Perspektif

Pengalaman Mendengar Ustaz Bangun Samudra

2 Mins read

Judul catatan saya ini memang sekilas memiliki kesan yang kurang enak didengar di telinga. Sebab istilah ustaz adalah seorang yang sudah mendalami ilmu Islam. Sementara, mualaf adalah orang yang baru masuk Islam. Kayak ada kontradiksi, ta’arudl.

Menurut saya, hal ini karena sama-sama tidak ada kejelasan kriteria tentang siapa itu ustaz dan siapa mualaf. Orang yang sudah masuk Islam 20 tahun pun, jika awalnya non muslim, masih saja disebut “mualaf”. Padahal salatnya sudah rajin, ngajinya sudah lancar, mendalami ilmu juga sedang dilalui.

Seorang mualaf yang terus rajin belajar ilmu Islam, jangan dianggap tidak akan menyalip ilmunya “turis” (turunan Islam). Boleh jadi para mualaf ini lebih pandai, karena ketekunannya mempelajari ilmu-ilmu Agama. Makanya Maha Guru kita, Gus Mus, pernah dawuh: “Jangan berhenti belajar!”. Sebab Allah yang berkenan memberi ilmu tidak pernah melihat status mualaf atau mualif.

Sedang ramai dibicarakan saat ini adalah Ustaz Bangun Samudra. Saya pertama kali berjumpa dengan beliau karena diajak oleh sahabat sekaligus Guru saya, Ustaz Luqmanul Hakim. Guru, karena saya ngaji kitab Ihya’ Ulumiddin kepada beliau. Sahabat, karena saya sering pinjam uang kalau lagi kepepet.

Saat itu, Ustaz Luqman bilang: “Ini Mas Bangun Samudra. Pembawa Berita TVRI”.

Kesimpulan Setelah Mendengarkan Ustaz Bangun Samudra

Saya coba tuliskan kesimpulan secara obyektif dalam kacamata saya (padahal saya tidak pakai kacamata):

Pertama, kita tidak boleh meremehkan mualaf yang terus belajar. Bisa saja karena semangat dalam mempelajari ilmu-ilmu Agama, maka mereka lebih pandai dari pada kita yang bermalas-malasan dalam mencari ilmu. Kalau menganggap mereka tidak bisa mengalahkan orang-orang yang sudah Islam sejak lahir, ini adalah kesombongan yang harus dihilangkan.

Baca Juga  Masalah Kemiskinan, Zakat Solusinya!

Kedua, agama kita tidak pernah membatasi ruang kepada siapapun yang berdakwah, mengajak berbuat baik, menyadarkan masyarakat dan lain-lain. Boleh jadi justru kita yang tidak acuh terhadap lingkungan, mau ibadah, mau maksiat ‘emang gue pikirin’. Maka tidak bisa menyalahkan orang-orang yang ingin ada perbaikan, siapapun mereka, termasuk mualaf ini. Segmen dakwah di negeri kita ini luas kok, ada yang senang model ngaji full, tipe ngaji guyonan, ngaji diselingi India-an, salawatan yang diisi pengajiannya, kajian seminar,  dan sebagainya. Ada juga yang senang dengan perbandingan agama.

Ketiga, Bagi mualaf semestinya introspeksi diri dulu. Ilmu dalam Islam itu luas, ayat-ayat Al-Qur’an saja 6000 lebih. Jumlah hadis ada ratusan ribu. Aliran dalam Islam ada banyak. Imam-imam mazhab Ahlussunah wal Jamaah ada ribuan. Ilmu dalam Islam ada ratusan. Kan gak mungkin dalam 10 tahun masuk Islam tiba-tiba menguasai itu semua? Lah wong yang jadi Islam sejak kandungan dan mondok puluhan tahun pun belum bisa menguasai semua kok.

Jadi, sampaikan ilmu tentang iman, hidayah, hal-hal yang disepakati dalam Islam, bukan yang khilafiyah. Kalaupun menyampaikan khilafiyah, maka sebutkan juga pendapat ulama yang lainnya. Dan jangan menjadi ahli fatwa dahulu, kecuali kalau sudah mendalami ilmu-ilmu di atas. Dan poin utama dalam dakwah adalah mengajak kepada kebaikan, bukan menjelekkan, mengajak bermusuhan, menghilangkan kedamaian, dan lain-lain.

Selengkapnya, klik di sini
Editor: Yahya FR
Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…
Perspektif

Kapan Seseorang Wajib Membayar Zakat Penghasilan?

2 Mins read
Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang tidak hanya berdimensi keimanan tapi juga berdimensi sosial. Secara individu, zakat merupakan wujud keyakinan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *