Perspektif

Pokoknya, Menolak Damai dengan Korona!

3 Mins read

Kalimat berdamai dengan virus korona sudah digaungkan oleh Pemerintah beberapa waktu lalu, berdamai yang dimaksud agar kita bersiap hidup berdampingan dengan virus yang sudah menginfeksi 5 juta lebih manusia di seluruh dunia dari sekitar 216 negara. ‘Berdamai’ yang dimaksud adalah yakni masyarakat diminta tetap patuh terhadap protokol kesehatan, juga pola hidup masyarakat pun harus berpola hidup lebih bersih dan lebih sehat.

Dalam artikel Memang Kenapa Jika Berdamai dengan Covid-19? yang ditulis oleh Lexi Z. Hikmah yang pada intinya tidak ada salahnya kita berdamai dengan Covid-19, Lexi juga menyampaikan tidak ada salahnya kita memilih opsi kearifan lokal hidup berdampingan dengan virus ini, tanpa harus mengganggu satu dan lainnya dengan mematuhi protokol kesehatan untuk beberapa waktu ke depan sampai ditemukannya vaksin yang sudah teruji. Mematuhi protokol kesehatan adalah upaya kita melawan virus, bukan berarti kita berdamai dengannya. Kecuali ketika kita mengabaikan protokol kesehatan dan rangkaian penanganan serta pencegahan virus, mungkin baru bisa dikatakan berdamai dengan Covid-19.

Menjalani “The New Normal Life” yang dianggap salah satu cara berdamai dengan korona, namun Pemerintah juga sudah menyampaikan bahwa berdamai tidak berarti Pemerintah menyerah melawan pandemi virus ini. Namun biar bagaimana pun juga, pada dasarnya kita seharusnya tidak boleh berdamai dengan hal-hal yang kurang baik, termasuk penyakit seperti virus korona.

Mau Damai? Perang Dulu!

Presiden Amerika di era 80-an, Ronald Reagan, pernah berkata, “Barang siapa yang ingin damai, maka bersiaplah untuk perang.”, ungkapan Reagan tersebut nampaknya pas di saat kita sekarang berada dalam kondisi mengatasi virus korona. Jadi, kata damai kepada virus kali ini jika diartikan secara luas maka tidaklah tepat, apalagi para tenaga medis terutama masih bergelut dengan pandemi ini.

Baca Juga  Tuhan tidak Pemarah, Memakmurkan Masjid Bisa dari Rumah

Maka, dalam hal ini seharusnya kita secara totalitas berperang melawan Covid-19, karena tidak seharusnya kita terburu-buru damai dengan korona di saat penyebarannya masih masif di negeri ini. Jadi, dengan melaksanakan dan menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, rajin cuci tangan, dan menjaga jarak bukan dalam rangka berdamai dengan korona, tapi melawan korona.

Menolak Damai

Masyarakat melakukan perlawanan kepada korona dengan berbagai cara yang bisa mereka lakukan, salah satunya organisasi Muhammadiyah yang terus melakukan ‘perang’ terhadap virus korona. Per 22 Mei 2020, dana 147 milyar lebih sudah digelontorkan, puluhan ribu relawan serta berbagai amal usaha, dan organisasi otonom dibawahnya masih bergelut melawan pandemi, dalam Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Sebanyak 2 juta lebih masyarakat yang menerima manfaat dari apa yang diusahakan Persyarikatan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan tersebut, maka kalimat berdamai dengan korona rasanya tidak tepat disaat kita masih dalam kondisi darurat seperti sekarang.

Maka, sudah seharusnya kita menolak berdamai dengan virus korona ini, karena masih ada mereka yang berjuang di garda terdepan dalam melawan dan bertaruh nyawa. Seharusnya kita lebih meningkatkan perlawanan, jika kita berdamai di saat situasi negeri masih belum bebas dari ancaman korona, maka mungkin bisa jadi kita menyerah. Tapi rasanya kita masih belum saatnya menyerah, kalau kita menyerah, maka sama halnya kita kurang bahkan tidak menghargai mereka yang berjuang hingga sampai ada yang kehilangan nyawa.

Damai Tidak Selalu Melalui Peperangan

Dalam menuju dan meraih perdamaian, memang bukan selalu melalui peperangan, tinggal kita lihat konteksnya. Perdamaian juga bisa dilakukan dengan jalan tanpa peperangan, seperti halnya berbagai kejadian yang tertulis dalam sejarah. Namun untuk hal kemungkaran, penyakit, korupsi, dan tindak kejahatan lainnya, terkadang kita perlu untuk melakukan peperangan dalam melawan.

Baca Juga  Baru Belajar Agama Jadi Ustadz, Bolehkah?

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ 

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci.” (QS. Al Baqarah: 216)

Virus ini adalah hal yang kita benci, karena kehadirannya adalah suatu bencana. Maka, kita harus ‘berperang’ melawannya, agar kehidupan kita bisa kembali seperti sedia kala. Andai jika benar virus ini tidak bisa hilang, berarti perlawanan akan terus kita lakukan, dan hidup berdampingan dengan korona bukan berarti kita berdamai dengannya.

Perang dan Menang, Maka Kita Akan Damai

Berperang melawan korona, dengan mengikuti protokol kesehatan, jaga jarak, dan mencurahkan tenaga bagi para tenaga medis, adalah bentuk dari menolak berdamai dengan pandemi Covid-19. Kita masih dalam suasana ‘perang’, seperti yang saya katakan diatas, kita belum bisa berdamai dengan virus korona. Maka, mari kita tetap melakukan perlawanan, semampu kita. Harusnya kita mencontoh beberapa negara yang sudah ada tanda-tanda membaik dan bangkit dari serangan virus ini, yakni mencontoh bagainana cara mengatasinya, ataupun menekan angka penyebaran.

Kebijakan-kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lainnya, harus kita patuhi dan ikuti dengan tertib. Tidak malah memasuki tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan, ataupun memaksakan untuk tetap mengadakan kerumunan. Selain itu, membentengi diri dengan protokoler kesehatan, menjaga kebersihan, dan memakai masker adalah suatu bentuk perlawanan kita terhadap Covid-19. Maka, berdamai belum saatnya kita lakukan, karena pada kenyataannya kita masih berperang melawan Covid-19.

Jadi untuk kali ini, tidak tepat rasanya jika kita harus berdamai dengan virus yang sudah menjadi pandemi global ini. Jikalau kita harus berdampingan dengannya, maka kita akan tetap hidup dengan protokol kesehatan, berarti kita belum berdamai dan masih melawan virus korona. Mari kita tetap ‘berperang’ untuk menuju kedamaian, karena hidup berdampingan dengan virus yang berpotensi mematikan diri kita bukan berarti kita hidup berdamai dengannya, tapi bisa jadi kita menyerah. Jangan sampai itu terjadi, ditengah para tenaga kesehatan masih berjibaku dengan pandemi. Maka dari itu, mari tetap berperang melawan korona jika inginkan hidup damai tanpa virus korona.

Baca Juga  Tragedi Kanjuruhan adalah Tragedi Kemanusiaan
Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *