannya untuk dipergunakan selain demi kepentingan umum. Oleh karena itu, perlu dilindungi, sebab sumber air selalu dibutuhkan setiap orang.

    Sebagai seorang muslim, Allah memperingatkan kita untuk tidak merusak bumi serta seisinya. Serta kita harus menjaga, melestarikan, serta melindungi bumi agar kita kembali ke jalan yang benar, yakni jalan yang diridhoi oleh Allah.

    Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt dalam QS. Ar Rum ayat 41:

    ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

    Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

    Semoga bermanfaat untuk kita semua. Wallahu a’lam bisshawab.

    Editor: Soleh

    Rahma Maulidah
    1 posts

    About author
    Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
    Articles
    Related posts
    Perspektif

    Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

    4 Mins read
    Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
    Perspektif

    Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

    3 Mins read
    Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
    Perspektif

    11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

    2 Mins read
    Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *